Maaf ya posting cerita lanjutannya agak lama. Lagi sibuk nih, yang lupa cerita sebelumnya bisa klik disini. Lanjut yuk, cekidot~
Hari ini aku berangkat sekolah dengan perasaan yang sudah tentram. Aku tak menyembunyikan rasa marah, dengki, dendam, bahkan benci pada Kesha. Aku memang marah pada Kesha, tapi itu kemarin, aku sudah memaafkannya. Saat aku masuk kelas, Dicky memperhatikanku. Aku acuh padanya dan tak memperdulikannya. Tiba-tiba dia menghampiriku, "Kamu kemana saja sudah 4 hari tak masuk?", tanyanya. Aku tak menjawab. Dia bertanya lagi, "Kamu kenapa tidak menjawab?". Aku masih belum ingin berbicara. Akhirnya dia menyerah dan kembali ke bangkunya. Bel berbunyi. Kesha belum juga terlihat. Sampai pelajaran dimulaipun dia belum juga terlihat. Mungkin saja dia tak masuk, tapi mengapa? Katanya memang sudah dua hari ini dia tak masuk sekolah.
Esoknya, aku sengaja untuk berangkat lebih pagi agar membuat Kesha terkejut. Awalnya aku merasa senang karena berhasilberangkat mendahului Kesha, tapi hingga bel masuk berbunyi, ia belum juga terlihat. Rupanya dia tak masuk lagi, namun kali ini berbeda, aku seperti mempunyai firasat yang buruk. Bu Siska mulai memasuki kelas, "Selamat pagi anak-anak", sapanya. "Pagi buuu!", seru kami menjawab sapaannya. "Anak-anak hari ini kita mendapat kabar buruk. Kesha yang sudah tiga hari tak masuk sekolah mendapat musibah, dia koma selama beberapa hari di rumah sakit dan sampai saat ini dia belum sadarkan diri. Ibu harap kalian bisa mendoakan Kesha agar cepat sembuh dan berkumpul bersama kita lagi. Disamping itu.......". Belum selesai Bu Siska melanjutkan pembicaraanya, aku sontak berdiri dan berlari keluar kelas, Dicky mengejarku, aku tak peduli, aku berlari, dia kali ini tak menyerah dan terus mengejarku. Tanganku tertangkap oleh genggamannya. "Sal, tunggu. Aku akan mengantarmu!". Aku tak kuat untuk melepaskan genggamannya dan terpaksa enurut permintaannya walau sebenarnya aku tak mau.
Sesampainya disana aku meninggalkan Dicky yang sedang mermarkir motornya, aku langsug berlari memasuki rumah sakit dan bertanya dimana kamar Kesha berada. Sambil mengusap air mata yang sejak tadi menetes, aku bergegas menuju kamar Kesha. Sambil berjalan, aku kembali panik. Tanganku gemetar. Jantungku berdetak begitu kencang, Aku takut. Aku menyesal. Aku hanya bisa menangis, "Jangan tinggal kan aku Sha, sebelum kujelaskan semuanya padamu!", teriakku dalam hati.
Akupun sampai didepan kamarnya. "Salsa ya? Silahkan masuk. Kesha sudah menunggumu dari tadi, kata sesosok wanita parubaya dengan senyum ramahnya. Itu ibunya. Aku tak mengerti. Mengapa semua orang yang berada didepan kamar Kesha menangis? Ayah dan Ibunyasaling berpelukan dan tak berhenti meneteskan air mata. Aku takut. Sangat takut. Air mataku yang tadi mengalir deras, kuhapus walau nafasku masih terisak. Rasa sakit didadaku terus kutahan agar tak meluap nantinya. Aku tak ingin Kesha melihatku dengan keadaan seperti ini.
Aku memasuki kamarnya, disitulah terbaring sosok perempuan yang ku kenal. Air matanya terus mengalir saat dia meihatku. Sangat terlihat bahwa selama ini dia terus menahan rasa sakit. "Ke....sha.... a..a..aku....", belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, dia tersenyum dan berkata, "Selamat tinggal Salsa, semoga kamu bahagia. Aku sangat senang menjadi sahabatmu." Kata-kata itu adalah kata-kata terakhir yang terucap dari mulutnya. Belum sempat aku bercanda, berdebat, tertawa bersamanya lagi. Semua berlalu begitu cepat. Aku menangis. Aku tak bisa menahan bendungan air mataku. Aku memeluknya. Sosok perempuan itu sudah memejamkan matanya, selamanya. Alat pengukur detak jantung sudah menunjukan bhwa jantungnya tak berdetak lagi. Nafasnya sudah terhenti. Tubuh yang saat ini ku peluk sudah kaku, tangan dan kakinya dingin. Aku mulai melepaskan pelukanku, aku melihat wajahnya. Senyuman manis itu terus terpancar pada wajahnya ditubuh tak bernyawa itu. Aku menyesal. Sangat menyesal. Rasa sakit ini tak bisa kutahan.
"Keshaaaaaaa! Maafkan aku! Aku menyesal Kesha! Aku belum mengucapkan itu padamu!", teriakku. Dicky memelukku. Memelukku sangat erat. Memang pelukan itu yang aku inginkan tapi tidak ku inginkan untuk saat ini. Aku merasa sesak. Aku tak menginkan pelukanini, aku hanya menginginkan Kesha. Siangnya jasad Kesha langsung dimakamkan. Aku sudah tak menangis. Walau ku tahu rasa sakit dihatiku masih terasa dan aku ingin sekali menangis tapi aku tak mau membuat Kesha sedih, aku ingin Kesha bahagia disurga, karna dia juga menginginkan aku bahagia disini. Setelah pemakaman Dicky meminta untuk mengantarkanku pulang, lagi-lagi aku menuruti permintaannya. Dicky bukannya mengantarku pulang tetapi dia mengajakku ke suatu tempat, tempat dimana Kesha menjelaskan semuanya pada Dicky. Tempat itu sangat indah. "Disini Kesha menjelaskan semuanya. Dia menjelaskan setelah kau melihat kami saat pulang sekolah. Dia menolak cintaku, lalu dia mengajakku ketempat ini. Ini tempat favorit kalian bukan? Aku jatuh cinta pada tempat ini. Tempat ini sangaaat indah.", jelas Dicky dengan mata berbinar sambil melihat pemandangan sekitar. Ya memang disini tempat favorit kami. Kami memang suka pemandangan. Hamparan sawah, ya kami sangat suka hamparan sawah. Aku belum menjawab ucapan Dicky. Aku membisu. Aku tak tau apa yang harus kukatakan. "Kesha menjelaskan semuanya tentangmu, Salsa. Semuanya. Tak ada yang terlewat. Rasanya Kesha tau semua tentangmu. Aku menyukaimu, Salsa. Lebih dari aku menyukai Kesha. Aku jatuh cinta padamu bukan karna permintaan Kesha saja, tapi dari hatiku yang paling dalam.", jelasnya lagi. Aku tak bisa bicara. Aku menatap Dicky. Dia tersenyum. Apa yang harus kukatakan?. "Ijinkan aku untuk menjadi pacarmu, Salsa..", sambungnya sambil menggenggam tanganku. Aku melepas genggamannya. "Maafin aku Dicky. Aku memang mencintaimu, sejak lama. Tapi aku tak bisa untuk menjadi pacarmu. Aku tak bisa bahagia denganmu sedangkan Kesha tak bisa melihatku bahagia", jawabku sambil terisak. "Dia bisa meihatmu bahagia, bahkan dia bisa merasakannya.", timpal Dicky. "Tapi aku yang tak bisa, maaf kan aku", balasku sambil menangis. "Tak apa, sudah tak usah menangis", katanya sambil mengusap air mataku dengan senyuman ramahnya. Tiba-tiba dia mengambil sepucuk surat dari kantongnya, "Ini surat dari Kesha, lebih baik kau membacanya dirumah. Ayo ku antarkan kamu pulang.", katanya. Sesampainya di rumah, aku membuka surat itu yang berisi..
dear Salsa,
Maaf karena aku telah mengecewakanmu
Maaf aku tak bermaksud untuk mengkhianatimu
Kemarin, pernyataan cinta Dicky padaku ku tolak
Karena aku berjanji, aku selalu mendukungmu
Aku juga minta maaf..
Selama ini aku mengidap kanker paru-paru
Aku ingin menceritakan padamu selagi sempat
Namun ternyata waktuku tak sempat
Maaf aku tak bermaksud untuk merahasiakan ini darimu
Salsa... Terimakasih
Aku senang menjadi sahabtmu
Aku bahagia saat bercanda dan bertengkar bersamamu
Terimakasih kau mau menerimaku walau awalnya kau memembenciku
Terimakasih... hanya kamu yang memandangku berbeda
Terimakasih... kamu telah memeperlakukanku seperti manusia biasa
Terimakasih Salsa.. karnamu aku dapat tertawa bebas tanpa beban
Terimakasih.. kuharap kau tetap senang dan selalu riang
Semoga kamu tetap menjadi Salsa yag kukenal, tak pernah berubah..
-Kesha-
Surat itu membuatku kembali meneteskan air mata. Aku berjanji pada diriku sendiri untuku dan untuk Kesha agar aku tetap riang, senang, dan tak akan berubah seperti yang Kesha kenal. "Sama-sama Kesha. Aku juga senang menjadi sahabatmu. Aku menyayangimu..", bisikku dalam hati.
-TAMAT-
makasih ya:)) Siap kaaaak ^^
BalasHapusSiaaaaap :))
BalasHapus