Jumat, 29 November 2013

Rindu Senja

Tak terikat dengan jelas
Tak berteman cahaya bias
Dan tak terkira tanpa pikir
Menjadi asa yang terukir

Olehku, kau seperti senja
Melukis garis jingga
Menggapai malam
Menunggu langit padam

Kau seperti senja
Berhias ikan-ikan terbang
Dan burung-burung yang berenang
Yang terdefinisi
Kau, tak pernah ada

Kau seperti senja
Tiba saat kunanti
Pergi tanpa permisi
Tak terduga, tak tereja

Dan aku seperti awan
Menantimu datang
Melepaskanmu bersama bintang
Merelakanmu tanpa melawan

Lalu apa maksudku?
Bergejolak di angkasa biru
Bersandar oleh sendu
Bertikai dengan rindu
Tanpa kau
Yang hadir di celah jiwaku

Ada penantian tak terbatas
Di setiap rindu yang menetas
Ada jiwa yang tertindas
Di setiap hati yang kandas

Kita, berada di titik satu
Tapi takkan pernah bersatu
Dalam imaji yang semu
Yang kusebut, rindu



28 November 2013



Hingga Kamu Hadir

Tak terhitung berapa banyak sesuatu ini terjadi.  Tersakiti dan membuatku merasa kecil di dunia ini. Kecewa dan membuatku menyerah untuk berjuang. Dikhianati dan membuatku tak percaya pada orang lain. Jatuh berkali-kali dan membuatku takut untuk bangkit lagi. Kesepian dan membuatku takut oleh kehadiran seseorang. Kesalahpahaman dan membuatku tidak pernah mengerti maksud orang lain. Sakit hati dan membuatku takut untuk mencintai. Aku takut pada semua yang akan terjadi di masa depan. Takut jika semua itu terjadi lagi.

Hingga kamu hadir. Entah apa maksud kehadiranmu. Sampai aku takut menerima kehadiranmu. Tapi kamu merubah semuanya. Memberikan jingga dalam senja. Menampakan warna dalam pelangi. Menimbulan deras dalam hujan. Menggapai harapan dalam penantian.

Kamu, hadir dalam jiwaku yang terlahir baru.

Kembali Lagi

Haloooooo para pembaca. Hahaha kayak punya pembaca aja Fik. Apa kabar semua? Baik-baik saja kan? Syukurlah. Aku? Aku memaksakan diri untuk baik-baik saja.

Oiya, udah berapa abad blog ini terbengkalai? Maaf ya, lagi sibuk soalnya. Daaaaaan...... SEKARANG BLOG INI KEMBALI DIURUSIN SAMA YANG PUNYA. Alhamdulillah. For your information, bentarlagi yang punya blog ini bakal punya pacar posting sesuatu. Mau tau? Simak setelah komersial break yang satu ini yaaaaaa.

Sabtu, 10 Agustus 2013

Aku Sayang Kamu

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu tepat dihadapanmu, tapi tak pernah datang keberanian itu.
Aku hanya bisa menikmati kesempurnaanmu dalam diam.
Aku lelah berandai-andai.
Andai kamu tahu.
Andai kamu mengerti.
Andai aku bisa mengatakannya.
Tidak ada habisnya.

Aku sudah tahu akan seperti apa akhir kisah ini.
Aku yang bukan siapa-siapa, takkan pernah bisa bersanding dengan yang sempurna.
Selamanya, akan ku genggam rasa ini dalam hati.
Aku hanya tak ingin menyakiti diri sendiri dengan menerima kenyataan, kamu tak bisa, bahkan tak mungkin menjadi milikku.
Biarkan ku simpan indahmu dalam benakku.
Kan ku berikan sajak indah di hati dalam setiap hadirmu.
Sampai aku tidur terlelap karna lelah menjaga rasa ini dan memimpikan kamu lagi.

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu...



- Dara Prayoga -

Selasa, 23 Juli 2013

Bahagia

Halooo. Selamat malam para pembaca. Postingan kali ini maaf ya kalau alay, maklum lagi bahagia. bahagianya juga alay, jadi kebawa alay. Oke, sudah ngomongin alaynya.

Kalian tahu hari ini tanggal berapa? Tanggal 23 Juli 2013. Kalian tahu tanggal sebelumnya tanggal berapa? Tanggal 22 Juli 2013. Dan kalian tahu tanggal itu tanggal apa? ITU TANGGAL KELAHIRANKU. TANGGAL ULANG TAHUNKU. Jelas?

Cerita dimulai dari hari kemarin, 22 Juli 2013.
Pagi-pagi, semua terasa biasa saja. Temen-temen sekelas XB nggak ada yang kasih ucapan. Mereka semua diam tapi tidak dalam diam. Kalo nggak tahu maksudnya, diem aja. Sempet bingung dan sedih waktu mereka bener-bener nggak ada yang kasih ucapan. Apa mereka lupa? Masa lupa?, pikirku. 

Setelah melewati pagi dengan penuh kecanggungan, bel pun berbunyi. Pelajaran pertama berjalan dengan lancar. Bel menunjukan jam pelajaran ke 2. Pelajaran Sastra yang diajar oleh Bu Wulan. Semua berjalan biasa saja tapi tiba-tiba... Mungkin kebetulan atau Allah memang sudah bekerja sama dengan Bu Wulan. Waktu itu saya cuma memberi tahu sepatah dua patah kata kepada temen sebangku, tiba-tiba...
"Fathi! Ngobrol apa kamu?", Bu Wulan menanyai dengan nada tinggi.
Aku diam.
"Kamu tidak menghargai saya saat berbicara?"
Masih diam.
"Apa suara saya kurang keras? Apa suara saya tidak jelas?"
"Eng..enggak bu." jawabku sambil terbata.
"Tadi saya ngomong apa?" tanya Bu Wulan sambil membentak.
"Eng...Intinya kesuksesan itu hanya Allah yang tahu bu, kita cuma bisa berusaha untuk medapatkannya"
Lalu Bu Wulan melanjutkan nasehatnya untuk kita dengan nada yang masih tinggi. Sepanjang jam pelajaran Sastra, saya terus menerus kena 'semprot' Bu Wulan.

Bel pun berbunyi, itu artinya jam pelajaran Bu Wulan sudah habis. Suasana kelas yang sebelumnya tegang, menjadi santai.
"Kayaknya kemaren Bu Wulan baik banget sama aku. Ngobrolnya biasa aja, kenapa aku malah kena marah?" tanyaku pada temen sebangku.
"Hahaha ya sabar aja, paling gara-gara kamu tadi sempet ngobrol" ujar temenku seraya mem-puk-puk pundakku.

Saat istirahat, aku bertemu Bu Wulan, menjabat tangannya, lalu berjalan lagi. Tiba-tiba...
"Fathi! Sini!"
Aku menengok dan menghampiri Bu Wulan lagi.
"Tadi saya mau merahin kamu sampai kamu nangis malah saya yang kepingin nangis." kata Bu Wulan sambil menjitak jidat saya secara gemas.
Aku melongo, tanda tidak tahu apa maksudnya.
"Selamat ualng tahun ya. Maafin Bu Wulan ya" katanya sambil mengelus kepala saya. Teman-teman tertawa. Ternyata saya dikerjai. -_-
Jam pulangpun tiba, dan aku memutuskan untuk pulang karena udah kagol tadi pagi nggak ada yang ngucapin.

***
Hari berikutnya, 23 Juli 2013 atau hari ini. Pagi tadi aku memutuskan untuk menetap dikelas tanpa berkumpul dengan teman XB. Saat istirahat pun begitu. Dan pada saat jam pulang, aku memutuskan untuk berkumpul karena kangen mengobrol dengan teman-teman. Tapi dugaanku salah, yang seharusnya bercanda dan tertawa, aku malah dicuekin, tidak digubris, dan teman-temannya. Oke, aku memutuskan untuk pulang.

Kebetulan, sorenya ada acara buka bersama dengan teman XB. Saat sampai di tempat makan, suasana biasa saja. Tidak seperti suasana saat jam pulang sekolah tadi. Dan tiba-tiba, sekitar pukul 17.20, Jugi, Nani dan siapa pun itu, aku lupa. Mereka membawa sebuah kue dengan lilin yang menancap diatasnya. 
"HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY AFIK!!", mereka bernyanyi. Aku terharu.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, seeekarang juga!", mereka bernyanyi lagi. Mereka semua melontarkan doa yang terbaik untukku. Lalu aku meniup lilin dan semua berteriak, "Yeeee!"

Selang beberapa menit, sekitar pukul 17.28 ada lagi yang datang, Nindi dan Disty yang membawa kue sambil menyanyikan lagu Happy Birthday untukku. Bisa dibayangkan betapa bahagianya aku? Setelah meniup lilin, adzan maghrib pun berkumandang. Kami semua memutuskan untuk berbuka. Makan bersama dengan penuh canda. Bahagia itu sederhana. 

Setelah makan selesai, ritual corat-coret wajah dengan cream kue pun terjadi. Dan kalian tahu korban yang paling tragis siapa? Aku. Tapi itu menyenangkan kawan, kebersamaan yang takkan terganti. 

Hari kemarin, dan hari ini tentunya. Sore tadi sampai malam ini, aku bahagia. Bersama teman-teman XB yang peuh kebersamaan, penuh kasih sayang, penuh canda, penuh solidaritas. Saat bercanda tentang Adit dan Jugi yang hubungannya nggak jelas. Juga bercanda antara Naila dan Aldo, dan candaan-candaan lainnya.

Terimakasih banyak untuk Disty, Ocha, Chelsy, Dhian, Dyah, Fariza, Azizah, Layli, Jugi, Nadia, Naila, Nani, Nindi, Winda♥ {} 
          Juga teman-teman yang cowok yang ga bisa disebutin satu-satu.

TERIMAKASIH BANYAK! AKU SAYANG KALIAN!  

Sabtu, 13 Juli 2013

Di Batas Senja



Aku terenyuh oleh keindahan senja. Suara desah angin menambah suasana matahari untuk menghilang. Debur ombak seraya mengiringinya.  Pantai, selalu menjadi tempat penuh asa.

“Hei, melamun saja. Bukankah ini tempat yang kamu sukai?” seseorang mengagetkanku.
Aku tersenyum.
“Hanya tersenyum? Tidak ada respon lain selain senyuman?” dia mulai protes.
“Lalu kamu minta apa?”
“Aku tidak tau.” Jawabnya tanpa berdosa.
Aku berdiri lalu meninggalkannya.

Percakapan kecil di sore tadi masih terngiang dikepalaku. Untuk gadis berumur 19 tahun sepertiku, terlalu sulit untuk menerima kenyataan pahit. Mungkin aku belum cukup dewasa. Teman sekamarku sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Kegiatan study tour untuk penelitian membuatnya lelah. Sedangkan aku masih terjaga. Entah apa sebabnya, rasanya mataku sulit untuk tertutup. Keheningan di tiap sudut kamar menambah suasana kelabu di otakku. Sepertinya sudah seribu kali berganti posisi untuk tidur, tetap saja tidak berhasil.

“Risaaa.. Kau ini kenapa dari tadi? Bolak-balik posisi, menggnggu tidurku saja.” teman sekamarku terbangun akibat ulahku dengan logat Sumatra. Namanya Eliana, dia asli Palembang, tapi entah kenapa logatnya terdengar seperti logat Batak.
“Hihi, belum bisa tidur , El.” Aku terkikik.
“Yaelah, tidur itu mudah. Kau tinggal memejamkan mata saja.” Ujarnya sambil memeluk guling untuk melanjutkan tidurnya.

Aku membuka pintu menuju balkon kamar. Dinginnya malam mungkin bisa menghantarkanku tidur, pikirku.  Suasana penginapan dekat pantai memang menyenangkan. Percakapan senja itu benar-benar memperparah malamku.

“Anak kecil seharusnya sudah tidur.” Dia lagi. Tanpa berdosa mengagetkanku dari lantai atas.
Aku mendongkak. Dia tertawa. Aku berbalik dan menutup pintu, memutuskan untuk tidur. Rupanya penghantar tidurku dia.

***

“Kriiiiing! Kriiiiiing!” alarm telepon genggam Eli menyambut pagiku.
“El, bangun. Alarmnya sudah manggil kamu.” Kataku dengan keadaan setengah sadar.
“Hhhh… Iya.” Ujar Eliana seraya terbangun dan mengambil telepon genggamnya.

Rencanaku untuk melihat syahdunya pesona matahari terbit gagal. Aku dan Dea berjalan menuju ruang makan untuk sarapan.

“Selamat pagi Nona yang suka sekali melamun.” Sapaannya merusak pagiku.
“Hei boy, kau ini pagi-pagi sudah sok kenal sok dekat dengan mahasiswi lain, Lekas sarapan, cacingku sudah protes ini.” Kata temannya santai. Sepertinya spesies ini sejenis dengan Eli, orang Sumatra. Dengar-dengar namanya Pukat.
Dia melotot pada Pukat dan segera menarik Pukat menuju ruang makan. Eli tertawa terbahak. Aku ganti melototi Eli.
“Hahaha orang Sumatra itu lucu juga ya, unik. Wajahnya juga unik, seperti perawakan Cina. “
“Kamu suka ya padanya?” kataku licik.
“Oi? Tahu namanya saja tidak.” Wajah Eli merah padam.
Aku giliran menertawainya.

Suara denting piring mengiringi hiruk pikuk obrolan mahasiswa-mahasiswi yang sedang sarapan.
“Hahahaha kalian lucu ya, apa salahnya untuk sedikit membuka hati sih?” Eli tertawa membuka percakapan.
“Kalian siapa? Membuka hati? Apa maksudmu?” aku terheran.
“Kau lah dan si dia. Iya, membuka hati untuk menerimanya.”
“Dia siapa? Tadi apa kamu bilang? Lucu? Menerima? Memangnya dia siapa?” aku semakin bingung.
“Kau ini macam wartawan saja, banyak tanya sekali.”  Eli terbahak.
“Jika tidak mau ditanyai, tidak usah memberi pernyataan dengan sejuta pertanyaan.” Aku menyuap sesendok nasi dengan kesal.
“Yelah. Yelah, begitu saja marah” Eli menyengir. “Itu, yang tadi menyapamu. Kau pikir aku tidak tahu, sore kemarin kan kau mengobrol dengannya di tepi pantai, Tatapan mata kau itu seperti menatap bidadara surga.”
Aku melotot. Meninggalkan Eli yang masih melanjutkan menghabiskan nasi goreng di piringnya.

Selesai sarapan, aku menuju ke pantai. Bermain dengan pasir, melihat busa ombak menari bersama karang, dan bersantai ditemani cakrawala. Aku tersenyum menikmati itu semua. Terkadang aku tertawa melihat burung camar datang ribut menyapa pagiku. Aku seakan senang setiap kali hembusan angin pantai merusak tatanan jilbabku. Setiap kali aku merasa lelah, sebatang pohon kelapa tua siap menopang semua beban pikiran dan hatiku. Mempersilakan batangnya untuk disandari oleh punggungku. Aku merasa tenang. Damai.

“Tadi aku mencarimu, ternyata kamu ada disini.” Dia lagi. Menggangguku.
Aku meninggalkannya.
“Tunggu, mau kemana?”
“Bukan urusanmu, penganggu.” Ujarku ketus.
Dia terdiam. Aku tak menghiraukannya. Bagus jika dia tidak mengejarku.

“Risaaaa, kau kemana saja? Pagi-pagi sudah menghilang. Membuatku repot saja.” Eli menghampiriku dengan muka tertekuk.
“Lecek sekali mukamu. Sini aku setrika.” Aku menggodanya.
“Tidak lucu.” Eli semakin cemberut. “Tadi kau dicari sang bidadara.”
“Bidadara siapa?” aku tak peduli dengan guarauannya
“Itu, si Deka.” Eli menjawab santai.
“Deka, siapa dia?” Aku mengeryitkan dahi.
“Kau tidak tahu Deka?” Ujar Eli kebingungan sambil menyeka peluh di dahi.
Aku menggeleng. “Dia itu yang suka mengusik kau.”
Aku terdiam. “Kau kenapa diam begitu macam singa tidur?” tanya Eli
“Jadi, dia itu namanya Deka.”
“Jadi kau baru tahu?” tanya Eli keheranan.
Aku meringis. “Iya.”

Aku kembali bertemu senja. Memandangi langit dan lautan jingga. Pikiranku melayang ke langit bebas. Menerobos saputan awan yang mendampingi jingga dalam elegi.

Seseorang berdehem. “Maaf aku menganggu senjamu.”
Aku menengok. Membenarkan tatanan jilbab yang tertiup angin. “Tidak menganggu sama sekali.”
“Maaf karena aku selalu mengusikmu. Tapi itu karena tulus dari hatiku.”
“Mengusik? Kamu mengusik tulus dari hati?” aku melipat dahi.
“Eh.. Maksudku aku mengusik karna hanya ingin menghiburmu. Aku tahu pantai ini penuh kenangan bagimu. Aku tau pantai ini selalu mengingatkanmu tentang masa lalu. Aku tahu di pantai ini kamu dan dia pernah bersama. Aku tau dia….” Katanya sambil menyeka peluh leher, sepertinya dia gugup.
“Cukup.” Aku memotong penjelasannya. “Dari mana kamu tahu?”
“Aku mengagumimu sejak dulu. Sejak dia belum menjadi milikmu. Aku hanya pengagum rahasia. Dan saat ini, pertama kalinya aku memberanikan diri untuk…”
“Apa?” lagi-lagi aku memotong penjelasannya. Dia diam.
Kami terdiam dalam keheningan. Hanya ada suara angin yang menemani kami.
“Ta… Tarisa Lintang Gaurinda.”
Aku menoleh. “Ya?” Aku meneguk ludah. “Kau tau namaku?”
“Aku menyukaimu. Aku tahu kamu belum bisa untuk melupakan masa lalumu. Dia sudah di surga. Dia past sedih melihatmu sedih terus-menerus. Dia akan bahagia jika kamu sudah bahagia tanpanya. Cobalah untuk melihat ke depan. Menyambut sesuatu yang akan datang. Aku sedih melihatmu terus melamun. Aku akan mencoba membantumu untuk maju. Jadi, mau kamu bersamaku untuk selanjutnya?”
Aku menatapnya. Dia membalas tatapanku penuh arti. “Aku perlu berpikir..” jawabku. Dia tersenyum.

***

Kegiatan study tour sudah usai. Segala laporan penelitian sudah rampung ku kerjakan. Kesibukanku sudah mulai mereda.

Suara ketukan pintu terdengar lirih melawan suara televisi yang ku tonton. Aku mencoba mengurangi volumenya, bangkit dan menengok ke arah jendela. Berjalan menuju pintu, dan membukanya. Sepi. Pasti anak-anak kecil yang iseng mengetuk-ketuk pintu setiap rumah di komplek ini, pikirku sebal.

Aku berbalik, kakiku terasa menginjak sesuatu. Sepucuk amplop. Mengambilnya dan menuju kamar. Beralaskan bantal untuk punggungku, aku memulai membuka tutup amplop yang dilem rapi. Berisi surat dua lembar bertuliskan tangan. Di pojok kiri atas tertulis rapi: Untuk Tarisa Lintang Gaurinda.

Akhirnya semua rasa penasaranku terjawab.

Selamat siang Risa. Kamu pastilah bertanya-tanya siapa yang mengetuk pintu siang bolong begini dan melemparkan surat lewat fentilasi pintu. Aku, Radeka Ramawisnu. Kamu pastilah tidak mengenalku jauh, tapi aku, sebaliknya, mengenalmu lebih jauh dari Jembatan Suramadu. Disini aku bukan bermaksud melucu, tapi aku akan menjawab rasa penasaranmu.

Kamu tahu, berminggu-minggu aku menulis surat ini. Selalu muncul rasa gugup dan rasa bersalah. Aku adalah sahabat Mirza Haskafilah, orang yang sangat kamu cintai. Aku yang berada di mobil bersama dia. Aku yang berada di jok kiri disampingnya. Aku yang menemaninya diperjalanan untuk menemuimu. Pertemuan yang kamu paksakan.

Kamu tahu Risa, saat itu Mirza sedang kelelahan, tapi dia selalu menepati janji-janjinya. Dia tidak mau orang yang dicintainya kecewa ditelan janji. Aku memutuskan untuk menemaninya. Aku selalu merasa bersalah jika mengingat semua ini. Bukan, bukan karena aku tidak mencegahnya. Aku sudah memintanya agar aku saja yang menyetir dan mengantarkannya, tapi dia lebih kuat. Dia memaksa agar dirinya sendiri yang menyetir. Aku sudah mencegah dengan segala cara, tapi itulah seorang Mirza, segala caranya tidak bisa dilawan.

Perjalanan berjalan mulus, tapi tiba-tiba aku melihat air mukanya berubah pucat. Dia terlihat gelisah dan akhirnya semua itu terjadi. Tidak ada yang menyangka bahwa saat di simpang tiga yang sepi tiba-tiba muncul mobil pick up dari arah kanan yang artinya menabrak dari sisi sopir, sisi yang ditempati Mirza. Tiba-tiba, semua gelap. Aku tersadar saat berada di ruangan serba putih. Aku bangun dan segera mencari Mirza, menanyakan keadaannya. Tapi gagal, suster dan dokter memaksaku untuk beristirahat. Aku meronta melawan tapi hasilnya tetap nihil.

Baru aku esok harinya mendapatkan kabar bahwa Mirza, orang yang kamu cintai dan yang mencintai kamu, sahabatku, teman ceritaku, berpulang. Saat pemakaman, aku melihat detil lekuk wajahmu yang memancarkan kesedihan mendalam. 

Risa, sungguh maafkan aku. Aku bersalah telah gagal mencegah Mirza, menolongnya sebelum semua itu terjadi. Paksaanmu, permintaanmu, benar-benar membutakannya. Bukan, bukan aku menyalahkanmu, tapi itu bukti bahwa dia tulus mencintaimu. Sungguh aku bersalah. Menghilangkan semua kebahagiaan kalian, menenggelamkan kenangan kalian, dan membuatmu bersedih setelah kepergianya.

Kamu tahu, aku mengenalmu sebelum Mirza mengenalmu. Sampai aku menyukaimu, menyayangi, lalu mencintai dalam diam. Kita memang tidak pernah berkenalan tapi hatiku sudah mengenalmu. Tapi ternyata Mirza, sahabatku yang berhasil mendapatka hatimu.

Aku dan dia memang berbeda. Dia seseorang yang pemberani, penuh tantangan, dan bertanggung jawab. Sedangkan aku? Lelaki pemalu, tak pantas mendapatkan sebuah anugerah yang di dapatkan dengan keberanian, bukan rasa malu.

Tapi Risa, aku sungguh mencintaimu. Aku memang tak seberani Mirza, tak setulus Mirza. Tapi bukalah hatimu. Bersihkan debu dan masa kelam dihatimu. Dan simpan kenangan manis kalian di sebuah lemari kecil dalam hatimu. Perkenankan orang baru masuk ke hatimu dan mengisi semua harimu. 
Sungguh, maafkan aku. Maafkan atas kelalaianku.


Dari Deka
Tanganku gemetar. Dua lembar surat dari Deka terlepas.

***

"Silakan kopinya."
"Makasih mbak."
Seraya si pelayan pergi, kusesap perlahan cappuccino pesananku. Hangat.

Kulirik jam tanganku.
Satu jam. Sudah satu jam aku berada di cafe yang bahkan sebelumnya belum pernah aku singgahi. Sejenak kuperhatikan sekeliling. Interior cafe ini cukup cantik. Dinding yang berlapis wallpaper berwarna coklat begitu serasi dengan lantainya. Jam antik serta meja-meja kayu yang tampak kuno menambah nuansa vintage. Lagu-lagu akustik yang terus diputar membuatku percaya jika pemilik cafe ini memiliki selera musik yang bagus. Di sudut cafe, terlihat beberapa remaja sibuk bergurau satu sama lain. Di sudut yang lain, sepasang kekasih sedang asik bermesraan. Semua orang larut menikmati suasana. Kecuali aku.

Dan di sinilah aku. Menunggu. Kau tahu? Menunggu ialah pekerjaan yang mengesalkan. Menunggu membuatmu gelisah. Menunggu membuatmu resah dan tak nyaman. Dan kau hanya bisa menduga-duga tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Suara bel menandakan pintu cafe itu terbuka. Seorang laki-laki dengan kaus berwarna cokelat berjalan masuk. Ia terlihat seperti mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Aku memalingkan pandangan.

“Maaf aku terlambat. Satu jam.” Dia membuka percakapan seraya melihat jam tangannya. “Tadi aku harus menyelesaikan peker…”
“Cukup. Aku tidak butuh penjelasan itu.” Aku memotongnya.
“Maaf.”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Jadi apa tujuanmu mengajakku bertemu?”
“Ikut aku.” dia bangkit dan menarik tanganku.
Aku mengikutinya. Langkah kaki itu tegap, sama dengannya, Mirza.
Aku menaiki motornya. Motor laki-laki. Motornya berjalan dengan kecepatan tinggi.
“Kita mau kemana?” kataku agak berteriak karena melawan suara motor.
“Lihat saja nanti.”

Selama perjalanan yang ada hanya keheningan. Kami sama-sama diam, yang ada hanya suara berisik motornya.

“Maaf aku membawa motor dengan kecepatan tinggi. Kita sudah sampai.”

Kau tahu, tempat yang kami tuju penuh dengan batu-batu bertuliskan nama. Rumput-rumput kecil, dan pohon-pohon kamboja yang menemani. Kami berada di pemakaman. Aku hanya memandang lurus ke depan, memandangi punggungnya. Bulu kudukku terasa berdiri mengikuti langkah kaki Deka menuju sebuah batu nisan bertuliskan nama Mirza Haskafilah. Nisannya yang tertimpa cahaya senja terlihat bercahaya. Aku seperti melihat sosoknya tersenyum melihat kedatanganku dan Deka. Oh Tuhan…

Tanganku menengadah mengiringi doa yang dipanjatkan Deka. Air mata mulai mengalir membasahi pipi. Mirza, lihatlah, sekarang aku sedang bersama orang yang menyayangimu. Orang yang merasa bersalah atas kejadian satu tahun yang lalu. Orang yang selalu mencegahmu sebelum semua itu terjadi. Dan orang yang mencintaiku…

“Dek.. Deka..” kataku terisak memecah keheningan.
“Ya?” jawabnya setelah memandangi dan mengusap-usap nisan Mirza.
“Ayo ki.. kita pulang.” Kataku terbata.
Deka tersenyum.

***

Motornya terhenti si sebuah taman kota. Aku mengikuti dibelakangnya. Duduk di kursi ukir di tengah taman sambil memandangi anak-anak kecil yang berlarian bermain air mancur.

“Mari menikmati senja.” Katanya memulai percakapan.
“Aku suka senja.”
“Aku tahu, senja selalu menjadi lukisan indah dipelupuk matamu.”
Aku tersipu.
“Jadi, apa jawabanmu?”
“Jawaban apa?” aku menoleh, melihat siluet wajahnya.
Dia beganti menoleh. “Surat itu.”
“Aku sudah bisa membuka hati. Untukmu.”
Dia menoleh. Tersenyum dan tertawa riang.
“Aku berjanji pada diriku, padamu, dan pada Mirza. Bahwa aku akan menjaga orang yang Mirza cintai.”
“Tapi kan sekarang kau yang mencintaiku.” Aku mencubit pingganggnya.
“Hei, jangan.” Dia berlari, menghindari cubitanku. Aku mengejarnya.
“DI BAWAH SINAR SENJA HARI INI, KAMU TERLIHAT CANTIK SEKALI.” Katanya berteriak yang membuat anak-anak kecil yang sedang bermain air menoleh.

Aku tersipu. Kami tertawa. Di batas senja, aku menemukannya.

Selasa, 09 Juli 2013

Seribu Tahun Aku Akan Menunggu



Kamu tahu, mata ini berbinar ketika aku melihat gelak tawa saat kita bercanda. Mungkin kamu tak sadar aku melihat selengkung pelangi di matamu saat berkisah tentang hidupmu semua yang kamu tahu. Apa yang aku katakan sebagai respon ceritamu itu seperti motivator menceramahi audiencenya.

Namun yang aku rasakan, aku melakukan semuanya atas nama rasa. Rasa berupa degub kencang ketika kepalamu begitu dekat dengan pundakku saat duduk berdua. Rasa berwujud gugup saat kamu antusias mengajakku berbicara untuk bercerita. Dan rasa  berbalut cemburu ketika kamu dekat, tapi bukan dengan aku.

Kadang, sepasang lelaki dan perempuan lupa bahwa mereka hanya sekedar teman, tidak lebih. Yang lebih hanya rasa di antara mereka. Kadang juga, dalam sebuah pertemanan dua manusia saling memiliki rasa dan saling menyangkal pula itu cinta. Seperti yang aku rasakan kepadamu.

Jika tidak, mengapa seorang teman bisa secemburu ini? Seperti aku kepadamu, apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Ya, teman. Antara sebuah hal indah yang bisa mendekatkan aku dengan kamu. Atau hanya sebuah omong kosong yang menjadi penghalang bersatunya hatimu dengan hatiku.

Seribu tahun, aku akan menunggu...




- Dara Prayoga -

Aku, Kamu dan Jarak.



"Aku. Kamu. Jarak. Sudah selama ini kita bersama dan ada jarak di antaranya. Kamu tidak perlu tau bagaimana khawatirnya aku. Malam-malam yang aku lalui dengan begitu banyak prasangka hati. Kamu tidak  ingin tau bagaimana hati ini lelah sendiri menebak-nebak sedang apa kamu disana. Menimbang-nimbang apakah kamu disana benar-benar memikirkan aku, tanpa ada dia di sela-selanya.

Aku tidak ingin bertemu, karna bertemu denganmu hanya memantik bara api rindu. Jika saja jarak ini bisa aku habiskan dengan mengayuh, berenang, bahkan berlari, akan aku lakukan. Sayangnya, jarak ini tidak seperti itu. Jarak sering memperparah malam-malamku. Aku tidak sanggup lagi dengan apa yang ada di antara kita. Sebuah jarak semu.

Kamu dan aku duduk berdua tapi kita sendiri-sendiri. Banyak orang bilang, jarak bukanlah apa-apa bagi cinta tapi tidak begitu dengan jarak yang sedang aku hadapi ini. Ini soal jarak antara cinta, jarak antara cinta dan tidak sama sekali. Ini bukan soal tempat. Jarak ini soal rasa. Kita berdua terpisah oleh perasaan yang berbeda. Jarak antara 3 hati. Aku padamu. Kamu padanya...", kata seseorang di pucuk senja.






- Dara Prayoga -

Selasa, 18 Juni 2013

Bebas Lepas

Selamat malaaaam. Mari menikmati sabtu selooooo. Yuhuuuuu, malem ini adalah malam yang spesial. Kenapa? Karna malam ini adalah malam awal untuk menikmati malam-malam selanjutnya yang penuh keseloan. Karna 'everynight is saturday night'. Hahahahaha.


Setelah 10 hari 11 malam berperang melawan mata pelajaran yang sangat menjelimetkan otak pelajar. Malamnya berpikir membuat strategi hebat di otak. Bukan strategi mencontek dong, karna mencontek itu dosa. Setelah semalam berpikir lalu paginya siap berperang dengan 2 pelajaran setiap harinya. Sungguh minggu yang melelahkan. Dan perang tersebut adalaaaaaah Perang Dunia ke 3 yaitu UKK. Ulangan Kenaikan Kelas. Cukup. Eh tapi ulangan kekompakan kelas juga bisa. Karna posisi duduk siswa menentukan masa depannya (read: Rapot).

Jadi, kebayang kan gimana tersiksa batin, raga, dan pikirannya para kita si pelajar ini. Makanya itu rasanya seneng banget udah merdeka dan bebas dari jajahan materi UKK. Urusan remidi apa enggak itu tergantung Human Factor (faktor manusia alias kemampuan dan usaha) + God Factor (faktor Tuhan alias doa). Alhamdulilah, bukannya riya' (memperlihatkan sesuatu agar mendapat pujian) tapi insya Allah keduannya sudah saya lakukan.

Udah dulu ya ceritanya. Sekarang mau menikmati keseloan malam rabu. Selamat malam.



Minggu, 09 Juni 2013

Ini Hidup

Buat apa kamu mengejar orang yang nggak pantas dikejar?
Sedangkan ada orang yang tulus cinta sama kamu dengan sabar.

Buat apa kamu nungguin semuanya untuk menjadi pasti?
Sedangkan ada orang yang cinta sama kamu dari dulu tanpa kamu ketauhi.

Buat apa kamu selalu mengharapkan yang nggak pasti?
Sedangkan ada orang yang mengharapkan kamu untuk kembali.

Yang pasti adalah, kamu nggak akan mendapatkan dia. Karna dia buta, buta kamu. Dia nggak pernah melihat kamu walau kamu berada di sampingnya sekalipun. Sama seperti kamu, kamu buta olehnya. Kamu buta sama keberadaan orang yang selalu nunggu kamu sekalipun orang itu berada di depan mata kamu. Karna kamu nggak pernah menganggap orang itu ada.

Lihat, suatu saat nanti waktu akan membuktikan. Orang yang kamu harapkan, kamu kejar, kamu tunggu udah bersama orang lain. Udah punya orang lain.

Well? Fair? So well and so fair.
Ini yang namanya hidup. Kadang sesuatu yang kita inginkan nggak terpenuhi. Tapi, ada sesuatu yang lebih memenuhi dari apa yang kamu inginkan tanpa kamu ketauhi. Terkadang pilihan Tuhan adalah yang terbaik.

Jadi, berpikirlah dewasa. Jangan mau dibutakan oleh keegoisan hati.

Selasa, 28 Mei 2013

Kegagalan dan Keberhasilan

Halo selamat pagi! Apa kabar? For your information, aku posting blog ini lagi pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bukan buat menyelinap diam-diam buka internet, tapi memang udah disuruh sama gurunya.



Mungkin sekarang aku mau bahas yang lagi rame-rame dibicarain kemarin. Yaitu ramenya pengumuman SNMPTN undangan dari universitas-universitas negi di Yogyakarta. Dari hasil survei stalking akun twitter kakak-kakak kelas 12 yang baru saja lulus dari masa terindahnya yaitu masa SMA. Dari akun twitter yang lolos SNMPTN dan akun twitter yang gagal SNMPTN.

Hasil stalkingnya adalah kakak-kakak yang lolos SNMPTN mengupdate tweetnya secara bahagia. Yakali mereka malah sedih kalo lolos SNMPTN. Dan sebaliknya kakak-kakak yang nggak lolos alias gagal dalam SNMPTN, mereka secara langsung mengupdate akun twitternya dengan rasa sedih yang tidak berkelanjutan tapi ada juga yang sedih sampe sedihnya. Namun kebanyakan dari mereka yang tidak lolos SNMPTN tiba-tiba menjadi Mario Teguh gadungan. Maksudnya, kebanyakan dari mereka mengupdate tweet-tweet bijak yang entah untuk memotivasi diri mereka atau untuk menenangkan diri mereka dari kegundahan dan kesedihan.

Memang jika merasakan apa yang mereka rasakan dalam kegagalan itu pasti amat sedih. Ada rasa mengecewakan orang tua, menyusahkan orang tua, dan rasa sedih lainnya. Tapi, bukan bermaksud menggurui. Sesungguhnya kegagalan dalam SNMPTN adalah kesuksesan yang tertunda. Siapa tau mereka yang tidak lolos SNMPTN justru akan sukses dan bahkan mengungguli dalam SBMPTN. Karna faktor kemampuan manusia dan faktor Tuhan sangat berpengaruh. Jika kemampuan manusia dan usaha manusia sudah maksimal tapi tidak disertai olah doa, makan hasilnya akan nol. Tapi jika kita sudah melakukan keduanya, mungkin Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik. Jadi jangan bersedih buat yang tidak lolos, terus berjuang lagi. Mungkin kegagalan kalian adalah cara Tuhan untuk menghargai kerja keras kalian dengan imbalan kalian akan sukses di masa mendatang asalkan dilakukan secara jujur. Percayalah, sesuatu yang dilakukan secara baik dan tentunya ikhlas pasti akan ada hasil yang baik.

Dari persepsi diatas, aku sadar. Dari awal seharusnya kita harus memanfaatkan waktu dengan baik, memanfaatkan kesempatan dengan baik, dan memanfaat segalannya agar kita tidak menyesal di kemudian hari dan mengecewakan orang-orang yang kita sayangi. Berjuang untuk meraih kesuksesan itu tidak mudah. Pasti ada proses dan dalam proses tersebut pasti ada rintangan, rintangan yang tidak akan membuat kita berhenti.

Oke, tulisan diatas mungkin terjadi saat aku sedang dimasuki roh Mario Teguh. Mendadak bijak. Sekian dari saya. Terimakasih sudah membaca. Wasalam. 



Salam Super,

Fathi Abida Nurunnafi Ghaniyaska
Calom mahasiswi UGM (Amin)

Rabu, 03 April 2013

Mansa Mahabhakti 26 - Bahagia Itu Sederhana

Pagi itu hari Sabtu tanggal 23 bulan Maret tahun 2013, aku membuka mata dari istirahat malamku. Memulai pagi dengan senyum merekah di wajah yang akan membawa semangat dalam menjalani empat hari kedepan. Hiruk pikuk kota Jogja pagi itu belum terihat. Ya, kami peserta kemah Mahabhakti memang dipaksa untuk berangkat lebih awal. Di sekolah, keramaian mulai terjadi. Para peserta sibuk mempersiapkan barang-barang dan mendaftar barang tersebut. Suasana mulai tenang saat upacara pembukaan akan dilaksanakan. Semua mengikuti upacara dengan khidmat. Beberapa waktu setelah upacara selesai, suara bising truk-truk mulai terdengar. Ya, truk itu yang akan mengantarkan kami ke bumi perkemahan. Sekali lagi, kami diantar oleh truk. Rona wajah peserta mulai cerah saat melihat truk-truk itu datang.

Di perjalanan, mungkin peserta lain sama denganku. Mengeluh kepanasan. Mahabhakti belum dimulai saja, kami sudah diuji dengan diangkut truk, macam sapi-sapi yang akan diqurban. Harapan kami untuk diturunkan di bumi perkemahan pupus sudah. Kami tidak diturunkan di bumi perkemahan. Melainkan di sebuah lapangan yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik. Peserta diturunkan di lapangan itu ternyata punya tujuan. Ya, kami diharuskan oleh panitia Mahabhakti untuk berjalan sekitar 2 kilometer atau lebih, aku tak tahu pastinya. Peserta mulai mengeluh. Seperti tak ada semangat lagi, padahal ini baru kegiatan pertama dalam kemah Mahabhakti ini. Untuk berangkat menjalani kegiatan perjalanan bhakti saja sudah menyebalkan. Kami harus menjawab pertanyaan dan tebak-tebakan yang diberikan sangker atau sangga kerja.

“Sekarang pertanyaan untuk Ratnaningsih. Kan aku bendahara di ambalan Ratnaningsih, nah pasanganku yang menjadi ambalan Alibasyah siapa? Ada yang tau?”, tanya seorang sangker.

Seketika suasana hening. Tak ada yang tau jawaban dari itu. Tiba-tiba salah seorang anggota sanggaku mengacungkan tangan, hanya mengacungkan tangan tidak menjawab. Kami menebak-nebak dengan menyebutkan semua nama sangker putra. Pertanyaan itu belum juga terjawab.

“Mas Aliya!”
“Ya benar. Kalian boleh berangkat sekarang.” Akhirnya giliran kami untuk menjalankan perjalanan bhakti datang. Tapi anggota sanggaku yang mengikuti perjalanan bhakti tidak lengkap. Anggota sanggaku yang berjumlah 9 orang, hanya 6 orang yang tersisa yang bisa mengikuti kegiatan itu 2 orang dari sangga kami sakit dan 1 orang sisanya menjadi penjaga pos. Jadilah hanya kami berenam yang menjalankan perjalanan berat ini. Aku, Nadia, Nani, Naila, Azizah, dan Fariza. Kami berenam berusaha untuk kompak dan solid dalam kegiatan ini. Ada tiga pos dalam perjalanan bhakti ini. Tiga pos memang sedikit, tapi ternyata jarak antar pos mungkin bisa sampai 1 kilometer.

Pos pertama berhasil kami lewati, tak ada rintangan apapun, mungkin hanya keluhan-keluhan kecil kami karena kecapaian. Saat perjalanan menuju pos kedua yang sangat jauh, banyak cobaan yang kami hadapi. Tas ransel yang mengangkut bekal untuk perjalanan bhakti putus. Dengan ujian itu kami jadi kesulitan untuk membawanya. Yang kedua, kami berenam mulai kekurangan air. Dan itu memang cobaan terberat. Karena air sangat berperan penting dalam perjalanan ini.

Sinar matahari mulai ganas, aku tak tau tepatnya jam berapa. Yang jelas, sinar itu sangat menyengat dikulit. Belum sampai di pos kedua kami mulai sangat kelelahan. Padahal kami sudah beristirahat satu atau dua kali. Ya, perjalanan itu tidak seperti apa yang kami bayangkan. Perjalanan itu sangat jauh. Kaki-kaki kami mulai terasa patah. Keringat mulai menggumpal menjadi daki.

“Mau istirahat dulu?” tanyaku pada teman-teman.
“Terserah yang lain saja”, timpal salah satu temanku, Naila.
“Iya istirahat dulu, itu dibawah pohon jambu aja.” Jawab Nani. Kami mulai bersantai dan merenggangkan kaki di bawah pohon.
Terlihat ibu, bapak, dan anak yang sedang memanen jambu.
“Mau kemping dik?” tanya ibu itu.
“Iya bu.” Jawab kami hampir bersamaan.
“Kempingnya di buper dekat wisma itu ya?” tanya ibu itu lagi.
“Mungkin bu, kami juga tidak tahu karna tugas kami juga mencari buper itu. Masih jauh nggak bupernya bu?” tanya kami penasaran. Ibu itu terlihat berpikir,
“Ooooh itu ada disana tadi itu, mungkin kalian diputar-putar dulu”. Mulut kami menganga, mungkin pikiran kami sama. Antara bingung apa yang dikatakan ibu-ibu itu dan percaya dengan perkataan ibu itu.
“Bu, itu jambunya boleh dipetik?” tanya temanku yang memang sejak dari tadi lapar.
“Boleh dik, ini kan punya proyek, punya kabupaten.” Sahut bapak-bapak yang sedang memanjat untuk memetik buah jambu. Dengan air muka yang terlihat lebih cerah dari sebelumnya, kami semangat untuk memetik buah jambu itu.
“Hati-hati dik, itu jurang, nanti jatuh”, was-was bapak itu. Aku ikut mencoba buah itu.
“Hoeeeek, asem banget”, keluhku. Teman-teman tertawa.
“Tak apalah yang penting perutku terisi”, jawab Nani dengan polosnya. Kami semua tertawa lepas.

Lepas menikmati buah jambu sambil melanjutkan perjalanan, tak terasa kami sudah sampai pos dua. Dan pos itu ternyata terletak disamping Waduk Sermo. Ya, waduk itu sangat indah. Seketika rona wajah kami berubah 180 derajat. Padahal kami masih harus melewati satu pos lagi. Melihat pesona indahnya Waduk Sermo memang membuat hati senang. Ya, pada hakikatnya memang bahagia itu sederhana.

“Waaaaaah, sumpah bagus banget!”, teriak Nadia.
“Keren maksimal”, gumamku.
“Subhanallah”, suara lirih Naila terdengar ditelingaku. Mata kami semua seketika berbinar.
“Bagaimana? Bagus kan? Terbayarkan capainya? Sini foto dulu”, sahut seorang alumnus sekolahku sambil tersenyum merekah.
“Mauuuu!” Balas kami spontan. 

Setelah berhasil melewati pos dua kami memulai perjalanan menuju pos tiga dengan semangat. Menjumpai pesona Waduk Sermo memang seperti menjadi pos isi ulang semangat. Kami benar-benar mempunyai semangat baru. Biarpun kaki terasa patah, badan pegal, dan berpeluh keringat, sugesti mempunyai semangat baru memang menjadi sugesti positif.

Sampai juga kami di pos ketiga. Pos terakhir dan mungkin pos tempat kami mengeluh. Kakak penjaga pos berkata bahwa bumi perkemahan sudah dekat. Rona wajah kami kembali cerah. Dan akhirnya sampai di bumi perkemahan. Sangga kami termasuk sangga awal yang sampai di bumi perkemahan. Tapi, ternyata masih ada tugas lagi yang harus kami lakukan. Sampai di bumi perkemahan bukan istirahat, melainkan kami masih mempunyai kewajiban untuk membangun tenda.

Dalam keadaan mood yang berantakan, pikiran yang berantakan, pusing di kepala, dan tentunya rasa lelah yang masih melekat, ditugaskan membangun tenda bukan merupakan kegiatan yang tepat. Kami membangun tenda dengan suasana hati yang tidak karuan. Kami badmood berat. Kami berenam mulai mengeluh sambil tetap membangun tenda. Aku tahu, dengan mengeluh memang tidak akan merubah keadaan. Tapi dengan mengeluh, hatiku merasa lega. Itu saja yang aku inginkan. Pembangunan tenda pun selesai. Kami mulai mengangkat barang-barang ke atas dan menaruh di samping tenda dengan keadaan kami yang mengenaskan.
Selesai semua tugas kami. Aku dan Nadia memutuskan sholat untuk menenangkan hati. Saat turun ke bawah untuk ke masjid, kami pikir tempat wudhu berada di dekat masjid, tapi kenyataannya berbeda. Tempat wudhu putri berada di atas. Karena kami mulai kelelahan, kami terpaksa bewudhu di tempat putra, yang memang keadaannya sepi. Saat menuruni tangga tiba-tiba terdengar suara.

“Hei hei! Kalian mau kemana?”, tanya seorang sangker putra, Kak Daus namanya.
“Mau wudhu”, sahut Nadia.
“Tempat wudhu kalian itu di atas, itu tempat wudhu putra!” timpal teman Kak Daus, namanya Kak Reza.
“Ya itu lagi sepi tempat wudhunya. Capek mas ke atas”, keluh Nadia.
“Tidak bisa, salah kalian sendiri nggak tanya dahulu sama yang ada di atas”
“Ya ampun, kan nggak tahu mas. Cuma wudhu kan nggak papa”
“Terserah, pokoknya tempat wudhu di atas, nanti kalau diapa-apain gimana?”
“Ya ampun, siapa juga yang mau ngapa-ngapain kita”, jawab Nadia kesal.
“Yaudah, pokoknya cepat ke atas!” bentak Kak Daus
“Iya! Nggak usah bentak-bentak bisa? Mau sholat saja susah.”, teriakku pada sangker itu. Kami langsung meninggalkan orang menyebalkan itu.

Tiba-tiba dadaku sesak. Kepalaku berat. Rasanya tak ada bahagianya dan tak ada gunanya mengikuti kemah itu. Hanya mendapatkan lelah dan bentakan. Aku benci dua hal itu. Semua pikiran pendekku mulai menyerbu otak. Membuat hati tak kuat, dan mengeluarkan air mata. Aku menangis. Aku seperti orang lemah.

Selesai sholat, hatiku mulai tenang. Pikiranku mulai jernih. Aku dan Nadia memutuskan untuk makan siang di sore hari. Setelah istirahat, sholat dan makan, kami masih harus melakukan kegiatan upacara pembukaan kedua. Lepas Maghrib, kami mulai menata tenda dan menyiapkan makan malam. Salah seorang temanku, Jugi menyiapkan makan malam.

“Bahan makanannya hilang!” tiba-tiba ada suara teriakan dari belakang tenda, suara Jugi. Sontak kami semua kaget dan mencari-cari dalam keadaan gelap. Aku dan Nadia berlari menuju sekretariat untuk melaporkannya.
“Mbak bahan makanan kita hilang.”, keluhku.
“Di tempatkan apa?”, tanya seorang sangker putri.
“Kantong kresek garis-garis hitam putih”.
“Coba dilihat itu di sana!”, sahut seoarang sangker putra. Melihat di sana ada kantong kresek sesuai ciri-ciri bahan makanan milik kami, hati kami mulai merasa lega. Saat aku dan Nadia mengecek, ternyata ada kertas bertuliskan ‘PENCOBA 2’ yang menempel di kresek tersebut. Sesak sekali rasanya.
“Itu bukan dik?”, tanya salah seorang sangker putri.
“Bukan itu mbak, itu milik pencoba 2. Bayangkan mbak, itu bahan makanan kita selama 4 hari. Kalo hilang terus kami mau makan apa 4 hari kedepan?”, keluhku.
“Jadi kalian belum makan? Ya kalian ke tenda dulu, istirahat. Nanti kami cari.” Jawabnya.
“Nggak bisa lah mbak. Kita nggak bisa tenang kalau belum ketemu”, keluh Nadia.
“Yaudah, minum nih energennya, kalian berdua belum makan kan?, tiba-tiba ada suara seorang sangker putra, namanya Kak Adit.

Melihat keributan, salah seorang sangker putra yang siang tadi membentak kami, datang. Kebetulan jabatannya sebagai seksi keamanan.

“Bagaimana? Ada apa? Apa yang hilang?” tanya Kak Daus
“Bahan makanan.”, jawabku pendek.
“Apa? Dicuri sangga putra? Ayo tak temenin ke sangga putra.”
“Apa? Ke sangga putra? Mana boleh.”, balas Nadia.
“Sama keamanan kok, rapopo. Ayo Feb, kancani bocah loro iki”, ajaknya.
Karena wilayah sangga putra gelap, kami memutuskan untuk berhenti sejenak. Dan berpikir apakah mau melanjutkan atau tidak.
“Ayo nggak papa, ini sama sie keamanan kok. Eh, senternya kok ra terang. Sek tak ganti senter sek. Titip, Feb”, kata sangker putra itu.
“Ilangnya gimana?”, tanya teman Kak Daus. Namanya Febri.
“Ya kan tadi barang semua dikumpulkan di lapangan. Kita lupa buat ambil.” Keluhku.
“Lah kan kalian sendiri yang lupa”, balas Mas Febri santai.
“Yaudah sih kami tadi siang itu badmood, kalau kita suruh angkat barang dari bawah ke atas malah nambahin badmood. Mana sempat memikirkan barangnya.”, bentakku.
“Yaudah, jangan emosi, nanti ini juga mau dicari”
“Bayangin, itu bahan makanan selama 4 hari. Kalo hilang mau makan apa kami?”, sahut Nadia sambil menangis. Aku juga menangis. Untuk yang kedua kali.
“Ya masa panitia nggak ngasih makan. Masa diem aja. Udah, nggak usah nangis kalian.” Jawabnya menenangkan.
Dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara keributan dari sekretariat.
“Diiiiiik! Diiiiik! Tadi adiknya mana?”
“Itu kayaknya kalian dipanggil itu?”, kata Mas Febri. Kami bertiga langsung menuju sekretariat.
“Ya ampun , kenapa nangis dik?” “Udah ketemu belum dik?” “Dik kok nangis?”, terdengar hingar bingar panita menanyakan keadaan kami yang sedang menangis.
“Ini dek udah ketemu.” Kata salah seorang saker putrid sambil tersenyum.
“Sudah nggak usah nangis dik, kan sudah ketemu”.
“Ya ampun. Alhamdulilaaaah. Makasih banyak ya mbak. Makasih banyak.” Kata kami spontan hampir bersamaan.
“Sekarang kalian kembali ke tenda, istirahat, makan, lalu sholat Isya. Habis sholat Isya kita masih ada kegiatan.”, kata seorang ketua sangker. Kami kembali ke tenda dengan penuh ketenangan. Seluruh anggota sangga bersyukur dan bersorak gembira. Bahagia itu sederhana.

Setelah sholat Isya, kami diharuskan memakai seragam pramuka lengkap dan membawa slayer.
“Bisa cepat tidak kalian?”. “Jangan lupa membawa slayer!”. “Tidak boleh ada yang membawa senter!”.  Nada bentak-bentak itu terdengar berisik ditelinga kami. Aku tahu kegiatan ini. Kegiatan kami dibentak-bentak. Kegiatan yang aku benci. Benar saja. Saat kami baris saja menyuruhnya sudah membentak.
Dalam kegiatan itu, kami diharuskan berdiri dan kami dibentak-bentak sesuai kesalahan kami.
“Apa tujuan kalian sekolah di MAN 1 jika kalian tidak tertib? Hah!”. “Mana ULIL ALBAB kalian?”. “JAWAB!! Saya tidak berbicara dengan patung ataupun tembok. Kalian manusia kan? Jawab!” 
Kata-kata itu yang sering terdengar saat kegiatan itu berlangsung. Beruntungnya aku tidak mempunyai kesalahan apapun. Tapi sepertinya mereka selalu mencari-cari kesalahan dan membentak.
“Kamu mau melakukan apa untuk menebus kesalahanmu ini?”
Diam. Hening. “Jawab! Saya bicara dengan manusia, bukan patung!”
“Push up 50 kali.” Kata salah seorang anak yang mendapatkan hukuman dengan nada sok tegas untuk menutupi ketakutannya.
“Oh, mau jadi sok kuat kamu?”, bentak seorang alumnus.
“Siap tidak!”, jawabnya lantang.
“Lalu apa tujuan kamu? Hah!” 
“Untuk mempertanggung jawabkan kesalahan saya.” 
“Mau main fisik? Jangan sok kuat! Pake nantangin fisik lagi! KUAT HAH! KUAT? Kalo nggak kuat bilang!” timpal alumnus dengan nada membentak.

Aku tak tahu apa tujuan mereka membentak dan memarahi kami semua. Untuk senioritas? Balas dendam? Mungkin. Jika kegiatan ini turun-temurun. Tradisi bentak-membentak dalam pelantikan tidak akan ada habisnya. Seharusnya tradisi ini dihentikan.

Setelah kegiatan bentak-membentak selesai. Kami diharuskan untuk menutup mata dengan slayer. Ya, kami seperti menjadi lelucon oleh mereka. Saat mata kami ditutup, mereka mempermainkan kami, menyuruh kami menunduk, jongkok, lompat, naik, dan sebagainya. Kami dpermainkan seperti robot. Menyebalkan. Kegiatan bentak membentak dan permainan lelucon robot selesai, kami diberhentikan di wisma. Kami menjalani kegiatan renungan.

Pukul 23.00 Kegiatan hari pertama selesai dan diakhiri dengan upacara penyematan badge PTA. Tapi aku tak mengikutinya. Saat berusaha berdiri tegak untuk baris, kepalaku terasa berat. Pandanganku kunang-kunang. Aku seperti ingin pingsan. Tiba-tiba semua gelap.

Aku membuka mata karena merasakan pijatan halus di kepala dan sentuhan lembut ibu guru mengoleskan minyak kayu putih ke leher dan kepalaku. Ternyata aku berada di tenda komando. Pusing di kepalaku mulai berkurang. Malam hari pertama, aku tidak tidur di tenda bersama teman-teman.

Esoknya, aku kembali ke tenda untuk menemui teman-temanku. Kegiatan hari kedua adalah bersenang. Ya, kami mengikuti kegiatan lomba yang menyenangkan. Tapi setiap hal memang tak ada yang sempurna. Tapi ada suatu kejadian yang membuat aku dan teman-temanku kagol. Saat lomba FKR (Festival Kesenian Rakyat), kami menampilkan tarian daerah dan itu pasti diperlukan musik. Dan soal sound membuat kami kecewa. Panitia tidak mempersiapkan dengan baik.

“Ah yasudahlah, terserah. Kagol.”, keluhku.  
“Tau ah. Males ah kalo gini nih”, keluh Nadia melanjutkan keluhanku. 
“Maaf ya untuk sangga PERINTIS E, soundnya tidak sesuai apa yang diharapkan”, permohonan maaf disampaikan dari pengurus lomba FKR untuk kategori tari daerah. 
“Terserah ah. Kagol. Embohlah.”, keluh teman-temanku lainnya. 
“Yaudahlah, nggak papa. Udah minta maaf juga kan sangkernya.”, timpal Jugi menenangkan kami.

Karena permasalahan itu, seketika mood kami turun. Bayangkan saja, kami sudah latihan berhari-hari sampai sore untuk menampilkan yang terbaik untuk lomba ini. Tapi seutuhnya, aku senang dengan kegiatan hari kedua. Memang sudah sepantasnya kami merasakan kesenangan karena di hari pertama, aku benar-benar merasakan siksaan.

Hari kedua berhasil kulewati. Rasa kesal pada hari pertama benar-benar terbayar lunas dengan kesenangan. Bahagia itu sederhana. Malamnya, kami mempunyai kegiatan bebas sesuka hati. Kegiatan itu adalah menonton film “Life of Pi”. Aku menikmati setiap menit film tersebut. Film yang bagus. Tapi yang aku lihat, kebanyakan dari kami mungkin tidur saat menonton film karna kami kelelahan. Dan acara nonton film pun dihentikan karena kebanyakan dari kami sudah terlelap macam ikan teri dijemur.

Aku membuka mata dari tidur lelapku. Kami dibangunkan tidak seperti biasanya. Kami dibangunkan mungkin pukul setengah tiga atau lebih. Kami harus melakukan mujahaddah. Karena kebetulan aku sedang mendapatkan tamu rutin setiap bulan, aku tidak melakukannya.

Kegiatan hari ketiga diawali dengan kegiatan tadabur alam. Kegiatan itu amat menyenangkan walau kami merasa kelelahan. Kami menyusuri hutan, menyebrangi sungai, dan mendaki bukit hingga kembali ke bumi perkemahan. Itu adalah pertama kalinya aku menyusuri hutan. Dan itu menyenangkan. Karena bahagia itu sederhana.

Hari ketiga ditutup dengan kegiatan api unggun. Kegiatan yang mengesankan. Aku menikmati kegiatan itu. Kegiatan utama dan ciri khas dalam perkemahan. Aku menikmati setiap pertunjukan dari peserta mahabhaki ataupun sangga kerjanya. Malam itu, aku merasa bahagia.

Selasa, 26 Maret 2013. Aku dibangunkan oleh suara yang biasa ku dengar. Suara yang selama empat hari setia membangunkan kami setiap pagi. Suara kakak-kakak sangga kerja. Ya, hari itu, hari terakhir kamu mengikuti perkemahan Mahabhakti. Rasa senang dan rasa sedih bercampur. Senang karena bisa kembali ke rumah dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Sedih karena aku, atau mungkin kami semua akan rindu dengan suasana ini. Rindu dengan suara-suara kakak sangker yang setia membangunkan kamu di pagi hari. Rindu dengan senyum semangat yang dipancarkan kakak sangker. Rindu dengan suara bentakan-bentakan mereka. Rindu dengan hiruk pikuk kamar mandi yang ribut dengan antrian.

Memang, aku mungkin mengeluh dalam setiap kegiatan yang melelahkan. Tapi sungguh, aku menikmati setiap kegiatan Mahabhakti ini. Karena aku tahu, mereka membuat setiap kegiatan ini dengan susah payah. Mereka berpikir keras membuat setiap kegiatan. Untuk apa? Untuk dapat kami kenang. Agar apa? Agar kita senang. Mereka ingin kita merasa bahagia. Mereka hanya ingin kami mengenang dan mengingat perkemahan Mahabhakti ini. Pada hakikatnya, kebahagiaan muncul karena kesederhanaan. Bahagia karena tidur selama empat hari bersama-teman-teman. Kami hidup bersama dengan satu angkatan. Suka dan duka kami lewati bersama. Tangis dan tawa. Rasa lelah dan kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan itu pasti ada dalam kesusahan dan dalam keadaan apapun. Karena, bahagia itu sederhana.


Hari pertama di samping tenda. Dari kiri: Fariza, Jugi, Nani, Aku
Waktu tadabur alam sempet ngelewatin hutan pinus, dan itu keren banget. Dari kiri: Azizah, Aku, Jugi, Naila, Layli, Nani, Fariza. FYI, yang motoin Nadia, jadi dia nggak nampang

Dari kiri: Azizah, Nadia, Jugi, Naila, Layli Nani, Fariza. FYI, yang motoin aku, jadi giliran aku yang nggak nampang


Perkemahan Mahabhakti ke 26
Kulon Progo, 23-26 Maret 2013

Selasa, 02 April 2013

Sosok



Dalam gelapnya malam kelam yang tertutup oleh saputan awan hingga tak ada bintang yang terlihat dilangit, wanita paruh baya itu duduk termenung di beranda gubuk sederhanya. Dari sorot matanya yang memandangi langit mendung dimalam hari, aku melihat kepedihan perasaannya saat ini. Dua belas tahun berlalu, ia hidup sendirian di gubuk sederhana.

Aku mungkin bisa disebut orang baru dalam perkampungan ini. Perkampungan yang jauh dari riuhnya kota, yang bahkan hanya sedikit mendapatkan sentuhan aliran listrik. Hanya bangunan-bangunan tertentu saja yang mendapat aliran listrik, seperti balai desa dan masjid kampung. Untuk ke kota saja, penduduk  harus berjalan 4 kilometer untuk sampai distasiun kecil menuju stasiun kota kabupaten.

Lima tahun aku tinggal di kampung pedalaman ini, aku tak pernah berpikiran untuk kembali ke kota. Karna jika aku memutuskan untuk kembali ke kota itu sama artinya dengan aku kembali dengan masa laluku yang kelam.

Sebenarnya aku pergi ke kampung ini bukan memiliki maksud khusus untuk mengabdi misalnya atau apapun. Aku pergi ke kampung ini hanya untul mengikuti tujuan otakku saat itu, ‘pergi dari rumah sejauh-jauhnya’, itu saja. Dan sampailah aku di kampung pedalaman ini, kampung yang bahkan sinyal tidak bisa dijangkau sekalipun kau menaiki bukit dan pegunungan dipucuk hutan sana.

Sebentar itu aku tinggal di kampung ini, aku bisa mulai terbiasa akan keadaan kampung ini. Kampung yang penduduknya ramah dan leluhur-leluhur yang sangat menanamkan arti kebersamaan.

“Uhuk…huk..uhuk..”, tanpa sadar aku telah meminum ampas kopi malam ini yang membuat aku tersedak. Rupanya kopinya sudah habis. Aku kembali memandang gubuk itu, wanita itu ternyata masih ada. Sepertinya sudah lama sekali aku memikirkan masa laluku. Wanita itu tiba-tiba masuk dan suara pintu yang tertutup itu membuyarkan lamunanku.

Aku segera masuk rumah karna udara malam yang semakin dingin menembus pori-pori kulit. Aku merenggangkan tubuhku diatas ranjang dan menutupi badanku dengan kemul kusut. Aku berpikir sesuatu.

Lima tahun silam.
“Aku tidak akan bisa memaafkanmu!”, wanita itu mendorong seorang lelaki ke ambang pintu.
“Kau membunuh darah dagingmu sendiri! Akal sehatmu ditaruh mana hah?! Dimana otak yang kau gunakan untuk bekrja mendapatkan uang? Dimana perasaan yang kau gunakan untuk menyayangi Mona? Apa kau tidak bisa menyayangi Maya? Pergi dari rumah ini!” Wanita itu masih memaki-maki lelaki itu. Dan lelaki itu hanya bisa termangu dalam diam, dan dengan tampang pias menunduk.

“Mengapa kau diam saja? Kau tak berani menjawab? Apa gunanya kau menjadi seorang ayah jika membunuh anakmu sendiri?”, wanita itu besungut-sungut dengan muka merah padam.
“ITU KARNA MAYA BUKAN DARAH DAGINGKU! MAYA ADALAH DARAH DAGING LELAKI LAIN!”, timpal lelaki itu setelah mengumpulkan alasan untuk menjawab.
“Kau… Tutup mulutmu! Tutup harimaumu itu! Maya itu anakku!”, jawab wanita itu sambil terisak.
“Dia anakmu, tapi bukan anakku!”
“Lantas apa artinya janji-janji kau dulu yang ingin menyanyangi anakku?”
“AKU MURKA DENGAN ANAKMU!” jawaban lelaki itu terdengar seperti perasaan amarah yang telah dipendam dalam hatinya sejak lama.

GLEGAAAAAR!!! Suara petir membangunkanku dari mimipi burukku. “Mimpi….itu hanya mimpi.. Mimpi yang berkisah masa laluku.” Adzan subuh berkumandang dari masjid kampung. Aku berusaha bangun dan bergegas mengambil air suci untuk berwudhu. Menuju masjid dengan pikiran yang semrawut. Pikiran tentang masa laluku.

Dalam sujud sholat subuhku, aku merasa kepalaku susah diangkat untuk melakukan atahiyyat akhir. Tapi kepalaku benar-benar sulit digerakkan dan aku tidak sadaran diri. Aku hanya merasa kelam. Gelap. Semua gelap.


Minggu, 10 Maret 2013

Apa Itu Blog?


Halo! Selamat siang, selamat hari Minggu penikmat blog. Oke sapaannya segitu dulu ya.

Ada yang tau internet Pasti tau semua dong, buka blog ini kan juga pake internet. Ya kalo ada yang nggak tau internet, minimal google tau lah. Dijaman modern kayak sekarang ini internet itu udah kaya makanan manusia. Bangun tidur bukannya ngerapihin tempat tidur malah update dulu di twitter.  Lagi galau, update status dulu di facebook. Lagi makan di restoran bukanya dimana tuh makanan tapi malah di foto terus di upload di instagram sampe makanannya basi saking sibuknya ngedit tuh foto makanan. Dan masih banyak lagi hal absurd manusia-manusia gaul bersama internet.

Emang ya, di jaman sekarang ini internet tuh manjain kita banget. Internet itu bisa buat ngeksis, belanja, pencitraan, bahkan buat kerja. Padahal fungsi utama internet menurut ilmu itu untuk media informasi dan komunikasi. Nah, kali ini aku mau bahas aplikasi internet yang bisa buat curhat, promosi, bahkan mencari nafkah.


Ada yang tau gambar diatas gambar apa? Yap, itu gambar lambang blog. Ada yang tau nggak blog itu apa? Nggak tau ya? Yaudah ini juga mau dikasih tau kok. Jadi menurut wikipedia. Iya menurut wikipedia, karna aku juga nggak tau definisi blog secara detail. Oke balik lagi, blog itu singkatan dari web log. Nah blog itu suatu bentuk aplikasi web berupa tulisan-tulisan yang dimuat atau di posting secara berkala pada sebuah halaman web umum oleh pembuatnya. Biasanya blog ini sifatnya terbuka tapi juga bisa kok setting buat blog pribadi. Tapi juga dasarnya blog itu juga website pribadi cuman ada juga blog itu dipake oleh suatu lembaga atau perusahaan.

Oiya, FYI pengertian blog secara teori tuh sebuah conten menegemen sistem  (CMS) mesin pembuat  web yang memudahkan kita membuat webside tanpa harus menguasai bahasa pemrograman HTML, CSS, PHP dan sebagainya. Karena dengan blog kita dimudahkan untuk membangun sebuah Web.

Nah setiap kemunculan sesuatu pasti ada sejarahnya dong. Nah sejarah blog itu pertama kali dipopulerkan oleh Blogger.com, yang punya Blogger.com itu Pyra Labs sebelum akhirnya PyraLab diakusisi oleh Google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak banget aplikasi-aplikasi internet yang sifatnya sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.

Blog itu punya fungsi yang beragam, dari media buat curhat, media sebagai catatan harian atau diary,  media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampe program-program media dan perusahaan-perusahaaan atau juga bisa sebagai media promosi. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sedangkan sebagian lainnya dipelihara sama beberapa penulis. Banyak juga weblog yang punya fasilitas gadget interaksi sama pembaca dan pengunjung blognya, misanya kayak buku tamu dan kolom komentar yang diperkenankan untuk para pengunjung dan pembacanya dengan tujuan meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang diposting sama owner atau juga bisa menyampaikan opini tentang blog tersebut. Jadi kalian para pembaca blogku jangan segan-segan untuk nggak menyampaikan pendapat kalian di comment box atau opinion box. Tapi ada juga yang yang sebaliknya atau sifatnya non-interaktif. Sebenernya kalo blog sifatnya non-interaktif itu nggak seru loh.

Situs-situs web yang terkait berkat weblog atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut blogosphere. Jika sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berkali-kali muncul buat beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka itu tuh sering juga disebut blogstorm atau kalo ada yang nggak ngeti bahasa inggris, bahasa indonesianya itu badai blog.
 Blog itu juga punya jenis-jenis loh tapi pada dasarnya sama sih fungsinya. Ini dia, cekidot.
 
1. Blog Politik: Biasanya sih tentang berita, politik, aktivis, dan semua persoalan berbasis blog juga buat kampanye.
2. Blog Pribadi: Nah, blog saya termasuk jenis ini nih. Yaitu blog sebagai buku harian online yang isinya tentang pengalaman keseharian, keluhan, puisi atau syair, gagasan, perbincangan teman, dan lain-lain.
3. Blog Bertopik: Blog yang kayak gini nih membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan tertentu alis pada satu topik doing. Biasanya yang punya blog kaya gini itu tipe-tipe orang yang konsisten. Duh soktaunya mulai keluar.
4. Blog Kesehatan:  Pastinya blog kayak gini bahasnya lebih spesifik tentang kesehatan. Blog kesehatan kebanyakan berisi tentang keluhan pasien, berita kesehatan terbaru, keterangan-ketarangan tentang kesehatan, dan lain-lainnya.
5. Blog Sastra: Sebenernya aku mau jadiin blog ini sebagai blog sastra, Cuma karena emang terlanjur jadi blog curhatan jadi gagal. Lebih dikenalnya itu sebagai litblog (Literary blog).
6. Blog Perjalanan: Blog kayak gini fokus sama bahasan cerita perjalanan yang menceritakan keterangan-keterangan tentang perjalanan/traveling.
7. Blog Riset: Kalo kayak gini biasanya yang punya itu ilmuwan karena bahasnya tentang persoalan tentang akademis seperti berita riset terbaru.
8. Blog Hukum: Nah kalo kayak gini yang punya para pengacara kali ya. Bahasnya tentang persoalan tentang hukum atau urusan hukum; disebut juga dengan blawgs (Blog Laws).
9. Blog media: Kalo ini emang jenis yang mencakup semua karna kan emang fungsi blog itu berbagi informasi. Cuma mungkin jenis ini itu fokus pada bahasan berbagai macam informasi.
10. Blog agama: Blog macam gini tau dong guys, blog ini biasanya juga bahas tentang agama atau tausiah gitu.
11. Blog Pendidikan: Blog jenis kaya gini itu biasanya ditulis oleh pelajar atau guru. Ini blog yang sangat berguna loh guys.
12. Blog Kebersamaan: Topik blog lebih spesifik dan ditulis oleh kelompok tertentu atau komunitas bahasa gaulnya.
13. Blog Petunjuk (directory): Kalo kaya gini blognya itu sebagai penunjuk arah, isi blognya itu ratusan link halaman website.
14. Blog Bisnis: Udah pada taulah kalo blog kaya gini buat apa. Jelas digunakan oleh pegawai atau wirausahawan untuk kegiatan promosi bisnis mereka lah.
15. Blog Pengejawantahan: Blog macam ini itu fokus tentang objek diluar manusia; seperti hewan, tumbuhan, dll.
16. Blog pengganggu (spam): Ini nih blog yang nyebelin abis. Digunainnya itu buat promosi bisnis affiliate; juga dikenal sebagai splogs (Spam Blog)
17.Blog Virus: Duh blog ini tuh blong ternyebelin. Fungsi dari blog jenis kayak gini tuh merusak. Kurang nyebelin apa coba

Gimana guys, udah tau kan jenis-jenis blog apa aja, ternyata ada banyak. Dalam dunia per-blog-an istilah ngeblog udah familiar dong. Ngeblog adalah suatu kegiatan dimana pemilik blog menulis postingan diblognya dan biasanya dilakukan setiap waktu untuk mengetahui eksistensi pemilik blog. Orang yang suka ngeblog itu disebut blogger. Nah para blogger ini biasanya punya komunitas sesuai daerah misalnya atau kampus atau dari suatu website dan lain-lain. FYI, blogger ini dalam satu sisi adalah sebuah perkerjaan. Iya, seperti yang aku bilang diawal tadi, blog juga bisa jadi sumber cari duit guys. Jadi para blogger ini menjadikan blognya sebagai sumber pemasukan utama melalui program periklanan (misalnya AdSense, posting berbayar, penjualan tautan, atau afiliasi). Sehingga kemudian muncullah istilah blogger profesional, atau problogger, yaitu orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari aktivitas ngeblog karena banyak saluran pendapatan dana, baik berupa dolar maupun rupiah, dari aktivitas ngeblog ini. Tuhkan guys, blog ini emang serba guna banget kan, makanya ayo ngeblog.

Oiya guys, aku juga mau kasih tau hal penting nih. Karena blog sering dipake buat nulis aktivitas sehari-hari yang terjadi pada penulisnya, ataupun merefleksikan pandangan-pandangan si penulis tentang berbagai macam topik yang terjadi dan untuk berbagi informasi. Ternyata blog menjadi sumber informasi bagi para hacker, pencuri identitas, mata-mata, dan lain sebagainya. Banyak berkas-berkas rahasia dan penulisan isu sensitif ditemukan dalam blog-blog. Hal ini berakibat dipecatnya seseorang dari pekerjaannya, diblokir aksesnya, didenda, dan bahkan ditangkap. Jadi yang penting pada hati-hati juga ya kalo ngeblog. Tapi jangan pada takut buat ngeblog, karna ngeblog adalah salah satu cara buat mngekspresikan diri sendiri melalui tulisan kita. Pada dasarnya berbagi itu nggak merugikan kok guys.

Gimana? Pengetahuan kalian bertambah nggak? Pastinya dong. Jadi nggak ada yang salah kalian untuk ngeblog ataupun menjadi blogger. Banyak keuntungannya guys. Sekian dulu ya dari owner cantik ini (Amin). Semoga bermanfaat ya guys. Wasalam :)

Jumat, 29 November 2013

Rindu Senja

Tak terikat dengan jelas
Tak berteman cahaya bias
Dan tak terkira tanpa pikir
Menjadi asa yang terukir

Olehku, kau seperti senja
Melukis garis jingga
Menggapai malam
Menunggu langit padam

Kau seperti senja
Berhias ikan-ikan terbang
Dan burung-burung yang berenang
Yang terdefinisi
Kau, tak pernah ada

Kau seperti senja
Tiba saat kunanti
Pergi tanpa permisi
Tak terduga, tak tereja

Dan aku seperti awan
Menantimu datang
Melepaskanmu bersama bintang
Merelakanmu tanpa melawan

Lalu apa maksudku?
Bergejolak di angkasa biru
Bersandar oleh sendu
Bertikai dengan rindu
Tanpa kau
Yang hadir di celah jiwaku

Ada penantian tak terbatas
Di setiap rindu yang menetas
Ada jiwa yang tertindas
Di setiap hati yang kandas

Kita, berada di titik satu
Tapi takkan pernah bersatu
Dalam imaji yang semu
Yang kusebut, rindu



28 November 2013



Hingga Kamu Hadir

Tak terhitung berapa banyak sesuatu ini terjadi.  Tersakiti dan membuatku merasa kecil di dunia ini. Kecewa dan membuatku menyerah untuk berjuang. Dikhianati dan membuatku tak percaya pada orang lain. Jatuh berkali-kali dan membuatku takut untuk bangkit lagi. Kesepian dan membuatku takut oleh kehadiran seseorang. Kesalahpahaman dan membuatku tidak pernah mengerti maksud orang lain. Sakit hati dan membuatku takut untuk mencintai. Aku takut pada semua yang akan terjadi di masa depan. Takut jika semua itu terjadi lagi.

Hingga kamu hadir. Entah apa maksud kehadiranmu. Sampai aku takut menerima kehadiranmu. Tapi kamu merubah semuanya. Memberikan jingga dalam senja. Menampakan warna dalam pelangi. Menimbulan deras dalam hujan. Menggapai harapan dalam penantian.

Kamu, hadir dalam jiwaku yang terlahir baru.

Kembali Lagi

Haloooooo para pembaca. Hahaha kayak punya pembaca aja Fik. Apa kabar semua? Baik-baik saja kan? Syukurlah. Aku? Aku memaksakan diri untuk baik-baik saja.

Oiya, udah berapa abad blog ini terbengkalai? Maaf ya, lagi sibuk soalnya. Daaaaaan...... SEKARANG BLOG INI KEMBALI DIURUSIN SAMA YANG PUNYA. Alhamdulillah. For your information, bentarlagi yang punya blog ini bakal punya pacar posting sesuatu. Mau tau? Simak setelah komersial break yang satu ini yaaaaaa.

Sabtu, 10 Agustus 2013

Aku Sayang Kamu

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu tepat dihadapanmu, tapi tak pernah datang keberanian itu.
Aku hanya bisa menikmati kesempurnaanmu dalam diam.
Aku lelah berandai-andai.
Andai kamu tahu.
Andai kamu mengerti.
Andai aku bisa mengatakannya.
Tidak ada habisnya.

Aku sudah tahu akan seperti apa akhir kisah ini.
Aku yang bukan siapa-siapa, takkan pernah bisa bersanding dengan yang sempurna.
Selamanya, akan ku genggam rasa ini dalam hati.
Aku hanya tak ingin menyakiti diri sendiri dengan menerima kenyataan, kamu tak bisa, bahkan tak mungkin menjadi milikku.
Biarkan ku simpan indahmu dalam benakku.
Kan ku berikan sajak indah di hati dalam setiap hadirmu.
Sampai aku tidur terlelap karna lelah menjaga rasa ini dan memimpikan kamu lagi.

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu...



- Dara Prayoga -

Selasa, 23 Juli 2013

Bahagia

Halooo. Selamat malam para pembaca. Postingan kali ini maaf ya kalau alay, maklum lagi bahagia. bahagianya juga alay, jadi kebawa alay. Oke, sudah ngomongin alaynya.

Kalian tahu hari ini tanggal berapa? Tanggal 23 Juli 2013. Kalian tahu tanggal sebelumnya tanggal berapa? Tanggal 22 Juli 2013. Dan kalian tahu tanggal itu tanggal apa? ITU TANGGAL KELAHIRANKU. TANGGAL ULANG TAHUNKU. Jelas?

Cerita dimulai dari hari kemarin, 22 Juli 2013.
Pagi-pagi, semua terasa biasa saja. Temen-temen sekelas XB nggak ada yang kasih ucapan. Mereka semua diam tapi tidak dalam diam. Kalo nggak tahu maksudnya, diem aja. Sempet bingung dan sedih waktu mereka bener-bener nggak ada yang kasih ucapan. Apa mereka lupa? Masa lupa?, pikirku. 

Setelah melewati pagi dengan penuh kecanggungan, bel pun berbunyi. Pelajaran pertama berjalan dengan lancar. Bel menunjukan jam pelajaran ke 2. Pelajaran Sastra yang diajar oleh Bu Wulan. Semua berjalan biasa saja tapi tiba-tiba... Mungkin kebetulan atau Allah memang sudah bekerja sama dengan Bu Wulan. Waktu itu saya cuma memberi tahu sepatah dua patah kata kepada temen sebangku, tiba-tiba...
"Fathi! Ngobrol apa kamu?", Bu Wulan menanyai dengan nada tinggi.
Aku diam.
"Kamu tidak menghargai saya saat berbicara?"
Masih diam.
"Apa suara saya kurang keras? Apa suara saya tidak jelas?"
"Eng..enggak bu." jawabku sambil terbata.
"Tadi saya ngomong apa?" tanya Bu Wulan sambil membentak.
"Eng...Intinya kesuksesan itu hanya Allah yang tahu bu, kita cuma bisa berusaha untuk medapatkannya"
Lalu Bu Wulan melanjutkan nasehatnya untuk kita dengan nada yang masih tinggi. Sepanjang jam pelajaran Sastra, saya terus menerus kena 'semprot' Bu Wulan.

Bel pun berbunyi, itu artinya jam pelajaran Bu Wulan sudah habis. Suasana kelas yang sebelumnya tegang, menjadi santai.
"Kayaknya kemaren Bu Wulan baik banget sama aku. Ngobrolnya biasa aja, kenapa aku malah kena marah?" tanyaku pada temen sebangku.
"Hahaha ya sabar aja, paling gara-gara kamu tadi sempet ngobrol" ujar temenku seraya mem-puk-puk pundakku.

Saat istirahat, aku bertemu Bu Wulan, menjabat tangannya, lalu berjalan lagi. Tiba-tiba...
"Fathi! Sini!"
Aku menengok dan menghampiri Bu Wulan lagi.
"Tadi saya mau merahin kamu sampai kamu nangis malah saya yang kepingin nangis." kata Bu Wulan sambil menjitak jidat saya secara gemas.
Aku melongo, tanda tidak tahu apa maksudnya.
"Selamat ualng tahun ya. Maafin Bu Wulan ya" katanya sambil mengelus kepala saya. Teman-teman tertawa. Ternyata saya dikerjai. -_-
Jam pulangpun tiba, dan aku memutuskan untuk pulang karena udah kagol tadi pagi nggak ada yang ngucapin.

***
Hari berikutnya, 23 Juli 2013 atau hari ini. Pagi tadi aku memutuskan untuk menetap dikelas tanpa berkumpul dengan teman XB. Saat istirahat pun begitu. Dan pada saat jam pulang, aku memutuskan untuk berkumpul karena kangen mengobrol dengan teman-teman. Tapi dugaanku salah, yang seharusnya bercanda dan tertawa, aku malah dicuekin, tidak digubris, dan teman-temannya. Oke, aku memutuskan untuk pulang.

Kebetulan, sorenya ada acara buka bersama dengan teman XB. Saat sampai di tempat makan, suasana biasa saja. Tidak seperti suasana saat jam pulang sekolah tadi. Dan tiba-tiba, sekitar pukul 17.20, Jugi, Nani dan siapa pun itu, aku lupa. Mereka membawa sebuah kue dengan lilin yang menancap diatasnya. 
"HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY AFIK!!", mereka bernyanyi. Aku terharu.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, seeekarang juga!", mereka bernyanyi lagi. Mereka semua melontarkan doa yang terbaik untukku. Lalu aku meniup lilin dan semua berteriak, "Yeeee!"

Selang beberapa menit, sekitar pukul 17.28 ada lagi yang datang, Nindi dan Disty yang membawa kue sambil menyanyikan lagu Happy Birthday untukku. Bisa dibayangkan betapa bahagianya aku? Setelah meniup lilin, adzan maghrib pun berkumandang. Kami semua memutuskan untuk berbuka. Makan bersama dengan penuh canda. Bahagia itu sederhana. 

Setelah makan selesai, ritual corat-coret wajah dengan cream kue pun terjadi. Dan kalian tahu korban yang paling tragis siapa? Aku. Tapi itu menyenangkan kawan, kebersamaan yang takkan terganti. 

Hari kemarin, dan hari ini tentunya. Sore tadi sampai malam ini, aku bahagia. Bersama teman-teman XB yang peuh kebersamaan, penuh kasih sayang, penuh canda, penuh solidaritas. Saat bercanda tentang Adit dan Jugi yang hubungannya nggak jelas. Juga bercanda antara Naila dan Aldo, dan candaan-candaan lainnya.

Terimakasih banyak untuk Disty, Ocha, Chelsy, Dhian, Dyah, Fariza, Azizah, Layli, Jugi, Nadia, Naila, Nani, Nindi, Winda♥ {} 
          Juga teman-teman yang cowok yang ga bisa disebutin satu-satu.

TERIMAKASIH BANYAK! AKU SAYANG KALIAN!  

Sabtu, 13 Juli 2013

Di Batas Senja



Aku terenyuh oleh keindahan senja. Suara desah angin menambah suasana matahari untuk menghilang. Debur ombak seraya mengiringinya.  Pantai, selalu menjadi tempat penuh asa.

“Hei, melamun saja. Bukankah ini tempat yang kamu sukai?” seseorang mengagetkanku.
Aku tersenyum.
“Hanya tersenyum? Tidak ada respon lain selain senyuman?” dia mulai protes.
“Lalu kamu minta apa?”
“Aku tidak tau.” Jawabnya tanpa berdosa.
Aku berdiri lalu meninggalkannya.

Percakapan kecil di sore tadi masih terngiang dikepalaku. Untuk gadis berumur 19 tahun sepertiku, terlalu sulit untuk menerima kenyataan pahit. Mungkin aku belum cukup dewasa. Teman sekamarku sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Kegiatan study tour untuk penelitian membuatnya lelah. Sedangkan aku masih terjaga. Entah apa sebabnya, rasanya mataku sulit untuk tertutup. Keheningan di tiap sudut kamar menambah suasana kelabu di otakku. Sepertinya sudah seribu kali berganti posisi untuk tidur, tetap saja tidak berhasil.

“Risaaa.. Kau ini kenapa dari tadi? Bolak-balik posisi, menggnggu tidurku saja.” teman sekamarku terbangun akibat ulahku dengan logat Sumatra. Namanya Eliana, dia asli Palembang, tapi entah kenapa logatnya terdengar seperti logat Batak.
“Hihi, belum bisa tidur , El.” Aku terkikik.
“Yaelah, tidur itu mudah. Kau tinggal memejamkan mata saja.” Ujarnya sambil memeluk guling untuk melanjutkan tidurnya.

Aku membuka pintu menuju balkon kamar. Dinginnya malam mungkin bisa menghantarkanku tidur, pikirku.  Suasana penginapan dekat pantai memang menyenangkan. Percakapan senja itu benar-benar memperparah malamku.

“Anak kecil seharusnya sudah tidur.” Dia lagi. Tanpa berdosa mengagetkanku dari lantai atas.
Aku mendongkak. Dia tertawa. Aku berbalik dan menutup pintu, memutuskan untuk tidur. Rupanya penghantar tidurku dia.

***

“Kriiiiing! Kriiiiiing!” alarm telepon genggam Eli menyambut pagiku.
“El, bangun. Alarmnya sudah manggil kamu.” Kataku dengan keadaan setengah sadar.
“Hhhh… Iya.” Ujar Eliana seraya terbangun dan mengambil telepon genggamnya.

Rencanaku untuk melihat syahdunya pesona matahari terbit gagal. Aku dan Dea berjalan menuju ruang makan untuk sarapan.

“Selamat pagi Nona yang suka sekali melamun.” Sapaannya merusak pagiku.
“Hei boy, kau ini pagi-pagi sudah sok kenal sok dekat dengan mahasiswi lain, Lekas sarapan, cacingku sudah protes ini.” Kata temannya santai. Sepertinya spesies ini sejenis dengan Eli, orang Sumatra. Dengar-dengar namanya Pukat.
Dia melotot pada Pukat dan segera menarik Pukat menuju ruang makan. Eli tertawa terbahak. Aku ganti melototi Eli.
“Hahaha orang Sumatra itu lucu juga ya, unik. Wajahnya juga unik, seperti perawakan Cina. “
“Kamu suka ya padanya?” kataku licik.
“Oi? Tahu namanya saja tidak.” Wajah Eli merah padam.
Aku giliran menertawainya.

Suara denting piring mengiringi hiruk pikuk obrolan mahasiswa-mahasiswi yang sedang sarapan.
“Hahahaha kalian lucu ya, apa salahnya untuk sedikit membuka hati sih?” Eli tertawa membuka percakapan.
“Kalian siapa? Membuka hati? Apa maksudmu?” aku terheran.
“Kau lah dan si dia. Iya, membuka hati untuk menerimanya.”
“Dia siapa? Tadi apa kamu bilang? Lucu? Menerima? Memangnya dia siapa?” aku semakin bingung.
“Kau ini macam wartawan saja, banyak tanya sekali.”  Eli terbahak.
“Jika tidak mau ditanyai, tidak usah memberi pernyataan dengan sejuta pertanyaan.” Aku menyuap sesendok nasi dengan kesal.
“Yelah. Yelah, begitu saja marah” Eli menyengir. “Itu, yang tadi menyapamu. Kau pikir aku tidak tahu, sore kemarin kan kau mengobrol dengannya di tepi pantai, Tatapan mata kau itu seperti menatap bidadara surga.”
Aku melotot. Meninggalkan Eli yang masih melanjutkan menghabiskan nasi goreng di piringnya.

Selesai sarapan, aku menuju ke pantai. Bermain dengan pasir, melihat busa ombak menari bersama karang, dan bersantai ditemani cakrawala. Aku tersenyum menikmati itu semua. Terkadang aku tertawa melihat burung camar datang ribut menyapa pagiku. Aku seakan senang setiap kali hembusan angin pantai merusak tatanan jilbabku. Setiap kali aku merasa lelah, sebatang pohon kelapa tua siap menopang semua beban pikiran dan hatiku. Mempersilakan batangnya untuk disandari oleh punggungku. Aku merasa tenang. Damai.

“Tadi aku mencarimu, ternyata kamu ada disini.” Dia lagi. Menggangguku.
Aku meninggalkannya.
“Tunggu, mau kemana?”
“Bukan urusanmu, penganggu.” Ujarku ketus.
Dia terdiam. Aku tak menghiraukannya. Bagus jika dia tidak mengejarku.

“Risaaaa, kau kemana saja? Pagi-pagi sudah menghilang. Membuatku repot saja.” Eli menghampiriku dengan muka tertekuk.
“Lecek sekali mukamu. Sini aku setrika.” Aku menggodanya.
“Tidak lucu.” Eli semakin cemberut. “Tadi kau dicari sang bidadara.”
“Bidadara siapa?” aku tak peduli dengan guarauannya
“Itu, si Deka.” Eli menjawab santai.
“Deka, siapa dia?” Aku mengeryitkan dahi.
“Kau tidak tahu Deka?” Ujar Eli kebingungan sambil menyeka peluh di dahi.
Aku menggeleng. “Dia itu yang suka mengusik kau.”
Aku terdiam. “Kau kenapa diam begitu macam singa tidur?” tanya Eli
“Jadi, dia itu namanya Deka.”
“Jadi kau baru tahu?” tanya Eli keheranan.
Aku meringis. “Iya.”

Aku kembali bertemu senja. Memandangi langit dan lautan jingga. Pikiranku melayang ke langit bebas. Menerobos saputan awan yang mendampingi jingga dalam elegi.

Seseorang berdehem. “Maaf aku menganggu senjamu.”
Aku menengok. Membenarkan tatanan jilbab yang tertiup angin. “Tidak menganggu sama sekali.”
“Maaf karena aku selalu mengusikmu. Tapi itu karena tulus dari hatiku.”
“Mengusik? Kamu mengusik tulus dari hati?” aku melipat dahi.
“Eh.. Maksudku aku mengusik karna hanya ingin menghiburmu. Aku tahu pantai ini penuh kenangan bagimu. Aku tau pantai ini selalu mengingatkanmu tentang masa lalu. Aku tahu di pantai ini kamu dan dia pernah bersama. Aku tau dia….” Katanya sambil menyeka peluh leher, sepertinya dia gugup.
“Cukup.” Aku memotong penjelasannya. “Dari mana kamu tahu?”
“Aku mengagumimu sejak dulu. Sejak dia belum menjadi milikmu. Aku hanya pengagum rahasia. Dan saat ini, pertama kalinya aku memberanikan diri untuk…”
“Apa?” lagi-lagi aku memotong penjelasannya. Dia diam.
Kami terdiam dalam keheningan. Hanya ada suara angin yang menemani kami.
“Ta… Tarisa Lintang Gaurinda.”
Aku menoleh. “Ya?” Aku meneguk ludah. “Kau tau namaku?”
“Aku menyukaimu. Aku tahu kamu belum bisa untuk melupakan masa lalumu. Dia sudah di surga. Dia past sedih melihatmu sedih terus-menerus. Dia akan bahagia jika kamu sudah bahagia tanpanya. Cobalah untuk melihat ke depan. Menyambut sesuatu yang akan datang. Aku sedih melihatmu terus melamun. Aku akan mencoba membantumu untuk maju. Jadi, mau kamu bersamaku untuk selanjutnya?”
Aku menatapnya. Dia membalas tatapanku penuh arti. “Aku perlu berpikir..” jawabku. Dia tersenyum.

***

Kegiatan study tour sudah usai. Segala laporan penelitian sudah rampung ku kerjakan. Kesibukanku sudah mulai mereda.

Suara ketukan pintu terdengar lirih melawan suara televisi yang ku tonton. Aku mencoba mengurangi volumenya, bangkit dan menengok ke arah jendela. Berjalan menuju pintu, dan membukanya. Sepi. Pasti anak-anak kecil yang iseng mengetuk-ketuk pintu setiap rumah di komplek ini, pikirku sebal.

Aku berbalik, kakiku terasa menginjak sesuatu. Sepucuk amplop. Mengambilnya dan menuju kamar. Beralaskan bantal untuk punggungku, aku memulai membuka tutup amplop yang dilem rapi. Berisi surat dua lembar bertuliskan tangan. Di pojok kiri atas tertulis rapi: Untuk Tarisa Lintang Gaurinda.

Akhirnya semua rasa penasaranku terjawab.

Selamat siang Risa. Kamu pastilah bertanya-tanya siapa yang mengetuk pintu siang bolong begini dan melemparkan surat lewat fentilasi pintu. Aku, Radeka Ramawisnu. Kamu pastilah tidak mengenalku jauh, tapi aku, sebaliknya, mengenalmu lebih jauh dari Jembatan Suramadu. Disini aku bukan bermaksud melucu, tapi aku akan menjawab rasa penasaranmu.

Kamu tahu, berminggu-minggu aku menulis surat ini. Selalu muncul rasa gugup dan rasa bersalah. Aku adalah sahabat Mirza Haskafilah, orang yang sangat kamu cintai. Aku yang berada di mobil bersama dia. Aku yang berada di jok kiri disampingnya. Aku yang menemaninya diperjalanan untuk menemuimu. Pertemuan yang kamu paksakan.

Kamu tahu Risa, saat itu Mirza sedang kelelahan, tapi dia selalu menepati janji-janjinya. Dia tidak mau orang yang dicintainya kecewa ditelan janji. Aku memutuskan untuk menemaninya. Aku selalu merasa bersalah jika mengingat semua ini. Bukan, bukan karena aku tidak mencegahnya. Aku sudah memintanya agar aku saja yang menyetir dan mengantarkannya, tapi dia lebih kuat. Dia memaksa agar dirinya sendiri yang menyetir. Aku sudah mencegah dengan segala cara, tapi itulah seorang Mirza, segala caranya tidak bisa dilawan.

Perjalanan berjalan mulus, tapi tiba-tiba aku melihat air mukanya berubah pucat. Dia terlihat gelisah dan akhirnya semua itu terjadi. Tidak ada yang menyangka bahwa saat di simpang tiga yang sepi tiba-tiba muncul mobil pick up dari arah kanan yang artinya menabrak dari sisi sopir, sisi yang ditempati Mirza. Tiba-tiba, semua gelap. Aku tersadar saat berada di ruangan serba putih. Aku bangun dan segera mencari Mirza, menanyakan keadaannya. Tapi gagal, suster dan dokter memaksaku untuk beristirahat. Aku meronta melawan tapi hasilnya tetap nihil.

Baru aku esok harinya mendapatkan kabar bahwa Mirza, orang yang kamu cintai dan yang mencintai kamu, sahabatku, teman ceritaku, berpulang. Saat pemakaman, aku melihat detil lekuk wajahmu yang memancarkan kesedihan mendalam. 

Risa, sungguh maafkan aku. Aku bersalah telah gagal mencegah Mirza, menolongnya sebelum semua itu terjadi. Paksaanmu, permintaanmu, benar-benar membutakannya. Bukan, bukan aku menyalahkanmu, tapi itu bukti bahwa dia tulus mencintaimu. Sungguh aku bersalah. Menghilangkan semua kebahagiaan kalian, menenggelamkan kenangan kalian, dan membuatmu bersedih setelah kepergianya.

Kamu tahu, aku mengenalmu sebelum Mirza mengenalmu. Sampai aku menyukaimu, menyayangi, lalu mencintai dalam diam. Kita memang tidak pernah berkenalan tapi hatiku sudah mengenalmu. Tapi ternyata Mirza, sahabatku yang berhasil mendapatka hatimu.

Aku dan dia memang berbeda. Dia seseorang yang pemberani, penuh tantangan, dan bertanggung jawab. Sedangkan aku? Lelaki pemalu, tak pantas mendapatkan sebuah anugerah yang di dapatkan dengan keberanian, bukan rasa malu.

Tapi Risa, aku sungguh mencintaimu. Aku memang tak seberani Mirza, tak setulus Mirza. Tapi bukalah hatimu. Bersihkan debu dan masa kelam dihatimu. Dan simpan kenangan manis kalian di sebuah lemari kecil dalam hatimu. Perkenankan orang baru masuk ke hatimu dan mengisi semua harimu. 
Sungguh, maafkan aku. Maafkan atas kelalaianku.


Dari Deka
Tanganku gemetar. Dua lembar surat dari Deka terlepas.

***

"Silakan kopinya."
"Makasih mbak."
Seraya si pelayan pergi, kusesap perlahan cappuccino pesananku. Hangat.

Kulirik jam tanganku.
Satu jam. Sudah satu jam aku berada di cafe yang bahkan sebelumnya belum pernah aku singgahi. Sejenak kuperhatikan sekeliling. Interior cafe ini cukup cantik. Dinding yang berlapis wallpaper berwarna coklat begitu serasi dengan lantainya. Jam antik serta meja-meja kayu yang tampak kuno menambah nuansa vintage. Lagu-lagu akustik yang terus diputar membuatku percaya jika pemilik cafe ini memiliki selera musik yang bagus. Di sudut cafe, terlihat beberapa remaja sibuk bergurau satu sama lain. Di sudut yang lain, sepasang kekasih sedang asik bermesraan. Semua orang larut menikmati suasana. Kecuali aku.

Dan di sinilah aku. Menunggu. Kau tahu? Menunggu ialah pekerjaan yang mengesalkan. Menunggu membuatmu gelisah. Menunggu membuatmu resah dan tak nyaman. Dan kau hanya bisa menduga-duga tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Suara bel menandakan pintu cafe itu terbuka. Seorang laki-laki dengan kaus berwarna cokelat berjalan masuk. Ia terlihat seperti mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Aku memalingkan pandangan.

“Maaf aku terlambat. Satu jam.” Dia membuka percakapan seraya melihat jam tangannya. “Tadi aku harus menyelesaikan peker…”
“Cukup. Aku tidak butuh penjelasan itu.” Aku memotongnya.
“Maaf.”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Jadi apa tujuanmu mengajakku bertemu?”
“Ikut aku.” dia bangkit dan menarik tanganku.
Aku mengikutinya. Langkah kaki itu tegap, sama dengannya, Mirza.
Aku menaiki motornya. Motor laki-laki. Motornya berjalan dengan kecepatan tinggi.
“Kita mau kemana?” kataku agak berteriak karena melawan suara motor.
“Lihat saja nanti.”

Selama perjalanan yang ada hanya keheningan. Kami sama-sama diam, yang ada hanya suara berisik motornya.

“Maaf aku membawa motor dengan kecepatan tinggi. Kita sudah sampai.”

Kau tahu, tempat yang kami tuju penuh dengan batu-batu bertuliskan nama. Rumput-rumput kecil, dan pohon-pohon kamboja yang menemani. Kami berada di pemakaman. Aku hanya memandang lurus ke depan, memandangi punggungnya. Bulu kudukku terasa berdiri mengikuti langkah kaki Deka menuju sebuah batu nisan bertuliskan nama Mirza Haskafilah. Nisannya yang tertimpa cahaya senja terlihat bercahaya. Aku seperti melihat sosoknya tersenyum melihat kedatanganku dan Deka. Oh Tuhan…

Tanganku menengadah mengiringi doa yang dipanjatkan Deka. Air mata mulai mengalir membasahi pipi. Mirza, lihatlah, sekarang aku sedang bersama orang yang menyayangimu. Orang yang merasa bersalah atas kejadian satu tahun yang lalu. Orang yang selalu mencegahmu sebelum semua itu terjadi. Dan orang yang mencintaiku…

“Dek.. Deka..” kataku terisak memecah keheningan.
“Ya?” jawabnya setelah memandangi dan mengusap-usap nisan Mirza.
“Ayo ki.. kita pulang.” Kataku terbata.
Deka tersenyum.

***

Motornya terhenti si sebuah taman kota. Aku mengikuti dibelakangnya. Duduk di kursi ukir di tengah taman sambil memandangi anak-anak kecil yang berlarian bermain air mancur.

“Mari menikmati senja.” Katanya memulai percakapan.
“Aku suka senja.”
“Aku tahu, senja selalu menjadi lukisan indah dipelupuk matamu.”
Aku tersipu.
“Jadi, apa jawabanmu?”
“Jawaban apa?” aku menoleh, melihat siluet wajahnya.
Dia beganti menoleh. “Surat itu.”
“Aku sudah bisa membuka hati. Untukmu.”
Dia menoleh. Tersenyum dan tertawa riang.
“Aku berjanji pada diriku, padamu, dan pada Mirza. Bahwa aku akan menjaga orang yang Mirza cintai.”
“Tapi kan sekarang kau yang mencintaiku.” Aku mencubit pingganggnya.
“Hei, jangan.” Dia berlari, menghindari cubitanku. Aku mengejarnya.
“DI BAWAH SINAR SENJA HARI INI, KAMU TERLIHAT CANTIK SEKALI.” Katanya berteriak yang membuat anak-anak kecil yang sedang bermain air menoleh.

Aku tersipu. Kami tertawa. Di batas senja, aku menemukannya.

Selasa, 09 Juli 2013

Seribu Tahun Aku Akan Menunggu



Kamu tahu, mata ini berbinar ketika aku melihat gelak tawa saat kita bercanda. Mungkin kamu tak sadar aku melihat selengkung pelangi di matamu saat berkisah tentang hidupmu semua yang kamu tahu. Apa yang aku katakan sebagai respon ceritamu itu seperti motivator menceramahi audiencenya.

Namun yang aku rasakan, aku melakukan semuanya atas nama rasa. Rasa berupa degub kencang ketika kepalamu begitu dekat dengan pundakku saat duduk berdua. Rasa berwujud gugup saat kamu antusias mengajakku berbicara untuk bercerita. Dan rasa  berbalut cemburu ketika kamu dekat, tapi bukan dengan aku.

Kadang, sepasang lelaki dan perempuan lupa bahwa mereka hanya sekedar teman, tidak lebih. Yang lebih hanya rasa di antara mereka. Kadang juga, dalam sebuah pertemanan dua manusia saling memiliki rasa dan saling menyangkal pula itu cinta. Seperti yang aku rasakan kepadamu.

Jika tidak, mengapa seorang teman bisa secemburu ini? Seperti aku kepadamu, apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Ya, teman. Antara sebuah hal indah yang bisa mendekatkan aku dengan kamu. Atau hanya sebuah omong kosong yang menjadi penghalang bersatunya hatimu dengan hatiku.

Seribu tahun, aku akan menunggu...




- Dara Prayoga -

Aku, Kamu dan Jarak.



"Aku. Kamu. Jarak. Sudah selama ini kita bersama dan ada jarak di antaranya. Kamu tidak perlu tau bagaimana khawatirnya aku. Malam-malam yang aku lalui dengan begitu banyak prasangka hati. Kamu tidak  ingin tau bagaimana hati ini lelah sendiri menebak-nebak sedang apa kamu disana. Menimbang-nimbang apakah kamu disana benar-benar memikirkan aku, tanpa ada dia di sela-selanya.

Aku tidak ingin bertemu, karna bertemu denganmu hanya memantik bara api rindu. Jika saja jarak ini bisa aku habiskan dengan mengayuh, berenang, bahkan berlari, akan aku lakukan. Sayangnya, jarak ini tidak seperti itu. Jarak sering memperparah malam-malamku. Aku tidak sanggup lagi dengan apa yang ada di antara kita. Sebuah jarak semu.

Kamu dan aku duduk berdua tapi kita sendiri-sendiri. Banyak orang bilang, jarak bukanlah apa-apa bagi cinta tapi tidak begitu dengan jarak yang sedang aku hadapi ini. Ini soal jarak antara cinta, jarak antara cinta dan tidak sama sekali. Ini bukan soal tempat. Jarak ini soal rasa. Kita berdua terpisah oleh perasaan yang berbeda. Jarak antara 3 hati. Aku padamu. Kamu padanya...", kata seseorang di pucuk senja.






- Dara Prayoga -

Selasa, 18 Juni 2013

Bebas Lepas

Selamat malaaaam. Mari menikmati sabtu selooooo. Yuhuuuuu, malem ini adalah malam yang spesial. Kenapa? Karna malam ini adalah malam awal untuk menikmati malam-malam selanjutnya yang penuh keseloan. Karna 'everynight is saturday night'. Hahahahaha.


Setelah 10 hari 11 malam berperang melawan mata pelajaran yang sangat menjelimetkan otak pelajar. Malamnya berpikir membuat strategi hebat di otak. Bukan strategi mencontek dong, karna mencontek itu dosa. Setelah semalam berpikir lalu paginya siap berperang dengan 2 pelajaran setiap harinya. Sungguh minggu yang melelahkan. Dan perang tersebut adalaaaaaah Perang Dunia ke 3 yaitu UKK. Ulangan Kenaikan Kelas. Cukup. Eh tapi ulangan kekompakan kelas juga bisa. Karna posisi duduk siswa menentukan masa depannya (read: Rapot).

Jadi, kebayang kan gimana tersiksa batin, raga, dan pikirannya para kita si pelajar ini. Makanya itu rasanya seneng banget udah merdeka dan bebas dari jajahan materi UKK. Urusan remidi apa enggak itu tergantung Human Factor (faktor manusia alias kemampuan dan usaha) + God Factor (faktor Tuhan alias doa). Alhamdulilah, bukannya riya' (memperlihatkan sesuatu agar mendapat pujian) tapi insya Allah keduannya sudah saya lakukan.

Udah dulu ya ceritanya. Sekarang mau menikmati keseloan malam rabu. Selamat malam.



Minggu, 09 Juni 2013

Ini Hidup

Buat apa kamu mengejar orang yang nggak pantas dikejar?
Sedangkan ada orang yang tulus cinta sama kamu dengan sabar.

Buat apa kamu nungguin semuanya untuk menjadi pasti?
Sedangkan ada orang yang cinta sama kamu dari dulu tanpa kamu ketauhi.

Buat apa kamu selalu mengharapkan yang nggak pasti?
Sedangkan ada orang yang mengharapkan kamu untuk kembali.

Yang pasti adalah, kamu nggak akan mendapatkan dia. Karna dia buta, buta kamu. Dia nggak pernah melihat kamu walau kamu berada di sampingnya sekalipun. Sama seperti kamu, kamu buta olehnya. Kamu buta sama keberadaan orang yang selalu nunggu kamu sekalipun orang itu berada di depan mata kamu. Karna kamu nggak pernah menganggap orang itu ada.

Lihat, suatu saat nanti waktu akan membuktikan. Orang yang kamu harapkan, kamu kejar, kamu tunggu udah bersama orang lain. Udah punya orang lain.

Well? Fair? So well and so fair.
Ini yang namanya hidup. Kadang sesuatu yang kita inginkan nggak terpenuhi. Tapi, ada sesuatu yang lebih memenuhi dari apa yang kamu inginkan tanpa kamu ketauhi. Terkadang pilihan Tuhan adalah yang terbaik.

Jadi, berpikirlah dewasa. Jangan mau dibutakan oleh keegoisan hati.

Selasa, 28 Mei 2013

Kegagalan dan Keberhasilan

Halo selamat pagi! Apa kabar? For your information, aku posting blog ini lagi pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bukan buat menyelinap diam-diam buka internet, tapi memang udah disuruh sama gurunya.



Mungkin sekarang aku mau bahas yang lagi rame-rame dibicarain kemarin. Yaitu ramenya pengumuman SNMPTN undangan dari universitas-universitas negi di Yogyakarta. Dari hasil survei stalking akun twitter kakak-kakak kelas 12 yang baru saja lulus dari masa terindahnya yaitu masa SMA. Dari akun twitter yang lolos SNMPTN dan akun twitter yang gagal SNMPTN.

Hasil stalkingnya adalah kakak-kakak yang lolos SNMPTN mengupdate tweetnya secara bahagia. Yakali mereka malah sedih kalo lolos SNMPTN. Dan sebaliknya kakak-kakak yang nggak lolos alias gagal dalam SNMPTN, mereka secara langsung mengupdate akun twitternya dengan rasa sedih yang tidak berkelanjutan tapi ada juga yang sedih sampe sedihnya. Namun kebanyakan dari mereka yang tidak lolos SNMPTN tiba-tiba menjadi Mario Teguh gadungan. Maksudnya, kebanyakan dari mereka mengupdate tweet-tweet bijak yang entah untuk memotivasi diri mereka atau untuk menenangkan diri mereka dari kegundahan dan kesedihan.

Memang jika merasakan apa yang mereka rasakan dalam kegagalan itu pasti amat sedih. Ada rasa mengecewakan orang tua, menyusahkan orang tua, dan rasa sedih lainnya. Tapi, bukan bermaksud menggurui. Sesungguhnya kegagalan dalam SNMPTN adalah kesuksesan yang tertunda. Siapa tau mereka yang tidak lolos SNMPTN justru akan sukses dan bahkan mengungguli dalam SBMPTN. Karna faktor kemampuan manusia dan faktor Tuhan sangat berpengaruh. Jika kemampuan manusia dan usaha manusia sudah maksimal tapi tidak disertai olah doa, makan hasilnya akan nol. Tapi jika kita sudah melakukan keduanya, mungkin Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik. Jadi jangan bersedih buat yang tidak lolos, terus berjuang lagi. Mungkin kegagalan kalian adalah cara Tuhan untuk menghargai kerja keras kalian dengan imbalan kalian akan sukses di masa mendatang asalkan dilakukan secara jujur. Percayalah, sesuatu yang dilakukan secara baik dan tentunya ikhlas pasti akan ada hasil yang baik.

Dari persepsi diatas, aku sadar. Dari awal seharusnya kita harus memanfaatkan waktu dengan baik, memanfaatkan kesempatan dengan baik, dan memanfaat segalannya agar kita tidak menyesal di kemudian hari dan mengecewakan orang-orang yang kita sayangi. Berjuang untuk meraih kesuksesan itu tidak mudah. Pasti ada proses dan dalam proses tersebut pasti ada rintangan, rintangan yang tidak akan membuat kita berhenti.

Oke, tulisan diatas mungkin terjadi saat aku sedang dimasuki roh Mario Teguh. Mendadak bijak. Sekian dari saya. Terimakasih sudah membaca. Wasalam. 



Salam Super,

Fathi Abida Nurunnafi Ghaniyaska
Calom mahasiswi UGM (Amin)

Rabu, 03 April 2013

Mansa Mahabhakti 26 - Bahagia Itu Sederhana

Pagi itu hari Sabtu tanggal 23 bulan Maret tahun 2013, aku membuka mata dari istirahat malamku. Memulai pagi dengan senyum merekah di wajah yang akan membawa semangat dalam menjalani empat hari kedepan. Hiruk pikuk kota Jogja pagi itu belum terihat. Ya, kami peserta kemah Mahabhakti memang dipaksa untuk berangkat lebih awal. Di sekolah, keramaian mulai terjadi. Para peserta sibuk mempersiapkan barang-barang dan mendaftar barang tersebut. Suasana mulai tenang saat upacara pembukaan akan dilaksanakan. Semua mengikuti upacara dengan khidmat. Beberapa waktu setelah upacara selesai, suara bising truk-truk mulai terdengar. Ya, truk itu yang akan mengantarkan kami ke bumi perkemahan. Sekali lagi, kami diantar oleh truk. Rona wajah peserta mulai cerah saat melihat truk-truk itu datang.

Di perjalanan, mungkin peserta lain sama denganku. Mengeluh kepanasan. Mahabhakti belum dimulai saja, kami sudah diuji dengan diangkut truk, macam sapi-sapi yang akan diqurban. Harapan kami untuk diturunkan di bumi perkemahan pupus sudah. Kami tidak diturunkan di bumi perkemahan. Melainkan di sebuah lapangan yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik. Peserta diturunkan di lapangan itu ternyata punya tujuan. Ya, kami diharuskan oleh panitia Mahabhakti untuk berjalan sekitar 2 kilometer atau lebih, aku tak tahu pastinya. Peserta mulai mengeluh. Seperti tak ada semangat lagi, padahal ini baru kegiatan pertama dalam kemah Mahabhakti ini. Untuk berangkat menjalani kegiatan perjalanan bhakti saja sudah menyebalkan. Kami harus menjawab pertanyaan dan tebak-tebakan yang diberikan sangker atau sangga kerja.

“Sekarang pertanyaan untuk Ratnaningsih. Kan aku bendahara di ambalan Ratnaningsih, nah pasanganku yang menjadi ambalan Alibasyah siapa? Ada yang tau?”, tanya seorang sangker.

Seketika suasana hening. Tak ada yang tau jawaban dari itu. Tiba-tiba salah seorang anggota sanggaku mengacungkan tangan, hanya mengacungkan tangan tidak menjawab. Kami menebak-nebak dengan menyebutkan semua nama sangker putra. Pertanyaan itu belum juga terjawab.

“Mas Aliya!”
“Ya benar. Kalian boleh berangkat sekarang.” Akhirnya giliran kami untuk menjalankan perjalanan bhakti datang. Tapi anggota sanggaku yang mengikuti perjalanan bhakti tidak lengkap. Anggota sanggaku yang berjumlah 9 orang, hanya 6 orang yang tersisa yang bisa mengikuti kegiatan itu 2 orang dari sangga kami sakit dan 1 orang sisanya menjadi penjaga pos. Jadilah hanya kami berenam yang menjalankan perjalanan berat ini. Aku, Nadia, Nani, Naila, Azizah, dan Fariza. Kami berenam berusaha untuk kompak dan solid dalam kegiatan ini. Ada tiga pos dalam perjalanan bhakti ini. Tiga pos memang sedikit, tapi ternyata jarak antar pos mungkin bisa sampai 1 kilometer.

Pos pertama berhasil kami lewati, tak ada rintangan apapun, mungkin hanya keluhan-keluhan kecil kami karena kecapaian. Saat perjalanan menuju pos kedua yang sangat jauh, banyak cobaan yang kami hadapi. Tas ransel yang mengangkut bekal untuk perjalanan bhakti putus. Dengan ujian itu kami jadi kesulitan untuk membawanya. Yang kedua, kami berenam mulai kekurangan air. Dan itu memang cobaan terberat. Karena air sangat berperan penting dalam perjalanan ini.

Sinar matahari mulai ganas, aku tak tau tepatnya jam berapa. Yang jelas, sinar itu sangat menyengat dikulit. Belum sampai di pos kedua kami mulai sangat kelelahan. Padahal kami sudah beristirahat satu atau dua kali. Ya, perjalanan itu tidak seperti apa yang kami bayangkan. Perjalanan itu sangat jauh. Kaki-kaki kami mulai terasa patah. Keringat mulai menggumpal menjadi daki.

“Mau istirahat dulu?” tanyaku pada teman-teman.
“Terserah yang lain saja”, timpal salah satu temanku, Naila.
“Iya istirahat dulu, itu dibawah pohon jambu aja.” Jawab Nani. Kami mulai bersantai dan merenggangkan kaki di bawah pohon.
Terlihat ibu, bapak, dan anak yang sedang memanen jambu.
“Mau kemping dik?” tanya ibu itu.
“Iya bu.” Jawab kami hampir bersamaan.
“Kempingnya di buper dekat wisma itu ya?” tanya ibu itu lagi.
“Mungkin bu, kami juga tidak tahu karna tugas kami juga mencari buper itu. Masih jauh nggak bupernya bu?” tanya kami penasaran. Ibu itu terlihat berpikir,
“Ooooh itu ada disana tadi itu, mungkin kalian diputar-putar dulu”. Mulut kami menganga, mungkin pikiran kami sama. Antara bingung apa yang dikatakan ibu-ibu itu dan percaya dengan perkataan ibu itu.
“Bu, itu jambunya boleh dipetik?” tanya temanku yang memang sejak dari tadi lapar.
“Boleh dik, ini kan punya proyek, punya kabupaten.” Sahut bapak-bapak yang sedang memanjat untuk memetik buah jambu. Dengan air muka yang terlihat lebih cerah dari sebelumnya, kami semangat untuk memetik buah jambu itu.
“Hati-hati dik, itu jurang, nanti jatuh”, was-was bapak itu. Aku ikut mencoba buah itu.
“Hoeeeek, asem banget”, keluhku. Teman-teman tertawa.
“Tak apalah yang penting perutku terisi”, jawab Nani dengan polosnya. Kami semua tertawa lepas.

Lepas menikmati buah jambu sambil melanjutkan perjalanan, tak terasa kami sudah sampai pos dua. Dan pos itu ternyata terletak disamping Waduk Sermo. Ya, waduk itu sangat indah. Seketika rona wajah kami berubah 180 derajat. Padahal kami masih harus melewati satu pos lagi. Melihat pesona indahnya Waduk Sermo memang membuat hati senang. Ya, pada hakikatnya memang bahagia itu sederhana.

“Waaaaaah, sumpah bagus banget!”, teriak Nadia.
“Keren maksimal”, gumamku.
“Subhanallah”, suara lirih Naila terdengar ditelingaku. Mata kami semua seketika berbinar.
“Bagaimana? Bagus kan? Terbayarkan capainya? Sini foto dulu”, sahut seorang alumnus sekolahku sambil tersenyum merekah.
“Mauuuu!” Balas kami spontan. 

Setelah berhasil melewati pos dua kami memulai perjalanan menuju pos tiga dengan semangat. Menjumpai pesona Waduk Sermo memang seperti menjadi pos isi ulang semangat. Kami benar-benar mempunyai semangat baru. Biarpun kaki terasa patah, badan pegal, dan berpeluh keringat, sugesti mempunyai semangat baru memang menjadi sugesti positif.

Sampai juga kami di pos ketiga. Pos terakhir dan mungkin pos tempat kami mengeluh. Kakak penjaga pos berkata bahwa bumi perkemahan sudah dekat. Rona wajah kami kembali cerah. Dan akhirnya sampai di bumi perkemahan. Sangga kami termasuk sangga awal yang sampai di bumi perkemahan. Tapi, ternyata masih ada tugas lagi yang harus kami lakukan. Sampai di bumi perkemahan bukan istirahat, melainkan kami masih mempunyai kewajiban untuk membangun tenda.

Dalam keadaan mood yang berantakan, pikiran yang berantakan, pusing di kepala, dan tentunya rasa lelah yang masih melekat, ditugaskan membangun tenda bukan merupakan kegiatan yang tepat. Kami membangun tenda dengan suasana hati yang tidak karuan. Kami badmood berat. Kami berenam mulai mengeluh sambil tetap membangun tenda. Aku tahu, dengan mengeluh memang tidak akan merubah keadaan. Tapi dengan mengeluh, hatiku merasa lega. Itu saja yang aku inginkan. Pembangunan tenda pun selesai. Kami mulai mengangkat barang-barang ke atas dan menaruh di samping tenda dengan keadaan kami yang mengenaskan.
Selesai semua tugas kami. Aku dan Nadia memutuskan sholat untuk menenangkan hati. Saat turun ke bawah untuk ke masjid, kami pikir tempat wudhu berada di dekat masjid, tapi kenyataannya berbeda. Tempat wudhu putri berada di atas. Karena kami mulai kelelahan, kami terpaksa bewudhu di tempat putra, yang memang keadaannya sepi. Saat menuruni tangga tiba-tiba terdengar suara.

“Hei hei! Kalian mau kemana?”, tanya seorang sangker putra, Kak Daus namanya.
“Mau wudhu”, sahut Nadia.
“Tempat wudhu kalian itu di atas, itu tempat wudhu putra!” timpal teman Kak Daus, namanya Kak Reza.
“Ya itu lagi sepi tempat wudhunya. Capek mas ke atas”, keluh Nadia.
“Tidak bisa, salah kalian sendiri nggak tanya dahulu sama yang ada di atas”
“Ya ampun, kan nggak tahu mas. Cuma wudhu kan nggak papa”
“Terserah, pokoknya tempat wudhu di atas, nanti kalau diapa-apain gimana?”
“Ya ampun, siapa juga yang mau ngapa-ngapain kita”, jawab Nadia kesal.
“Yaudah, pokoknya cepat ke atas!” bentak Kak Daus
“Iya! Nggak usah bentak-bentak bisa? Mau sholat saja susah.”, teriakku pada sangker itu. Kami langsung meninggalkan orang menyebalkan itu.

Tiba-tiba dadaku sesak. Kepalaku berat. Rasanya tak ada bahagianya dan tak ada gunanya mengikuti kemah itu. Hanya mendapatkan lelah dan bentakan. Aku benci dua hal itu. Semua pikiran pendekku mulai menyerbu otak. Membuat hati tak kuat, dan mengeluarkan air mata. Aku menangis. Aku seperti orang lemah.

Selesai sholat, hatiku mulai tenang. Pikiranku mulai jernih. Aku dan Nadia memutuskan untuk makan siang di sore hari. Setelah istirahat, sholat dan makan, kami masih harus melakukan kegiatan upacara pembukaan kedua. Lepas Maghrib, kami mulai menata tenda dan menyiapkan makan malam. Salah seorang temanku, Jugi menyiapkan makan malam.

“Bahan makanannya hilang!” tiba-tiba ada suara teriakan dari belakang tenda, suara Jugi. Sontak kami semua kaget dan mencari-cari dalam keadaan gelap. Aku dan Nadia berlari menuju sekretariat untuk melaporkannya.
“Mbak bahan makanan kita hilang.”, keluhku.
“Di tempatkan apa?”, tanya seorang sangker putri.
“Kantong kresek garis-garis hitam putih”.
“Coba dilihat itu di sana!”, sahut seoarang sangker putra. Melihat di sana ada kantong kresek sesuai ciri-ciri bahan makanan milik kami, hati kami mulai merasa lega. Saat aku dan Nadia mengecek, ternyata ada kertas bertuliskan ‘PENCOBA 2’ yang menempel di kresek tersebut. Sesak sekali rasanya.
“Itu bukan dik?”, tanya salah seorang sangker putri.
“Bukan itu mbak, itu milik pencoba 2. Bayangkan mbak, itu bahan makanan kita selama 4 hari. Kalo hilang terus kami mau makan apa 4 hari kedepan?”, keluhku.
“Jadi kalian belum makan? Ya kalian ke tenda dulu, istirahat. Nanti kami cari.” Jawabnya.
“Nggak bisa lah mbak. Kita nggak bisa tenang kalau belum ketemu”, keluh Nadia.
“Yaudah, minum nih energennya, kalian berdua belum makan kan?, tiba-tiba ada suara seorang sangker putra, namanya Kak Adit.

Melihat keributan, salah seorang sangker putra yang siang tadi membentak kami, datang. Kebetulan jabatannya sebagai seksi keamanan.

“Bagaimana? Ada apa? Apa yang hilang?” tanya Kak Daus
“Bahan makanan.”, jawabku pendek.
“Apa? Dicuri sangga putra? Ayo tak temenin ke sangga putra.”
“Apa? Ke sangga putra? Mana boleh.”, balas Nadia.
“Sama keamanan kok, rapopo. Ayo Feb, kancani bocah loro iki”, ajaknya.
Karena wilayah sangga putra gelap, kami memutuskan untuk berhenti sejenak. Dan berpikir apakah mau melanjutkan atau tidak.
“Ayo nggak papa, ini sama sie keamanan kok. Eh, senternya kok ra terang. Sek tak ganti senter sek. Titip, Feb”, kata sangker putra itu.
“Ilangnya gimana?”, tanya teman Kak Daus. Namanya Febri.
“Ya kan tadi barang semua dikumpulkan di lapangan. Kita lupa buat ambil.” Keluhku.
“Lah kan kalian sendiri yang lupa”, balas Mas Febri santai.
“Yaudah sih kami tadi siang itu badmood, kalau kita suruh angkat barang dari bawah ke atas malah nambahin badmood. Mana sempat memikirkan barangnya.”, bentakku.
“Yaudah, jangan emosi, nanti ini juga mau dicari”
“Bayangin, itu bahan makanan selama 4 hari. Kalo hilang mau makan apa kami?”, sahut Nadia sambil menangis. Aku juga menangis. Untuk yang kedua kali.
“Ya masa panitia nggak ngasih makan. Masa diem aja. Udah, nggak usah nangis kalian.” Jawabnya menenangkan.
Dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara keributan dari sekretariat.
“Diiiiiik! Diiiiik! Tadi adiknya mana?”
“Itu kayaknya kalian dipanggil itu?”, kata Mas Febri. Kami bertiga langsung menuju sekretariat.
“Ya ampun , kenapa nangis dik?” “Udah ketemu belum dik?” “Dik kok nangis?”, terdengar hingar bingar panita menanyakan keadaan kami yang sedang menangis.
“Ini dek udah ketemu.” Kata salah seorang saker putrid sambil tersenyum.
“Sudah nggak usah nangis dik, kan sudah ketemu”.
“Ya ampun. Alhamdulilaaaah. Makasih banyak ya mbak. Makasih banyak.” Kata kami spontan hampir bersamaan.
“Sekarang kalian kembali ke tenda, istirahat, makan, lalu sholat Isya. Habis sholat Isya kita masih ada kegiatan.”, kata seorang ketua sangker. Kami kembali ke tenda dengan penuh ketenangan. Seluruh anggota sangga bersyukur dan bersorak gembira. Bahagia itu sederhana.

Setelah sholat Isya, kami diharuskan memakai seragam pramuka lengkap dan membawa slayer.
“Bisa cepat tidak kalian?”. “Jangan lupa membawa slayer!”. “Tidak boleh ada yang membawa senter!”.  Nada bentak-bentak itu terdengar berisik ditelinga kami. Aku tahu kegiatan ini. Kegiatan kami dibentak-bentak. Kegiatan yang aku benci. Benar saja. Saat kami baris saja menyuruhnya sudah membentak.
Dalam kegiatan itu, kami diharuskan berdiri dan kami dibentak-bentak sesuai kesalahan kami.
“Apa tujuan kalian sekolah di MAN 1 jika kalian tidak tertib? Hah!”. “Mana ULIL ALBAB kalian?”. “JAWAB!! Saya tidak berbicara dengan patung ataupun tembok. Kalian manusia kan? Jawab!” 
Kata-kata itu yang sering terdengar saat kegiatan itu berlangsung. Beruntungnya aku tidak mempunyai kesalahan apapun. Tapi sepertinya mereka selalu mencari-cari kesalahan dan membentak.
“Kamu mau melakukan apa untuk menebus kesalahanmu ini?”
Diam. Hening. “Jawab! Saya bicara dengan manusia, bukan patung!”
“Push up 50 kali.” Kata salah seorang anak yang mendapatkan hukuman dengan nada sok tegas untuk menutupi ketakutannya.
“Oh, mau jadi sok kuat kamu?”, bentak seorang alumnus.
“Siap tidak!”, jawabnya lantang.
“Lalu apa tujuan kamu? Hah!” 
“Untuk mempertanggung jawabkan kesalahan saya.” 
“Mau main fisik? Jangan sok kuat! Pake nantangin fisik lagi! KUAT HAH! KUAT? Kalo nggak kuat bilang!” timpal alumnus dengan nada membentak.

Aku tak tahu apa tujuan mereka membentak dan memarahi kami semua. Untuk senioritas? Balas dendam? Mungkin. Jika kegiatan ini turun-temurun. Tradisi bentak-membentak dalam pelantikan tidak akan ada habisnya. Seharusnya tradisi ini dihentikan.

Setelah kegiatan bentak-membentak selesai. Kami diharuskan untuk menutup mata dengan slayer. Ya, kami seperti menjadi lelucon oleh mereka. Saat mata kami ditutup, mereka mempermainkan kami, menyuruh kami menunduk, jongkok, lompat, naik, dan sebagainya. Kami dpermainkan seperti robot. Menyebalkan. Kegiatan bentak membentak dan permainan lelucon robot selesai, kami diberhentikan di wisma. Kami menjalani kegiatan renungan.

Pukul 23.00 Kegiatan hari pertama selesai dan diakhiri dengan upacara penyematan badge PTA. Tapi aku tak mengikutinya. Saat berusaha berdiri tegak untuk baris, kepalaku terasa berat. Pandanganku kunang-kunang. Aku seperti ingin pingsan. Tiba-tiba semua gelap.

Aku membuka mata karena merasakan pijatan halus di kepala dan sentuhan lembut ibu guru mengoleskan minyak kayu putih ke leher dan kepalaku. Ternyata aku berada di tenda komando. Pusing di kepalaku mulai berkurang. Malam hari pertama, aku tidak tidur di tenda bersama teman-teman.

Esoknya, aku kembali ke tenda untuk menemui teman-temanku. Kegiatan hari kedua adalah bersenang. Ya, kami mengikuti kegiatan lomba yang menyenangkan. Tapi setiap hal memang tak ada yang sempurna. Tapi ada suatu kejadian yang membuat aku dan teman-temanku kagol. Saat lomba FKR (Festival Kesenian Rakyat), kami menampilkan tarian daerah dan itu pasti diperlukan musik. Dan soal sound membuat kami kecewa. Panitia tidak mempersiapkan dengan baik.

“Ah yasudahlah, terserah. Kagol.”, keluhku.  
“Tau ah. Males ah kalo gini nih”, keluh Nadia melanjutkan keluhanku. 
“Maaf ya untuk sangga PERINTIS E, soundnya tidak sesuai apa yang diharapkan”, permohonan maaf disampaikan dari pengurus lomba FKR untuk kategori tari daerah. 
“Terserah ah. Kagol. Embohlah.”, keluh teman-temanku lainnya. 
“Yaudahlah, nggak papa. Udah minta maaf juga kan sangkernya.”, timpal Jugi menenangkan kami.

Karena permasalahan itu, seketika mood kami turun. Bayangkan saja, kami sudah latihan berhari-hari sampai sore untuk menampilkan yang terbaik untuk lomba ini. Tapi seutuhnya, aku senang dengan kegiatan hari kedua. Memang sudah sepantasnya kami merasakan kesenangan karena di hari pertama, aku benar-benar merasakan siksaan.

Hari kedua berhasil kulewati. Rasa kesal pada hari pertama benar-benar terbayar lunas dengan kesenangan. Bahagia itu sederhana. Malamnya, kami mempunyai kegiatan bebas sesuka hati. Kegiatan itu adalah menonton film “Life of Pi”. Aku menikmati setiap menit film tersebut. Film yang bagus. Tapi yang aku lihat, kebanyakan dari kami mungkin tidur saat menonton film karna kami kelelahan. Dan acara nonton film pun dihentikan karena kebanyakan dari kami sudah terlelap macam ikan teri dijemur.

Aku membuka mata dari tidur lelapku. Kami dibangunkan tidak seperti biasanya. Kami dibangunkan mungkin pukul setengah tiga atau lebih. Kami harus melakukan mujahaddah. Karena kebetulan aku sedang mendapatkan tamu rutin setiap bulan, aku tidak melakukannya.

Kegiatan hari ketiga diawali dengan kegiatan tadabur alam. Kegiatan itu amat menyenangkan walau kami merasa kelelahan. Kami menyusuri hutan, menyebrangi sungai, dan mendaki bukit hingga kembali ke bumi perkemahan. Itu adalah pertama kalinya aku menyusuri hutan. Dan itu menyenangkan. Karena bahagia itu sederhana.

Hari ketiga ditutup dengan kegiatan api unggun. Kegiatan yang mengesankan. Aku menikmati kegiatan itu. Kegiatan utama dan ciri khas dalam perkemahan. Aku menikmati setiap pertunjukan dari peserta mahabhaki ataupun sangga kerjanya. Malam itu, aku merasa bahagia.

Selasa, 26 Maret 2013. Aku dibangunkan oleh suara yang biasa ku dengar. Suara yang selama empat hari setia membangunkan kami setiap pagi. Suara kakak-kakak sangga kerja. Ya, hari itu, hari terakhir kamu mengikuti perkemahan Mahabhakti. Rasa senang dan rasa sedih bercampur. Senang karena bisa kembali ke rumah dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Sedih karena aku, atau mungkin kami semua akan rindu dengan suasana ini. Rindu dengan suara-suara kakak sangker yang setia membangunkan kamu di pagi hari. Rindu dengan senyum semangat yang dipancarkan kakak sangker. Rindu dengan suara bentakan-bentakan mereka. Rindu dengan hiruk pikuk kamar mandi yang ribut dengan antrian.

Memang, aku mungkin mengeluh dalam setiap kegiatan yang melelahkan. Tapi sungguh, aku menikmati setiap kegiatan Mahabhakti ini. Karena aku tahu, mereka membuat setiap kegiatan ini dengan susah payah. Mereka berpikir keras membuat setiap kegiatan. Untuk apa? Untuk dapat kami kenang. Agar apa? Agar kita senang. Mereka ingin kita merasa bahagia. Mereka hanya ingin kami mengenang dan mengingat perkemahan Mahabhakti ini. Pada hakikatnya, kebahagiaan muncul karena kesederhanaan. Bahagia karena tidur selama empat hari bersama-teman-teman. Kami hidup bersama dengan satu angkatan. Suka dan duka kami lewati bersama. Tangis dan tawa. Rasa lelah dan kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan itu pasti ada dalam kesusahan dan dalam keadaan apapun. Karena, bahagia itu sederhana.


Hari pertama di samping tenda. Dari kiri: Fariza, Jugi, Nani, Aku
Waktu tadabur alam sempet ngelewatin hutan pinus, dan itu keren banget. Dari kiri: Azizah, Aku, Jugi, Naila, Layli, Nani, Fariza. FYI, yang motoin Nadia, jadi dia nggak nampang

Dari kiri: Azizah, Nadia, Jugi, Naila, Layli Nani, Fariza. FYI, yang motoin aku, jadi giliran aku yang nggak nampang


Perkemahan Mahabhakti ke 26
Kulon Progo, 23-26 Maret 2013

Selasa, 02 April 2013

Sosok



Dalam gelapnya malam kelam yang tertutup oleh saputan awan hingga tak ada bintang yang terlihat dilangit, wanita paruh baya itu duduk termenung di beranda gubuk sederhanya. Dari sorot matanya yang memandangi langit mendung dimalam hari, aku melihat kepedihan perasaannya saat ini. Dua belas tahun berlalu, ia hidup sendirian di gubuk sederhana.

Aku mungkin bisa disebut orang baru dalam perkampungan ini. Perkampungan yang jauh dari riuhnya kota, yang bahkan hanya sedikit mendapatkan sentuhan aliran listrik. Hanya bangunan-bangunan tertentu saja yang mendapat aliran listrik, seperti balai desa dan masjid kampung. Untuk ke kota saja, penduduk  harus berjalan 4 kilometer untuk sampai distasiun kecil menuju stasiun kota kabupaten.

Lima tahun aku tinggal di kampung pedalaman ini, aku tak pernah berpikiran untuk kembali ke kota. Karna jika aku memutuskan untuk kembali ke kota itu sama artinya dengan aku kembali dengan masa laluku yang kelam.

Sebenarnya aku pergi ke kampung ini bukan memiliki maksud khusus untuk mengabdi misalnya atau apapun. Aku pergi ke kampung ini hanya untul mengikuti tujuan otakku saat itu, ‘pergi dari rumah sejauh-jauhnya’, itu saja. Dan sampailah aku di kampung pedalaman ini, kampung yang bahkan sinyal tidak bisa dijangkau sekalipun kau menaiki bukit dan pegunungan dipucuk hutan sana.

Sebentar itu aku tinggal di kampung ini, aku bisa mulai terbiasa akan keadaan kampung ini. Kampung yang penduduknya ramah dan leluhur-leluhur yang sangat menanamkan arti kebersamaan.

“Uhuk…huk..uhuk..”, tanpa sadar aku telah meminum ampas kopi malam ini yang membuat aku tersedak. Rupanya kopinya sudah habis. Aku kembali memandang gubuk itu, wanita itu ternyata masih ada. Sepertinya sudah lama sekali aku memikirkan masa laluku. Wanita itu tiba-tiba masuk dan suara pintu yang tertutup itu membuyarkan lamunanku.

Aku segera masuk rumah karna udara malam yang semakin dingin menembus pori-pori kulit. Aku merenggangkan tubuhku diatas ranjang dan menutupi badanku dengan kemul kusut. Aku berpikir sesuatu.

Lima tahun silam.
“Aku tidak akan bisa memaafkanmu!”, wanita itu mendorong seorang lelaki ke ambang pintu.
“Kau membunuh darah dagingmu sendiri! Akal sehatmu ditaruh mana hah?! Dimana otak yang kau gunakan untuk bekrja mendapatkan uang? Dimana perasaan yang kau gunakan untuk menyayangi Mona? Apa kau tidak bisa menyayangi Maya? Pergi dari rumah ini!” Wanita itu masih memaki-maki lelaki itu. Dan lelaki itu hanya bisa termangu dalam diam, dan dengan tampang pias menunduk.

“Mengapa kau diam saja? Kau tak berani menjawab? Apa gunanya kau menjadi seorang ayah jika membunuh anakmu sendiri?”, wanita itu besungut-sungut dengan muka merah padam.
“ITU KARNA MAYA BUKAN DARAH DAGINGKU! MAYA ADALAH DARAH DAGING LELAKI LAIN!”, timpal lelaki itu setelah mengumpulkan alasan untuk menjawab.
“Kau… Tutup mulutmu! Tutup harimaumu itu! Maya itu anakku!”, jawab wanita itu sambil terisak.
“Dia anakmu, tapi bukan anakku!”
“Lantas apa artinya janji-janji kau dulu yang ingin menyanyangi anakku?”
“AKU MURKA DENGAN ANAKMU!” jawaban lelaki itu terdengar seperti perasaan amarah yang telah dipendam dalam hatinya sejak lama.

GLEGAAAAAR!!! Suara petir membangunkanku dari mimipi burukku. “Mimpi….itu hanya mimpi.. Mimpi yang berkisah masa laluku.” Adzan subuh berkumandang dari masjid kampung. Aku berusaha bangun dan bergegas mengambil air suci untuk berwudhu. Menuju masjid dengan pikiran yang semrawut. Pikiran tentang masa laluku.

Dalam sujud sholat subuhku, aku merasa kepalaku susah diangkat untuk melakukan atahiyyat akhir. Tapi kepalaku benar-benar sulit digerakkan dan aku tidak sadaran diri. Aku hanya merasa kelam. Gelap. Semua gelap.


Minggu, 10 Maret 2013

Apa Itu Blog?


Halo! Selamat siang, selamat hari Minggu penikmat blog. Oke sapaannya segitu dulu ya.

Ada yang tau internet Pasti tau semua dong, buka blog ini kan juga pake internet. Ya kalo ada yang nggak tau internet, minimal google tau lah. Dijaman modern kayak sekarang ini internet itu udah kaya makanan manusia. Bangun tidur bukannya ngerapihin tempat tidur malah update dulu di twitter.  Lagi galau, update status dulu di facebook. Lagi makan di restoran bukanya dimana tuh makanan tapi malah di foto terus di upload di instagram sampe makanannya basi saking sibuknya ngedit tuh foto makanan. Dan masih banyak lagi hal absurd manusia-manusia gaul bersama internet.

Emang ya, di jaman sekarang ini internet tuh manjain kita banget. Internet itu bisa buat ngeksis, belanja, pencitraan, bahkan buat kerja. Padahal fungsi utama internet menurut ilmu itu untuk media informasi dan komunikasi. Nah, kali ini aku mau bahas aplikasi internet yang bisa buat curhat, promosi, bahkan mencari nafkah.


Ada yang tau gambar diatas gambar apa? Yap, itu gambar lambang blog. Ada yang tau nggak blog itu apa? Nggak tau ya? Yaudah ini juga mau dikasih tau kok. Jadi menurut wikipedia. Iya menurut wikipedia, karna aku juga nggak tau definisi blog secara detail. Oke balik lagi, blog itu singkatan dari web log. Nah blog itu suatu bentuk aplikasi web berupa tulisan-tulisan yang dimuat atau di posting secara berkala pada sebuah halaman web umum oleh pembuatnya. Biasanya blog ini sifatnya terbuka tapi juga bisa kok setting buat blog pribadi. Tapi juga dasarnya blog itu juga website pribadi cuman ada juga blog itu dipake oleh suatu lembaga atau perusahaan.

Oiya, FYI pengertian blog secara teori tuh sebuah conten menegemen sistem  (CMS) mesin pembuat  web yang memudahkan kita membuat webside tanpa harus menguasai bahasa pemrograman HTML, CSS, PHP dan sebagainya. Karena dengan blog kita dimudahkan untuk membangun sebuah Web.

Nah setiap kemunculan sesuatu pasti ada sejarahnya dong. Nah sejarah blog itu pertama kali dipopulerkan oleh Blogger.com, yang punya Blogger.com itu Pyra Labs sebelum akhirnya PyraLab diakusisi oleh Google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak banget aplikasi-aplikasi internet yang sifatnya sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.

Blog itu punya fungsi yang beragam, dari media buat curhat, media sebagai catatan harian atau diary,  media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampe program-program media dan perusahaan-perusahaaan atau juga bisa sebagai media promosi. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sedangkan sebagian lainnya dipelihara sama beberapa penulis. Banyak juga weblog yang punya fasilitas gadget interaksi sama pembaca dan pengunjung blognya, misanya kayak buku tamu dan kolom komentar yang diperkenankan untuk para pengunjung dan pembacanya dengan tujuan meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang diposting sama owner atau juga bisa menyampaikan opini tentang blog tersebut. Jadi kalian para pembaca blogku jangan segan-segan untuk nggak menyampaikan pendapat kalian di comment box atau opinion box. Tapi ada juga yang yang sebaliknya atau sifatnya non-interaktif. Sebenernya kalo blog sifatnya non-interaktif itu nggak seru loh.

Situs-situs web yang terkait berkat weblog atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut blogosphere. Jika sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berkali-kali muncul buat beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka itu tuh sering juga disebut blogstorm atau kalo ada yang nggak ngeti bahasa inggris, bahasa indonesianya itu badai blog.
 Blog itu juga punya jenis-jenis loh tapi pada dasarnya sama sih fungsinya. Ini dia, cekidot.
 
1. Blog Politik: Biasanya sih tentang berita, politik, aktivis, dan semua persoalan berbasis blog juga buat kampanye.
2. Blog Pribadi: Nah, blog saya termasuk jenis ini nih. Yaitu blog sebagai buku harian online yang isinya tentang pengalaman keseharian, keluhan, puisi atau syair, gagasan, perbincangan teman, dan lain-lain.
3. Blog Bertopik: Blog yang kayak gini nih membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan tertentu alis pada satu topik doing. Biasanya yang punya blog kaya gini itu tipe-tipe orang yang konsisten. Duh soktaunya mulai keluar.
4. Blog Kesehatan:  Pastinya blog kayak gini bahasnya lebih spesifik tentang kesehatan. Blog kesehatan kebanyakan berisi tentang keluhan pasien, berita kesehatan terbaru, keterangan-ketarangan tentang kesehatan, dan lain-lainnya.
5. Blog Sastra: Sebenernya aku mau jadiin blog ini sebagai blog sastra, Cuma karena emang terlanjur jadi blog curhatan jadi gagal. Lebih dikenalnya itu sebagai litblog (Literary blog).
6. Blog Perjalanan: Blog kayak gini fokus sama bahasan cerita perjalanan yang menceritakan keterangan-keterangan tentang perjalanan/traveling.
7. Blog Riset: Kalo kayak gini biasanya yang punya itu ilmuwan karena bahasnya tentang persoalan tentang akademis seperti berita riset terbaru.
8. Blog Hukum: Nah kalo kayak gini yang punya para pengacara kali ya. Bahasnya tentang persoalan tentang hukum atau urusan hukum; disebut juga dengan blawgs (Blog Laws).
9. Blog media: Kalo ini emang jenis yang mencakup semua karna kan emang fungsi blog itu berbagi informasi. Cuma mungkin jenis ini itu fokus pada bahasan berbagai macam informasi.
10. Blog agama: Blog macam gini tau dong guys, blog ini biasanya juga bahas tentang agama atau tausiah gitu.
11. Blog Pendidikan: Blog jenis kaya gini itu biasanya ditulis oleh pelajar atau guru. Ini blog yang sangat berguna loh guys.
12. Blog Kebersamaan: Topik blog lebih spesifik dan ditulis oleh kelompok tertentu atau komunitas bahasa gaulnya.
13. Blog Petunjuk (directory): Kalo kaya gini blognya itu sebagai penunjuk arah, isi blognya itu ratusan link halaman website.
14. Blog Bisnis: Udah pada taulah kalo blog kaya gini buat apa. Jelas digunakan oleh pegawai atau wirausahawan untuk kegiatan promosi bisnis mereka lah.
15. Blog Pengejawantahan: Blog macam ini itu fokus tentang objek diluar manusia; seperti hewan, tumbuhan, dll.
16. Blog pengganggu (spam): Ini nih blog yang nyebelin abis. Digunainnya itu buat promosi bisnis affiliate; juga dikenal sebagai splogs (Spam Blog)
17.Blog Virus: Duh blog ini tuh blong ternyebelin. Fungsi dari blog jenis kayak gini tuh merusak. Kurang nyebelin apa coba

Gimana guys, udah tau kan jenis-jenis blog apa aja, ternyata ada banyak. Dalam dunia per-blog-an istilah ngeblog udah familiar dong. Ngeblog adalah suatu kegiatan dimana pemilik blog menulis postingan diblognya dan biasanya dilakukan setiap waktu untuk mengetahui eksistensi pemilik blog. Orang yang suka ngeblog itu disebut blogger. Nah para blogger ini biasanya punya komunitas sesuai daerah misalnya atau kampus atau dari suatu website dan lain-lain. FYI, blogger ini dalam satu sisi adalah sebuah perkerjaan. Iya, seperti yang aku bilang diawal tadi, blog juga bisa jadi sumber cari duit guys. Jadi para blogger ini menjadikan blognya sebagai sumber pemasukan utama melalui program periklanan (misalnya AdSense, posting berbayar, penjualan tautan, atau afiliasi). Sehingga kemudian muncullah istilah blogger profesional, atau problogger, yaitu orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari aktivitas ngeblog karena banyak saluran pendapatan dana, baik berupa dolar maupun rupiah, dari aktivitas ngeblog ini. Tuhkan guys, blog ini emang serba guna banget kan, makanya ayo ngeblog.

Oiya guys, aku juga mau kasih tau hal penting nih. Karena blog sering dipake buat nulis aktivitas sehari-hari yang terjadi pada penulisnya, ataupun merefleksikan pandangan-pandangan si penulis tentang berbagai macam topik yang terjadi dan untuk berbagi informasi. Ternyata blog menjadi sumber informasi bagi para hacker, pencuri identitas, mata-mata, dan lain sebagainya. Banyak berkas-berkas rahasia dan penulisan isu sensitif ditemukan dalam blog-blog. Hal ini berakibat dipecatnya seseorang dari pekerjaannya, diblokir aksesnya, didenda, dan bahkan ditangkap. Jadi yang penting pada hati-hati juga ya kalo ngeblog. Tapi jangan pada takut buat ngeblog, karna ngeblog adalah salah satu cara buat mngekspresikan diri sendiri melalui tulisan kita. Pada dasarnya berbagi itu nggak merugikan kok guys.

Gimana? Pengetahuan kalian bertambah nggak? Pastinya dong. Jadi nggak ada yang salah kalian untuk ngeblog ataupun menjadi blogger. Banyak keuntungannya guys. Sekian dulu ya dari owner cantik ini (Amin). Semoga bermanfaat ya guys. Wasalam :)

Jumat, 29 November 2013

Rindu Senja

Tak terikat dengan jelas
Tak berteman cahaya bias
Dan tak terkira tanpa pikir
Menjadi asa yang terukir

Olehku, kau seperti senja
Melukis garis jingga
Menggapai malam
Menunggu langit padam

Kau seperti senja
Berhias ikan-ikan terbang
Dan burung-burung yang berenang
Yang terdefinisi
Kau, tak pernah ada

Kau seperti senja
Tiba saat kunanti
Pergi tanpa permisi
Tak terduga, tak tereja

Dan aku seperti awan
Menantimu datang
Melepaskanmu bersama bintang
Merelakanmu tanpa melawan

Lalu apa maksudku?
Bergejolak di angkasa biru
Bersandar oleh sendu
Bertikai dengan rindu
Tanpa kau
Yang hadir di celah jiwaku

Ada penantian tak terbatas
Di setiap rindu yang menetas
Ada jiwa yang tertindas
Di setiap hati yang kandas

Kita, berada di titik satu
Tapi takkan pernah bersatu
Dalam imaji yang semu
Yang kusebut, rindu



28 November 2013



Hingga Kamu Hadir

Tak terhitung berapa banyak sesuatu ini terjadi.  Tersakiti dan membuatku merasa kecil di dunia ini. Kecewa dan membuatku menyerah untuk berjuang. Dikhianati dan membuatku tak percaya pada orang lain. Jatuh berkali-kali dan membuatku takut untuk bangkit lagi. Kesepian dan membuatku takut oleh kehadiran seseorang. Kesalahpahaman dan membuatku tidak pernah mengerti maksud orang lain. Sakit hati dan membuatku takut untuk mencintai. Aku takut pada semua yang akan terjadi di masa depan. Takut jika semua itu terjadi lagi.

Hingga kamu hadir. Entah apa maksud kehadiranmu. Sampai aku takut menerima kehadiranmu. Tapi kamu merubah semuanya. Memberikan jingga dalam senja. Menampakan warna dalam pelangi. Menimbulan deras dalam hujan. Menggapai harapan dalam penantian.

Kamu, hadir dalam jiwaku yang terlahir baru.

Kembali Lagi

Haloooooo para pembaca. Hahaha kayak punya pembaca aja Fik. Apa kabar semua? Baik-baik saja kan? Syukurlah. Aku? Aku memaksakan diri untuk baik-baik saja.

Oiya, udah berapa abad blog ini terbengkalai? Maaf ya, lagi sibuk soalnya. Daaaaaan...... SEKARANG BLOG INI KEMBALI DIURUSIN SAMA YANG PUNYA. Alhamdulillah. For your information, bentarlagi yang punya blog ini bakal punya pacar posting sesuatu. Mau tau? Simak setelah komersial break yang satu ini yaaaaaa.

Sabtu, 10 Agustus 2013

Aku Sayang Kamu

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu tepat dihadapanmu, tapi tak pernah datang keberanian itu.
Aku hanya bisa menikmati kesempurnaanmu dalam diam.
Aku lelah berandai-andai.
Andai kamu tahu.
Andai kamu mengerti.
Andai aku bisa mengatakannya.
Tidak ada habisnya.

Aku sudah tahu akan seperti apa akhir kisah ini.
Aku yang bukan siapa-siapa, takkan pernah bisa bersanding dengan yang sempurna.
Selamanya, akan ku genggam rasa ini dalam hati.
Aku hanya tak ingin menyakiti diri sendiri dengan menerima kenyataan, kamu tak bisa, bahkan tak mungkin menjadi milikku.
Biarkan ku simpan indahmu dalam benakku.
Kan ku berikan sajak indah di hati dalam setiap hadirmu.
Sampai aku tidur terlelap karna lelah menjaga rasa ini dan memimpikan kamu lagi.

Aku sayang kamu.
Andai aku bisa mengatakan itu...



- Dara Prayoga -

Selasa, 23 Juli 2013

Bahagia

Halooo. Selamat malam para pembaca. Postingan kali ini maaf ya kalau alay, maklum lagi bahagia. bahagianya juga alay, jadi kebawa alay. Oke, sudah ngomongin alaynya.

Kalian tahu hari ini tanggal berapa? Tanggal 23 Juli 2013. Kalian tahu tanggal sebelumnya tanggal berapa? Tanggal 22 Juli 2013. Dan kalian tahu tanggal itu tanggal apa? ITU TANGGAL KELAHIRANKU. TANGGAL ULANG TAHUNKU. Jelas?

Cerita dimulai dari hari kemarin, 22 Juli 2013.
Pagi-pagi, semua terasa biasa saja. Temen-temen sekelas XB nggak ada yang kasih ucapan. Mereka semua diam tapi tidak dalam diam. Kalo nggak tahu maksudnya, diem aja. Sempet bingung dan sedih waktu mereka bener-bener nggak ada yang kasih ucapan. Apa mereka lupa? Masa lupa?, pikirku. 

Setelah melewati pagi dengan penuh kecanggungan, bel pun berbunyi. Pelajaran pertama berjalan dengan lancar. Bel menunjukan jam pelajaran ke 2. Pelajaran Sastra yang diajar oleh Bu Wulan. Semua berjalan biasa saja tapi tiba-tiba... Mungkin kebetulan atau Allah memang sudah bekerja sama dengan Bu Wulan. Waktu itu saya cuma memberi tahu sepatah dua patah kata kepada temen sebangku, tiba-tiba...
"Fathi! Ngobrol apa kamu?", Bu Wulan menanyai dengan nada tinggi.
Aku diam.
"Kamu tidak menghargai saya saat berbicara?"
Masih diam.
"Apa suara saya kurang keras? Apa suara saya tidak jelas?"
"Eng..enggak bu." jawabku sambil terbata.
"Tadi saya ngomong apa?" tanya Bu Wulan sambil membentak.
"Eng...Intinya kesuksesan itu hanya Allah yang tahu bu, kita cuma bisa berusaha untuk medapatkannya"
Lalu Bu Wulan melanjutkan nasehatnya untuk kita dengan nada yang masih tinggi. Sepanjang jam pelajaran Sastra, saya terus menerus kena 'semprot' Bu Wulan.

Bel pun berbunyi, itu artinya jam pelajaran Bu Wulan sudah habis. Suasana kelas yang sebelumnya tegang, menjadi santai.
"Kayaknya kemaren Bu Wulan baik banget sama aku. Ngobrolnya biasa aja, kenapa aku malah kena marah?" tanyaku pada temen sebangku.
"Hahaha ya sabar aja, paling gara-gara kamu tadi sempet ngobrol" ujar temenku seraya mem-puk-puk pundakku.

Saat istirahat, aku bertemu Bu Wulan, menjabat tangannya, lalu berjalan lagi. Tiba-tiba...
"Fathi! Sini!"
Aku menengok dan menghampiri Bu Wulan lagi.
"Tadi saya mau merahin kamu sampai kamu nangis malah saya yang kepingin nangis." kata Bu Wulan sambil menjitak jidat saya secara gemas.
Aku melongo, tanda tidak tahu apa maksudnya.
"Selamat ualng tahun ya. Maafin Bu Wulan ya" katanya sambil mengelus kepala saya. Teman-teman tertawa. Ternyata saya dikerjai. -_-
Jam pulangpun tiba, dan aku memutuskan untuk pulang karena udah kagol tadi pagi nggak ada yang ngucapin.

***
Hari berikutnya, 23 Juli 2013 atau hari ini. Pagi tadi aku memutuskan untuk menetap dikelas tanpa berkumpul dengan teman XB. Saat istirahat pun begitu. Dan pada saat jam pulang, aku memutuskan untuk berkumpul karena kangen mengobrol dengan teman-teman. Tapi dugaanku salah, yang seharusnya bercanda dan tertawa, aku malah dicuekin, tidak digubris, dan teman-temannya. Oke, aku memutuskan untuk pulang.

Kebetulan, sorenya ada acara buka bersama dengan teman XB. Saat sampai di tempat makan, suasana biasa saja. Tidak seperti suasana saat jam pulang sekolah tadi. Dan tiba-tiba, sekitar pukul 17.20, Jugi, Nani dan siapa pun itu, aku lupa. Mereka membawa sebuah kue dengan lilin yang menancap diatasnya. 
"HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY AFIK! HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY AFIK!!", mereka bernyanyi. Aku terharu.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, seeekarang juga!", mereka bernyanyi lagi. Mereka semua melontarkan doa yang terbaik untukku. Lalu aku meniup lilin dan semua berteriak, "Yeeee!"

Selang beberapa menit, sekitar pukul 17.28 ada lagi yang datang, Nindi dan Disty yang membawa kue sambil menyanyikan lagu Happy Birthday untukku. Bisa dibayangkan betapa bahagianya aku? Setelah meniup lilin, adzan maghrib pun berkumandang. Kami semua memutuskan untuk berbuka. Makan bersama dengan penuh canda. Bahagia itu sederhana. 

Setelah makan selesai, ritual corat-coret wajah dengan cream kue pun terjadi. Dan kalian tahu korban yang paling tragis siapa? Aku. Tapi itu menyenangkan kawan, kebersamaan yang takkan terganti. 

Hari kemarin, dan hari ini tentunya. Sore tadi sampai malam ini, aku bahagia. Bersama teman-teman XB yang peuh kebersamaan, penuh kasih sayang, penuh canda, penuh solidaritas. Saat bercanda tentang Adit dan Jugi yang hubungannya nggak jelas. Juga bercanda antara Naila dan Aldo, dan candaan-candaan lainnya.

Terimakasih banyak untuk Disty, Ocha, Chelsy, Dhian, Dyah, Fariza, Azizah, Layli, Jugi, Nadia, Naila, Nani, Nindi, Winda♥ {} 
          Juga teman-teman yang cowok yang ga bisa disebutin satu-satu.

TERIMAKASIH BANYAK! AKU SAYANG KALIAN!  

Sabtu, 13 Juli 2013

Di Batas Senja



Aku terenyuh oleh keindahan senja. Suara desah angin menambah suasana matahari untuk menghilang. Debur ombak seraya mengiringinya.  Pantai, selalu menjadi tempat penuh asa.

“Hei, melamun saja. Bukankah ini tempat yang kamu sukai?” seseorang mengagetkanku.
Aku tersenyum.
“Hanya tersenyum? Tidak ada respon lain selain senyuman?” dia mulai protes.
“Lalu kamu minta apa?”
“Aku tidak tau.” Jawabnya tanpa berdosa.
Aku berdiri lalu meninggalkannya.

Percakapan kecil di sore tadi masih terngiang dikepalaku. Untuk gadis berumur 19 tahun sepertiku, terlalu sulit untuk menerima kenyataan pahit. Mungkin aku belum cukup dewasa. Teman sekamarku sudah terlelap sejak satu jam yang lalu. Kegiatan study tour untuk penelitian membuatnya lelah. Sedangkan aku masih terjaga. Entah apa sebabnya, rasanya mataku sulit untuk tertutup. Keheningan di tiap sudut kamar menambah suasana kelabu di otakku. Sepertinya sudah seribu kali berganti posisi untuk tidur, tetap saja tidak berhasil.

“Risaaa.. Kau ini kenapa dari tadi? Bolak-balik posisi, menggnggu tidurku saja.” teman sekamarku terbangun akibat ulahku dengan logat Sumatra. Namanya Eliana, dia asli Palembang, tapi entah kenapa logatnya terdengar seperti logat Batak.
“Hihi, belum bisa tidur , El.” Aku terkikik.
“Yaelah, tidur itu mudah. Kau tinggal memejamkan mata saja.” Ujarnya sambil memeluk guling untuk melanjutkan tidurnya.

Aku membuka pintu menuju balkon kamar. Dinginnya malam mungkin bisa menghantarkanku tidur, pikirku.  Suasana penginapan dekat pantai memang menyenangkan. Percakapan senja itu benar-benar memperparah malamku.

“Anak kecil seharusnya sudah tidur.” Dia lagi. Tanpa berdosa mengagetkanku dari lantai atas.
Aku mendongkak. Dia tertawa. Aku berbalik dan menutup pintu, memutuskan untuk tidur. Rupanya penghantar tidurku dia.

***

“Kriiiiing! Kriiiiiing!” alarm telepon genggam Eli menyambut pagiku.
“El, bangun. Alarmnya sudah manggil kamu.” Kataku dengan keadaan setengah sadar.
“Hhhh… Iya.” Ujar Eliana seraya terbangun dan mengambil telepon genggamnya.

Rencanaku untuk melihat syahdunya pesona matahari terbit gagal. Aku dan Dea berjalan menuju ruang makan untuk sarapan.

“Selamat pagi Nona yang suka sekali melamun.” Sapaannya merusak pagiku.
“Hei boy, kau ini pagi-pagi sudah sok kenal sok dekat dengan mahasiswi lain, Lekas sarapan, cacingku sudah protes ini.” Kata temannya santai. Sepertinya spesies ini sejenis dengan Eli, orang Sumatra. Dengar-dengar namanya Pukat.
Dia melotot pada Pukat dan segera menarik Pukat menuju ruang makan. Eli tertawa terbahak. Aku ganti melototi Eli.
“Hahaha orang Sumatra itu lucu juga ya, unik. Wajahnya juga unik, seperti perawakan Cina. “
“Kamu suka ya padanya?” kataku licik.
“Oi? Tahu namanya saja tidak.” Wajah Eli merah padam.
Aku giliran menertawainya.

Suara denting piring mengiringi hiruk pikuk obrolan mahasiswa-mahasiswi yang sedang sarapan.
“Hahahaha kalian lucu ya, apa salahnya untuk sedikit membuka hati sih?” Eli tertawa membuka percakapan.
“Kalian siapa? Membuka hati? Apa maksudmu?” aku terheran.
“Kau lah dan si dia. Iya, membuka hati untuk menerimanya.”
“Dia siapa? Tadi apa kamu bilang? Lucu? Menerima? Memangnya dia siapa?” aku semakin bingung.
“Kau ini macam wartawan saja, banyak tanya sekali.”  Eli terbahak.
“Jika tidak mau ditanyai, tidak usah memberi pernyataan dengan sejuta pertanyaan.” Aku menyuap sesendok nasi dengan kesal.
“Yelah. Yelah, begitu saja marah” Eli menyengir. “Itu, yang tadi menyapamu. Kau pikir aku tidak tahu, sore kemarin kan kau mengobrol dengannya di tepi pantai, Tatapan mata kau itu seperti menatap bidadara surga.”
Aku melotot. Meninggalkan Eli yang masih melanjutkan menghabiskan nasi goreng di piringnya.

Selesai sarapan, aku menuju ke pantai. Bermain dengan pasir, melihat busa ombak menari bersama karang, dan bersantai ditemani cakrawala. Aku tersenyum menikmati itu semua. Terkadang aku tertawa melihat burung camar datang ribut menyapa pagiku. Aku seakan senang setiap kali hembusan angin pantai merusak tatanan jilbabku. Setiap kali aku merasa lelah, sebatang pohon kelapa tua siap menopang semua beban pikiran dan hatiku. Mempersilakan batangnya untuk disandari oleh punggungku. Aku merasa tenang. Damai.

“Tadi aku mencarimu, ternyata kamu ada disini.” Dia lagi. Menggangguku.
Aku meninggalkannya.
“Tunggu, mau kemana?”
“Bukan urusanmu, penganggu.” Ujarku ketus.
Dia terdiam. Aku tak menghiraukannya. Bagus jika dia tidak mengejarku.

“Risaaaa, kau kemana saja? Pagi-pagi sudah menghilang. Membuatku repot saja.” Eli menghampiriku dengan muka tertekuk.
“Lecek sekali mukamu. Sini aku setrika.” Aku menggodanya.
“Tidak lucu.” Eli semakin cemberut. “Tadi kau dicari sang bidadara.”
“Bidadara siapa?” aku tak peduli dengan guarauannya
“Itu, si Deka.” Eli menjawab santai.
“Deka, siapa dia?” Aku mengeryitkan dahi.
“Kau tidak tahu Deka?” Ujar Eli kebingungan sambil menyeka peluh di dahi.
Aku menggeleng. “Dia itu yang suka mengusik kau.”
Aku terdiam. “Kau kenapa diam begitu macam singa tidur?” tanya Eli
“Jadi, dia itu namanya Deka.”
“Jadi kau baru tahu?” tanya Eli keheranan.
Aku meringis. “Iya.”

Aku kembali bertemu senja. Memandangi langit dan lautan jingga. Pikiranku melayang ke langit bebas. Menerobos saputan awan yang mendampingi jingga dalam elegi.

Seseorang berdehem. “Maaf aku menganggu senjamu.”
Aku menengok. Membenarkan tatanan jilbab yang tertiup angin. “Tidak menganggu sama sekali.”
“Maaf karena aku selalu mengusikmu. Tapi itu karena tulus dari hatiku.”
“Mengusik? Kamu mengusik tulus dari hati?” aku melipat dahi.
“Eh.. Maksudku aku mengusik karna hanya ingin menghiburmu. Aku tahu pantai ini penuh kenangan bagimu. Aku tau pantai ini selalu mengingatkanmu tentang masa lalu. Aku tahu di pantai ini kamu dan dia pernah bersama. Aku tau dia….” Katanya sambil menyeka peluh leher, sepertinya dia gugup.
“Cukup.” Aku memotong penjelasannya. “Dari mana kamu tahu?”
“Aku mengagumimu sejak dulu. Sejak dia belum menjadi milikmu. Aku hanya pengagum rahasia. Dan saat ini, pertama kalinya aku memberanikan diri untuk…”
“Apa?” lagi-lagi aku memotong penjelasannya. Dia diam.
Kami terdiam dalam keheningan. Hanya ada suara angin yang menemani kami.
“Ta… Tarisa Lintang Gaurinda.”
Aku menoleh. “Ya?” Aku meneguk ludah. “Kau tau namaku?”
“Aku menyukaimu. Aku tahu kamu belum bisa untuk melupakan masa lalumu. Dia sudah di surga. Dia past sedih melihatmu sedih terus-menerus. Dia akan bahagia jika kamu sudah bahagia tanpanya. Cobalah untuk melihat ke depan. Menyambut sesuatu yang akan datang. Aku sedih melihatmu terus melamun. Aku akan mencoba membantumu untuk maju. Jadi, mau kamu bersamaku untuk selanjutnya?”
Aku menatapnya. Dia membalas tatapanku penuh arti. “Aku perlu berpikir..” jawabku. Dia tersenyum.

***

Kegiatan study tour sudah usai. Segala laporan penelitian sudah rampung ku kerjakan. Kesibukanku sudah mulai mereda.

Suara ketukan pintu terdengar lirih melawan suara televisi yang ku tonton. Aku mencoba mengurangi volumenya, bangkit dan menengok ke arah jendela. Berjalan menuju pintu, dan membukanya. Sepi. Pasti anak-anak kecil yang iseng mengetuk-ketuk pintu setiap rumah di komplek ini, pikirku sebal.

Aku berbalik, kakiku terasa menginjak sesuatu. Sepucuk amplop. Mengambilnya dan menuju kamar. Beralaskan bantal untuk punggungku, aku memulai membuka tutup amplop yang dilem rapi. Berisi surat dua lembar bertuliskan tangan. Di pojok kiri atas tertulis rapi: Untuk Tarisa Lintang Gaurinda.

Akhirnya semua rasa penasaranku terjawab.

Selamat siang Risa. Kamu pastilah bertanya-tanya siapa yang mengetuk pintu siang bolong begini dan melemparkan surat lewat fentilasi pintu. Aku, Radeka Ramawisnu. Kamu pastilah tidak mengenalku jauh, tapi aku, sebaliknya, mengenalmu lebih jauh dari Jembatan Suramadu. Disini aku bukan bermaksud melucu, tapi aku akan menjawab rasa penasaranmu.

Kamu tahu, berminggu-minggu aku menulis surat ini. Selalu muncul rasa gugup dan rasa bersalah. Aku adalah sahabat Mirza Haskafilah, orang yang sangat kamu cintai. Aku yang berada di mobil bersama dia. Aku yang berada di jok kiri disampingnya. Aku yang menemaninya diperjalanan untuk menemuimu. Pertemuan yang kamu paksakan.

Kamu tahu Risa, saat itu Mirza sedang kelelahan, tapi dia selalu menepati janji-janjinya. Dia tidak mau orang yang dicintainya kecewa ditelan janji. Aku memutuskan untuk menemaninya. Aku selalu merasa bersalah jika mengingat semua ini. Bukan, bukan karena aku tidak mencegahnya. Aku sudah memintanya agar aku saja yang menyetir dan mengantarkannya, tapi dia lebih kuat. Dia memaksa agar dirinya sendiri yang menyetir. Aku sudah mencegah dengan segala cara, tapi itulah seorang Mirza, segala caranya tidak bisa dilawan.

Perjalanan berjalan mulus, tapi tiba-tiba aku melihat air mukanya berubah pucat. Dia terlihat gelisah dan akhirnya semua itu terjadi. Tidak ada yang menyangka bahwa saat di simpang tiga yang sepi tiba-tiba muncul mobil pick up dari arah kanan yang artinya menabrak dari sisi sopir, sisi yang ditempati Mirza. Tiba-tiba, semua gelap. Aku tersadar saat berada di ruangan serba putih. Aku bangun dan segera mencari Mirza, menanyakan keadaannya. Tapi gagal, suster dan dokter memaksaku untuk beristirahat. Aku meronta melawan tapi hasilnya tetap nihil.

Baru aku esok harinya mendapatkan kabar bahwa Mirza, orang yang kamu cintai dan yang mencintai kamu, sahabatku, teman ceritaku, berpulang. Saat pemakaman, aku melihat detil lekuk wajahmu yang memancarkan kesedihan mendalam. 

Risa, sungguh maafkan aku. Aku bersalah telah gagal mencegah Mirza, menolongnya sebelum semua itu terjadi. Paksaanmu, permintaanmu, benar-benar membutakannya. Bukan, bukan aku menyalahkanmu, tapi itu bukti bahwa dia tulus mencintaimu. Sungguh aku bersalah. Menghilangkan semua kebahagiaan kalian, menenggelamkan kenangan kalian, dan membuatmu bersedih setelah kepergianya.

Kamu tahu, aku mengenalmu sebelum Mirza mengenalmu. Sampai aku menyukaimu, menyayangi, lalu mencintai dalam diam. Kita memang tidak pernah berkenalan tapi hatiku sudah mengenalmu. Tapi ternyata Mirza, sahabatku yang berhasil mendapatka hatimu.

Aku dan dia memang berbeda. Dia seseorang yang pemberani, penuh tantangan, dan bertanggung jawab. Sedangkan aku? Lelaki pemalu, tak pantas mendapatkan sebuah anugerah yang di dapatkan dengan keberanian, bukan rasa malu.

Tapi Risa, aku sungguh mencintaimu. Aku memang tak seberani Mirza, tak setulus Mirza. Tapi bukalah hatimu. Bersihkan debu dan masa kelam dihatimu. Dan simpan kenangan manis kalian di sebuah lemari kecil dalam hatimu. Perkenankan orang baru masuk ke hatimu dan mengisi semua harimu. 
Sungguh, maafkan aku. Maafkan atas kelalaianku.


Dari Deka
Tanganku gemetar. Dua lembar surat dari Deka terlepas.

***

"Silakan kopinya."
"Makasih mbak."
Seraya si pelayan pergi, kusesap perlahan cappuccino pesananku. Hangat.

Kulirik jam tanganku.
Satu jam. Sudah satu jam aku berada di cafe yang bahkan sebelumnya belum pernah aku singgahi. Sejenak kuperhatikan sekeliling. Interior cafe ini cukup cantik. Dinding yang berlapis wallpaper berwarna coklat begitu serasi dengan lantainya. Jam antik serta meja-meja kayu yang tampak kuno menambah nuansa vintage. Lagu-lagu akustik yang terus diputar membuatku percaya jika pemilik cafe ini memiliki selera musik yang bagus. Di sudut cafe, terlihat beberapa remaja sibuk bergurau satu sama lain. Di sudut yang lain, sepasang kekasih sedang asik bermesraan. Semua orang larut menikmati suasana. Kecuali aku.

Dan di sinilah aku. Menunggu. Kau tahu? Menunggu ialah pekerjaan yang mengesalkan. Menunggu membuatmu gelisah. Menunggu membuatmu resah dan tak nyaman. Dan kau hanya bisa menduga-duga tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Suara bel menandakan pintu cafe itu terbuka. Seorang laki-laki dengan kaus berwarna cokelat berjalan masuk. Ia terlihat seperti mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Aku memalingkan pandangan.

“Maaf aku terlambat. Satu jam.” Dia membuka percakapan seraya melihat jam tangannya. “Tadi aku harus menyelesaikan peker…”
“Cukup. Aku tidak butuh penjelasan itu.” Aku memotongnya.
“Maaf.”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Jadi apa tujuanmu mengajakku bertemu?”
“Ikut aku.” dia bangkit dan menarik tanganku.
Aku mengikutinya. Langkah kaki itu tegap, sama dengannya, Mirza.
Aku menaiki motornya. Motor laki-laki. Motornya berjalan dengan kecepatan tinggi.
“Kita mau kemana?” kataku agak berteriak karena melawan suara motor.
“Lihat saja nanti.”

Selama perjalanan yang ada hanya keheningan. Kami sama-sama diam, yang ada hanya suara berisik motornya.

“Maaf aku membawa motor dengan kecepatan tinggi. Kita sudah sampai.”

Kau tahu, tempat yang kami tuju penuh dengan batu-batu bertuliskan nama. Rumput-rumput kecil, dan pohon-pohon kamboja yang menemani. Kami berada di pemakaman. Aku hanya memandang lurus ke depan, memandangi punggungnya. Bulu kudukku terasa berdiri mengikuti langkah kaki Deka menuju sebuah batu nisan bertuliskan nama Mirza Haskafilah. Nisannya yang tertimpa cahaya senja terlihat bercahaya. Aku seperti melihat sosoknya tersenyum melihat kedatanganku dan Deka. Oh Tuhan…

Tanganku menengadah mengiringi doa yang dipanjatkan Deka. Air mata mulai mengalir membasahi pipi. Mirza, lihatlah, sekarang aku sedang bersama orang yang menyayangimu. Orang yang merasa bersalah atas kejadian satu tahun yang lalu. Orang yang selalu mencegahmu sebelum semua itu terjadi. Dan orang yang mencintaiku…

“Dek.. Deka..” kataku terisak memecah keheningan.
“Ya?” jawabnya setelah memandangi dan mengusap-usap nisan Mirza.
“Ayo ki.. kita pulang.” Kataku terbata.
Deka tersenyum.

***

Motornya terhenti si sebuah taman kota. Aku mengikuti dibelakangnya. Duduk di kursi ukir di tengah taman sambil memandangi anak-anak kecil yang berlarian bermain air mancur.

“Mari menikmati senja.” Katanya memulai percakapan.
“Aku suka senja.”
“Aku tahu, senja selalu menjadi lukisan indah dipelupuk matamu.”
Aku tersipu.
“Jadi, apa jawabanmu?”
“Jawaban apa?” aku menoleh, melihat siluet wajahnya.
Dia beganti menoleh. “Surat itu.”
“Aku sudah bisa membuka hati. Untukmu.”
Dia menoleh. Tersenyum dan tertawa riang.
“Aku berjanji pada diriku, padamu, dan pada Mirza. Bahwa aku akan menjaga orang yang Mirza cintai.”
“Tapi kan sekarang kau yang mencintaiku.” Aku mencubit pingganggnya.
“Hei, jangan.” Dia berlari, menghindari cubitanku. Aku mengejarnya.
“DI BAWAH SINAR SENJA HARI INI, KAMU TERLIHAT CANTIK SEKALI.” Katanya berteriak yang membuat anak-anak kecil yang sedang bermain air menoleh.

Aku tersipu. Kami tertawa. Di batas senja, aku menemukannya.

Selasa, 09 Juli 2013

Seribu Tahun Aku Akan Menunggu



Kamu tahu, mata ini berbinar ketika aku melihat gelak tawa saat kita bercanda. Mungkin kamu tak sadar aku melihat selengkung pelangi di matamu saat berkisah tentang hidupmu semua yang kamu tahu. Apa yang aku katakan sebagai respon ceritamu itu seperti motivator menceramahi audiencenya.

Namun yang aku rasakan, aku melakukan semuanya atas nama rasa. Rasa berupa degub kencang ketika kepalamu begitu dekat dengan pundakku saat duduk berdua. Rasa berwujud gugup saat kamu antusias mengajakku berbicara untuk bercerita. Dan rasa  berbalut cemburu ketika kamu dekat, tapi bukan dengan aku.

Kadang, sepasang lelaki dan perempuan lupa bahwa mereka hanya sekedar teman, tidak lebih. Yang lebih hanya rasa di antara mereka. Kadang juga, dalam sebuah pertemanan dua manusia saling memiliki rasa dan saling menyangkal pula itu cinta. Seperti yang aku rasakan kepadamu.

Jika tidak, mengapa seorang teman bisa secemburu ini? Seperti aku kepadamu, apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Ya, teman. Antara sebuah hal indah yang bisa mendekatkan aku dengan kamu. Atau hanya sebuah omong kosong yang menjadi penghalang bersatunya hatimu dengan hatiku.

Seribu tahun, aku akan menunggu...




- Dara Prayoga -

Aku, Kamu dan Jarak.



"Aku. Kamu. Jarak. Sudah selama ini kita bersama dan ada jarak di antaranya. Kamu tidak perlu tau bagaimana khawatirnya aku. Malam-malam yang aku lalui dengan begitu banyak prasangka hati. Kamu tidak  ingin tau bagaimana hati ini lelah sendiri menebak-nebak sedang apa kamu disana. Menimbang-nimbang apakah kamu disana benar-benar memikirkan aku, tanpa ada dia di sela-selanya.

Aku tidak ingin bertemu, karna bertemu denganmu hanya memantik bara api rindu. Jika saja jarak ini bisa aku habiskan dengan mengayuh, berenang, bahkan berlari, akan aku lakukan. Sayangnya, jarak ini tidak seperti itu. Jarak sering memperparah malam-malamku. Aku tidak sanggup lagi dengan apa yang ada di antara kita. Sebuah jarak semu.

Kamu dan aku duduk berdua tapi kita sendiri-sendiri. Banyak orang bilang, jarak bukanlah apa-apa bagi cinta tapi tidak begitu dengan jarak yang sedang aku hadapi ini. Ini soal jarak antara cinta, jarak antara cinta dan tidak sama sekali. Ini bukan soal tempat. Jarak ini soal rasa. Kita berdua terpisah oleh perasaan yang berbeda. Jarak antara 3 hati. Aku padamu. Kamu padanya...", kata seseorang di pucuk senja.






- Dara Prayoga -

Selasa, 18 Juni 2013

Bebas Lepas

Selamat malaaaam. Mari menikmati sabtu selooooo. Yuhuuuuu, malem ini adalah malam yang spesial. Kenapa? Karna malam ini adalah malam awal untuk menikmati malam-malam selanjutnya yang penuh keseloan. Karna 'everynight is saturday night'. Hahahahaha.


Setelah 10 hari 11 malam berperang melawan mata pelajaran yang sangat menjelimetkan otak pelajar. Malamnya berpikir membuat strategi hebat di otak. Bukan strategi mencontek dong, karna mencontek itu dosa. Setelah semalam berpikir lalu paginya siap berperang dengan 2 pelajaran setiap harinya. Sungguh minggu yang melelahkan. Dan perang tersebut adalaaaaaah Perang Dunia ke 3 yaitu UKK. Ulangan Kenaikan Kelas. Cukup. Eh tapi ulangan kekompakan kelas juga bisa. Karna posisi duduk siswa menentukan masa depannya (read: Rapot).

Jadi, kebayang kan gimana tersiksa batin, raga, dan pikirannya para kita si pelajar ini. Makanya itu rasanya seneng banget udah merdeka dan bebas dari jajahan materi UKK. Urusan remidi apa enggak itu tergantung Human Factor (faktor manusia alias kemampuan dan usaha) + God Factor (faktor Tuhan alias doa). Alhamdulilah, bukannya riya' (memperlihatkan sesuatu agar mendapat pujian) tapi insya Allah keduannya sudah saya lakukan.

Udah dulu ya ceritanya. Sekarang mau menikmati keseloan malam rabu. Selamat malam.



Minggu, 09 Juni 2013

Ini Hidup

Buat apa kamu mengejar orang yang nggak pantas dikejar?
Sedangkan ada orang yang tulus cinta sama kamu dengan sabar.

Buat apa kamu nungguin semuanya untuk menjadi pasti?
Sedangkan ada orang yang cinta sama kamu dari dulu tanpa kamu ketauhi.

Buat apa kamu selalu mengharapkan yang nggak pasti?
Sedangkan ada orang yang mengharapkan kamu untuk kembali.

Yang pasti adalah, kamu nggak akan mendapatkan dia. Karna dia buta, buta kamu. Dia nggak pernah melihat kamu walau kamu berada di sampingnya sekalipun. Sama seperti kamu, kamu buta olehnya. Kamu buta sama keberadaan orang yang selalu nunggu kamu sekalipun orang itu berada di depan mata kamu. Karna kamu nggak pernah menganggap orang itu ada.

Lihat, suatu saat nanti waktu akan membuktikan. Orang yang kamu harapkan, kamu kejar, kamu tunggu udah bersama orang lain. Udah punya orang lain.

Well? Fair? So well and so fair.
Ini yang namanya hidup. Kadang sesuatu yang kita inginkan nggak terpenuhi. Tapi, ada sesuatu yang lebih memenuhi dari apa yang kamu inginkan tanpa kamu ketauhi. Terkadang pilihan Tuhan adalah yang terbaik.

Jadi, berpikirlah dewasa. Jangan mau dibutakan oleh keegoisan hati.

Selasa, 28 Mei 2013

Kegagalan dan Keberhasilan

Halo selamat pagi! Apa kabar? For your information, aku posting blog ini lagi pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bukan buat menyelinap diam-diam buka internet, tapi memang udah disuruh sama gurunya.



Mungkin sekarang aku mau bahas yang lagi rame-rame dibicarain kemarin. Yaitu ramenya pengumuman SNMPTN undangan dari universitas-universitas negi di Yogyakarta. Dari hasil survei stalking akun twitter kakak-kakak kelas 12 yang baru saja lulus dari masa terindahnya yaitu masa SMA. Dari akun twitter yang lolos SNMPTN dan akun twitter yang gagal SNMPTN.

Hasil stalkingnya adalah kakak-kakak yang lolos SNMPTN mengupdate tweetnya secara bahagia. Yakali mereka malah sedih kalo lolos SNMPTN. Dan sebaliknya kakak-kakak yang nggak lolos alias gagal dalam SNMPTN, mereka secara langsung mengupdate akun twitternya dengan rasa sedih yang tidak berkelanjutan tapi ada juga yang sedih sampe sedihnya. Namun kebanyakan dari mereka yang tidak lolos SNMPTN tiba-tiba menjadi Mario Teguh gadungan. Maksudnya, kebanyakan dari mereka mengupdate tweet-tweet bijak yang entah untuk memotivasi diri mereka atau untuk menenangkan diri mereka dari kegundahan dan kesedihan.

Memang jika merasakan apa yang mereka rasakan dalam kegagalan itu pasti amat sedih. Ada rasa mengecewakan orang tua, menyusahkan orang tua, dan rasa sedih lainnya. Tapi, bukan bermaksud menggurui. Sesungguhnya kegagalan dalam SNMPTN adalah kesuksesan yang tertunda. Siapa tau mereka yang tidak lolos SNMPTN justru akan sukses dan bahkan mengungguli dalam SBMPTN. Karna faktor kemampuan manusia dan faktor Tuhan sangat berpengaruh. Jika kemampuan manusia dan usaha manusia sudah maksimal tapi tidak disertai olah doa, makan hasilnya akan nol. Tapi jika kita sudah melakukan keduanya, mungkin Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik. Jadi jangan bersedih buat yang tidak lolos, terus berjuang lagi. Mungkin kegagalan kalian adalah cara Tuhan untuk menghargai kerja keras kalian dengan imbalan kalian akan sukses di masa mendatang asalkan dilakukan secara jujur. Percayalah, sesuatu yang dilakukan secara baik dan tentunya ikhlas pasti akan ada hasil yang baik.

Dari persepsi diatas, aku sadar. Dari awal seharusnya kita harus memanfaatkan waktu dengan baik, memanfaatkan kesempatan dengan baik, dan memanfaat segalannya agar kita tidak menyesal di kemudian hari dan mengecewakan orang-orang yang kita sayangi. Berjuang untuk meraih kesuksesan itu tidak mudah. Pasti ada proses dan dalam proses tersebut pasti ada rintangan, rintangan yang tidak akan membuat kita berhenti.

Oke, tulisan diatas mungkin terjadi saat aku sedang dimasuki roh Mario Teguh. Mendadak bijak. Sekian dari saya. Terimakasih sudah membaca. Wasalam. 



Salam Super,

Fathi Abida Nurunnafi Ghaniyaska
Calom mahasiswi UGM (Amin)

Rabu, 03 April 2013

Mansa Mahabhakti 26 - Bahagia Itu Sederhana

Pagi itu hari Sabtu tanggal 23 bulan Maret tahun 2013, aku membuka mata dari istirahat malamku. Memulai pagi dengan senyum merekah di wajah yang akan membawa semangat dalam menjalani empat hari kedepan. Hiruk pikuk kota Jogja pagi itu belum terihat. Ya, kami peserta kemah Mahabhakti memang dipaksa untuk berangkat lebih awal. Di sekolah, keramaian mulai terjadi. Para peserta sibuk mempersiapkan barang-barang dan mendaftar barang tersebut. Suasana mulai tenang saat upacara pembukaan akan dilaksanakan. Semua mengikuti upacara dengan khidmat. Beberapa waktu setelah upacara selesai, suara bising truk-truk mulai terdengar. Ya, truk itu yang akan mengantarkan kami ke bumi perkemahan. Sekali lagi, kami diantar oleh truk. Rona wajah peserta mulai cerah saat melihat truk-truk itu datang.

Di perjalanan, mungkin peserta lain sama denganku. Mengeluh kepanasan. Mahabhakti belum dimulai saja, kami sudah diuji dengan diangkut truk, macam sapi-sapi yang akan diqurban. Harapan kami untuk diturunkan di bumi perkemahan pupus sudah. Kami tidak diturunkan di bumi perkemahan. Melainkan di sebuah lapangan yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik. Peserta diturunkan di lapangan itu ternyata punya tujuan. Ya, kami diharuskan oleh panitia Mahabhakti untuk berjalan sekitar 2 kilometer atau lebih, aku tak tahu pastinya. Peserta mulai mengeluh. Seperti tak ada semangat lagi, padahal ini baru kegiatan pertama dalam kemah Mahabhakti ini. Untuk berangkat menjalani kegiatan perjalanan bhakti saja sudah menyebalkan. Kami harus menjawab pertanyaan dan tebak-tebakan yang diberikan sangker atau sangga kerja.

“Sekarang pertanyaan untuk Ratnaningsih. Kan aku bendahara di ambalan Ratnaningsih, nah pasanganku yang menjadi ambalan Alibasyah siapa? Ada yang tau?”, tanya seorang sangker.

Seketika suasana hening. Tak ada yang tau jawaban dari itu. Tiba-tiba salah seorang anggota sanggaku mengacungkan tangan, hanya mengacungkan tangan tidak menjawab. Kami menebak-nebak dengan menyebutkan semua nama sangker putra. Pertanyaan itu belum juga terjawab.

“Mas Aliya!”
“Ya benar. Kalian boleh berangkat sekarang.” Akhirnya giliran kami untuk menjalankan perjalanan bhakti datang. Tapi anggota sanggaku yang mengikuti perjalanan bhakti tidak lengkap. Anggota sanggaku yang berjumlah 9 orang, hanya 6 orang yang tersisa yang bisa mengikuti kegiatan itu 2 orang dari sangga kami sakit dan 1 orang sisanya menjadi penjaga pos. Jadilah hanya kami berenam yang menjalankan perjalanan berat ini. Aku, Nadia, Nani, Naila, Azizah, dan Fariza. Kami berenam berusaha untuk kompak dan solid dalam kegiatan ini. Ada tiga pos dalam perjalanan bhakti ini. Tiga pos memang sedikit, tapi ternyata jarak antar pos mungkin bisa sampai 1 kilometer.

Pos pertama berhasil kami lewati, tak ada rintangan apapun, mungkin hanya keluhan-keluhan kecil kami karena kecapaian. Saat perjalanan menuju pos kedua yang sangat jauh, banyak cobaan yang kami hadapi. Tas ransel yang mengangkut bekal untuk perjalanan bhakti putus. Dengan ujian itu kami jadi kesulitan untuk membawanya. Yang kedua, kami berenam mulai kekurangan air. Dan itu memang cobaan terberat. Karena air sangat berperan penting dalam perjalanan ini.

Sinar matahari mulai ganas, aku tak tau tepatnya jam berapa. Yang jelas, sinar itu sangat menyengat dikulit. Belum sampai di pos kedua kami mulai sangat kelelahan. Padahal kami sudah beristirahat satu atau dua kali. Ya, perjalanan itu tidak seperti apa yang kami bayangkan. Perjalanan itu sangat jauh. Kaki-kaki kami mulai terasa patah. Keringat mulai menggumpal menjadi daki.

“Mau istirahat dulu?” tanyaku pada teman-teman.
“Terserah yang lain saja”, timpal salah satu temanku, Naila.
“Iya istirahat dulu, itu dibawah pohon jambu aja.” Jawab Nani. Kami mulai bersantai dan merenggangkan kaki di bawah pohon.
Terlihat ibu, bapak, dan anak yang sedang memanen jambu.
“Mau kemping dik?” tanya ibu itu.
“Iya bu.” Jawab kami hampir bersamaan.
“Kempingnya di buper dekat wisma itu ya?” tanya ibu itu lagi.
“Mungkin bu, kami juga tidak tahu karna tugas kami juga mencari buper itu. Masih jauh nggak bupernya bu?” tanya kami penasaran. Ibu itu terlihat berpikir,
“Ooooh itu ada disana tadi itu, mungkin kalian diputar-putar dulu”. Mulut kami menganga, mungkin pikiran kami sama. Antara bingung apa yang dikatakan ibu-ibu itu dan percaya dengan perkataan ibu itu.
“Bu, itu jambunya boleh dipetik?” tanya temanku yang memang sejak dari tadi lapar.
“Boleh dik, ini kan punya proyek, punya kabupaten.” Sahut bapak-bapak yang sedang memanjat untuk memetik buah jambu. Dengan air muka yang terlihat lebih cerah dari sebelumnya, kami semangat untuk memetik buah jambu itu.
“Hati-hati dik, itu jurang, nanti jatuh”, was-was bapak itu. Aku ikut mencoba buah itu.
“Hoeeeek, asem banget”, keluhku. Teman-teman tertawa.
“Tak apalah yang penting perutku terisi”, jawab Nani dengan polosnya. Kami semua tertawa lepas.

Lepas menikmati buah jambu sambil melanjutkan perjalanan, tak terasa kami sudah sampai pos dua. Dan pos itu ternyata terletak disamping Waduk Sermo. Ya, waduk itu sangat indah. Seketika rona wajah kami berubah 180 derajat. Padahal kami masih harus melewati satu pos lagi. Melihat pesona indahnya Waduk Sermo memang membuat hati senang. Ya, pada hakikatnya memang bahagia itu sederhana.

“Waaaaaah, sumpah bagus banget!”, teriak Nadia.
“Keren maksimal”, gumamku.
“Subhanallah”, suara lirih Naila terdengar ditelingaku. Mata kami semua seketika berbinar.
“Bagaimana? Bagus kan? Terbayarkan capainya? Sini foto dulu”, sahut seorang alumnus sekolahku sambil tersenyum merekah.
“Mauuuu!” Balas kami spontan. 

Setelah berhasil melewati pos dua kami memulai perjalanan menuju pos tiga dengan semangat. Menjumpai pesona Waduk Sermo memang seperti menjadi pos isi ulang semangat. Kami benar-benar mempunyai semangat baru. Biarpun kaki terasa patah, badan pegal, dan berpeluh keringat, sugesti mempunyai semangat baru memang menjadi sugesti positif.

Sampai juga kami di pos ketiga. Pos terakhir dan mungkin pos tempat kami mengeluh. Kakak penjaga pos berkata bahwa bumi perkemahan sudah dekat. Rona wajah kami kembali cerah. Dan akhirnya sampai di bumi perkemahan. Sangga kami termasuk sangga awal yang sampai di bumi perkemahan. Tapi, ternyata masih ada tugas lagi yang harus kami lakukan. Sampai di bumi perkemahan bukan istirahat, melainkan kami masih mempunyai kewajiban untuk membangun tenda.

Dalam keadaan mood yang berantakan, pikiran yang berantakan, pusing di kepala, dan tentunya rasa lelah yang masih melekat, ditugaskan membangun tenda bukan merupakan kegiatan yang tepat. Kami membangun tenda dengan suasana hati yang tidak karuan. Kami badmood berat. Kami berenam mulai mengeluh sambil tetap membangun tenda. Aku tahu, dengan mengeluh memang tidak akan merubah keadaan. Tapi dengan mengeluh, hatiku merasa lega. Itu saja yang aku inginkan. Pembangunan tenda pun selesai. Kami mulai mengangkat barang-barang ke atas dan menaruh di samping tenda dengan keadaan kami yang mengenaskan.
Selesai semua tugas kami. Aku dan Nadia memutuskan sholat untuk menenangkan hati. Saat turun ke bawah untuk ke masjid, kami pikir tempat wudhu berada di dekat masjid, tapi kenyataannya berbeda. Tempat wudhu putri berada di atas. Karena kami mulai kelelahan, kami terpaksa bewudhu di tempat putra, yang memang keadaannya sepi. Saat menuruni tangga tiba-tiba terdengar suara.

“Hei hei! Kalian mau kemana?”, tanya seorang sangker putra, Kak Daus namanya.
“Mau wudhu”, sahut Nadia.
“Tempat wudhu kalian itu di atas, itu tempat wudhu putra!” timpal teman Kak Daus, namanya Kak Reza.
“Ya itu lagi sepi tempat wudhunya. Capek mas ke atas”, keluh Nadia.
“Tidak bisa, salah kalian sendiri nggak tanya dahulu sama yang ada di atas”
“Ya ampun, kan nggak tahu mas. Cuma wudhu kan nggak papa”
“Terserah, pokoknya tempat wudhu di atas, nanti kalau diapa-apain gimana?”
“Ya ampun, siapa juga yang mau ngapa-ngapain kita”, jawab Nadia kesal.
“Yaudah, pokoknya cepat ke atas!” bentak Kak Daus
“Iya! Nggak usah bentak-bentak bisa? Mau sholat saja susah.”, teriakku pada sangker itu. Kami langsung meninggalkan orang menyebalkan itu.

Tiba-tiba dadaku sesak. Kepalaku berat. Rasanya tak ada bahagianya dan tak ada gunanya mengikuti kemah itu. Hanya mendapatkan lelah dan bentakan. Aku benci dua hal itu. Semua pikiran pendekku mulai menyerbu otak. Membuat hati tak kuat, dan mengeluarkan air mata. Aku menangis. Aku seperti orang lemah.

Selesai sholat, hatiku mulai tenang. Pikiranku mulai jernih. Aku dan Nadia memutuskan untuk makan siang di sore hari. Setelah istirahat, sholat dan makan, kami masih harus melakukan kegiatan upacara pembukaan kedua. Lepas Maghrib, kami mulai menata tenda dan menyiapkan makan malam. Salah seorang temanku, Jugi menyiapkan makan malam.

“Bahan makanannya hilang!” tiba-tiba ada suara teriakan dari belakang tenda, suara Jugi. Sontak kami semua kaget dan mencari-cari dalam keadaan gelap. Aku dan Nadia berlari menuju sekretariat untuk melaporkannya.
“Mbak bahan makanan kita hilang.”, keluhku.
“Di tempatkan apa?”, tanya seorang sangker putri.
“Kantong kresek garis-garis hitam putih”.
“Coba dilihat itu di sana!”, sahut seoarang sangker putra. Melihat di sana ada kantong kresek sesuai ciri-ciri bahan makanan milik kami, hati kami mulai merasa lega. Saat aku dan Nadia mengecek, ternyata ada kertas bertuliskan ‘PENCOBA 2’ yang menempel di kresek tersebut. Sesak sekali rasanya.
“Itu bukan dik?”, tanya salah seorang sangker putri.
“Bukan itu mbak, itu milik pencoba 2. Bayangkan mbak, itu bahan makanan kita selama 4 hari. Kalo hilang terus kami mau makan apa 4 hari kedepan?”, keluhku.
“Jadi kalian belum makan? Ya kalian ke tenda dulu, istirahat. Nanti kami cari.” Jawabnya.
“Nggak bisa lah mbak. Kita nggak bisa tenang kalau belum ketemu”, keluh Nadia.
“Yaudah, minum nih energennya, kalian berdua belum makan kan?, tiba-tiba ada suara seorang sangker putra, namanya Kak Adit.

Melihat keributan, salah seorang sangker putra yang siang tadi membentak kami, datang. Kebetulan jabatannya sebagai seksi keamanan.

“Bagaimana? Ada apa? Apa yang hilang?” tanya Kak Daus
“Bahan makanan.”, jawabku pendek.
“Apa? Dicuri sangga putra? Ayo tak temenin ke sangga putra.”
“Apa? Ke sangga putra? Mana boleh.”, balas Nadia.
“Sama keamanan kok, rapopo. Ayo Feb, kancani bocah loro iki”, ajaknya.
Karena wilayah sangga putra gelap, kami memutuskan untuk berhenti sejenak. Dan berpikir apakah mau melanjutkan atau tidak.
“Ayo nggak papa, ini sama sie keamanan kok. Eh, senternya kok ra terang. Sek tak ganti senter sek. Titip, Feb”, kata sangker putra itu.
“Ilangnya gimana?”, tanya teman Kak Daus. Namanya Febri.
“Ya kan tadi barang semua dikumpulkan di lapangan. Kita lupa buat ambil.” Keluhku.
“Lah kan kalian sendiri yang lupa”, balas Mas Febri santai.
“Yaudah sih kami tadi siang itu badmood, kalau kita suruh angkat barang dari bawah ke atas malah nambahin badmood. Mana sempat memikirkan barangnya.”, bentakku.
“Yaudah, jangan emosi, nanti ini juga mau dicari”
“Bayangin, itu bahan makanan selama 4 hari. Kalo hilang mau makan apa kami?”, sahut Nadia sambil menangis. Aku juga menangis. Untuk yang kedua kali.
“Ya masa panitia nggak ngasih makan. Masa diem aja. Udah, nggak usah nangis kalian.” Jawabnya menenangkan.
Dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara keributan dari sekretariat.
“Diiiiiik! Diiiiik! Tadi adiknya mana?”
“Itu kayaknya kalian dipanggil itu?”, kata Mas Febri. Kami bertiga langsung menuju sekretariat.
“Ya ampun , kenapa nangis dik?” “Udah ketemu belum dik?” “Dik kok nangis?”, terdengar hingar bingar panita menanyakan keadaan kami yang sedang menangis.
“Ini dek udah ketemu.” Kata salah seorang saker putrid sambil tersenyum.
“Sudah nggak usah nangis dik, kan sudah ketemu”.
“Ya ampun. Alhamdulilaaaah. Makasih banyak ya mbak. Makasih banyak.” Kata kami spontan hampir bersamaan.
“Sekarang kalian kembali ke tenda, istirahat, makan, lalu sholat Isya. Habis sholat Isya kita masih ada kegiatan.”, kata seorang ketua sangker. Kami kembali ke tenda dengan penuh ketenangan. Seluruh anggota sangga bersyukur dan bersorak gembira. Bahagia itu sederhana.

Setelah sholat Isya, kami diharuskan memakai seragam pramuka lengkap dan membawa slayer.
“Bisa cepat tidak kalian?”. “Jangan lupa membawa slayer!”. “Tidak boleh ada yang membawa senter!”.  Nada bentak-bentak itu terdengar berisik ditelinga kami. Aku tahu kegiatan ini. Kegiatan kami dibentak-bentak. Kegiatan yang aku benci. Benar saja. Saat kami baris saja menyuruhnya sudah membentak.
Dalam kegiatan itu, kami diharuskan berdiri dan kami dibentak-bentak sesuai kesalahan kami.
“Apa tujuan kalian sekolah di MAN 1 jika kalian tidak tertib? Hah!”. “Mana ULIL ALBAB kalian?”. “JAWAB!! Saya tidak berbicara dengan patung ataupun tembok. Kalian manusia kan? Jawab!” 
Kata-kata itu yang sering terdengar saat kegiatan itu berlangsung. Beruntungnya aku tidak mempunyai kesalahan apapun. Tapi sepertinya mereka selalu mencari-cari kesalahan dan membentak.
“Kamu mau melakukan apa untuk menebus kesalahanmu ini?”
Diam. Hening. “Jawab! Saya bicara dengan manusia, bukan patung!”
“Push up 50 kali.” Kata salah seorang anak yang mendapatkan hukuman dengan nada sok tegas untuk menutupi ketakutannya.
“Oh, mau jadi sok kuat kamu?”, bentak seorang alumnus.
“Siap tidak!”, jawabnya lantang.
“Lalu apa tujuan kamu? Hah!” 
“Untuk mempertanggung jawabkan kesalahan saya.” 
“Mau main fisik? Jangan sok kuat! Pake nantangin fisik lagi! KUAT HAH! KUAT? Kalo nggak kuat bilang!” timpal alumnus dengan nada membentak.

Aku tak tahu apa tujuan mereka membentak dan memarahi kami semua. Untuk senioritas? Balas dendam? Mungkin. Jika kegiatan ini turun-temurun. Tradisi bentak-membentak dalam pelantikan tidak akan ada habisnya. Seharusnya tradisi ini dihentikan.

Setelah kegiatan bentak-membentak selesai. Kami diharuskan untuk menutup mata dengan slayer. Ya, kami seperti menjadi lelucon oleh mereka. Saat mata kami ditutup, mereka mempermainkan kami, menyuruh kami menunduk, jongkok, lompat, naik, dan sebagainya. Kami dpermainkan seperti robot. Menyebalkan. Kegiatan bentak membentak dan permainan lelucon robot selesai, kami diberhentikan di wisma. Kami menjalani kegiatan renungan.

Pukul 23.00 Kegiatan hari pertama selesai dan diakhiri dengan upacara penyematan badge PTA. Tapi aku tak mengikutinya. Saat berusaha berdiri tegak untuk baris, kepalaku terasa berat. Pandanganku kunang-kunang. Aku seperti ingin pingsan. Tiba-tiba semua gelap.

Aku membuka mata karena merasakan pijatan halus di kepala dan sentuhan lembut ibu guru mengoleskan minyak kayu putih ke leher dan kepalaku. Ternyata aku berada di tenda komando. Pusing di kepalaku mulai berkurang. Malam hari pertama, aku tidak tidur di tenda bersama teman-teman.

Esoknya, aku kembali ke tenda untuk menemui teman-temanku. Kegiatan hari kedua adalah bersenang. Ya, kami mengikuti kegiatan lomba yang menyenangkan. Tapi setiap hal memang tak ada yang sempurna. Tapi ada suatu kejadian yang membuat aku dan teman-temanku kagol. Saat lomba FKR (Festival Kesenian Rakyat), kami menampilkan tarian daerah dan itu pasti diperlukan musik. Dan soal sound membuat kami kecewa. Panitia tidak mempersiapkan dengan baik.

“Ah yasudahlah, terserah. Kagol.”, keluhku.  
“Tau ah. Males ah kalo gini nih”, keluh Nadia melanjutkan keluhanku. 
“Maaf ya untuk sangga PERINTIS E, soundnya tidak sesuai apa yang diharapkan”, permohonan maaf disampaikan dari pengurus lomba FKR untuk kategori tari daerah. 
“Terserah ah. Kagol. Embohlah.”, keluh teman-temanku lainnya. 
“Yaudahlah, nggak papa. Udah minta maaf juga kan sangkernya.”, timpal Jugi menenangkan kami.

Karena permasalahan itu, seketika mood kami turun. Bayangkan saja, kami sudah latihan berhari-hari sampai sore untuk menampilkan yang terbaik untuk lomba ini. Tapi seutuhnya, aku senang dengan kegiatan hari kedua. Memang sudah sepantasnya kami merasakan kesenangan karena di hari pertama, aku benar-benar merasakan siksaan.

Hari kedua berhasil kulewati. Rasa kesal pada hari pertama benar-benar terbayar lunas dengan kesenangan. Bahagia itu sederhana. Malamnya, kami mempunyai kegiatan bebas sesuka hati. Kegiatan itu adalah menonton film “Life of Pi”. Aku menikmati setiap menit film tersebut. Film yang bagus. Tapi yang aku lihat, kebanyakan dari kami mungkin tidur saat menonton film karna kami kelelahan. Dan acara nonton film pun dihentikan karena kebanyakan dari kami sudah terlelap macam ikan teri dijemur.

Aku membuka mata dari tidur lelapku. Kami dibangunkan tidak seperti biasanya. Kami dibangunkan mungkin pukul setengah tiga atau lebih. Kami harus melakukan mujahaddah. Karena kebetulan aku sedang mendapatkan tamu rutin setiap bulan, aku tidak melakukannya.

Kegiatan hari ketiga diawali dengan kegiatan tadabur alam. Kegiatan itu amat menyenangkan walau kami merasa kelelahan. Kami menyusuri hutan, menyebrangi sungai, dan mendaki bukit hingga kembali ke bumi perkemahan. Itu adalah pertama kalinya aku menyusuri hutan. Dan itu menyenangkan. Karena bahagia itu sederhana.

Hari ketiga ditutup dengan kegiatan api unggun. Kegiatan yang mengesankan. Aku menikmati kegiatan itu. Kegiatan utama dan ciri khas dalam perkemahan. Aku menikmati setiap pertunjukan dari peserta mahabhaki ataupun sangga kerjanya. Malam itu, aku merasa bahagia.

Selasa, 26 Maret 2013. Aku dibangunkan oleh suara yang biasa ku dengar. Suara yang selama empat hari setia membangunkan kami setiap pagi. Suara kakak-kakak sangga kerja. Ya, hari itu, hari terakhir kamu mengikuti perkemahan Mahabhakti. Rasa senang dan rasa sedih bercampur. Senang karena bisa kembali ke rumah dan menjalankan rutinitas seperti biasa. Sedih karena aku, atau mungkin kami semua akan rindu dengan suasana ini. Rindu dengan suara-suara kakak sangker yang setia membangunkan kamu di pagi hari. Rindu dengan senyum semangat yang dipancarkan kakak sangker. Rindu dengan suara bentakan-bentakan mereka. Rindu dengan hiruk pikuk kamar mandi yang ribut dengan antrian.

Memang, aku mungkin mengeluh dalam setiap kegiatan yang melelahkan. Tapi sungguh, aku menikmati setiap kegiatan Mahabhakti ini. Karena aku tahu, mereka membuat setiap kegiatan ini dengan susah payah. Mereka berpikir keras membuat setiap kegiatan. Untuk apa? Untuk dapat kami kenang. Agar apa? Agar kita senang. Mereka ingin kita merasa bahagia. Mereka hanya ingin kami mengenang dan mengingat perkemahan Mahabhakti ini. Pada hakikatnya, kebahagiaan muncul karena kesederhanaan. Bahagia karena tidur selama empat hari bersama-teman-teman. Kami hidup bersama dengan satu angkatan. Suka dan duka kami lewati bersama. Tangis dan tawa. Rasa lelah dan kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan itu pasti ada dalam kesusahan dan dalam keadaan apapun. Karena, bahagia itu sederhana.


Hari pertama di samping tenda. Dari kiri: Fariza, Jugi, Nani, Aku
Waktu tadabur alam sempet ngelewatin hutan pinus, dan itu keren banget. Dari kiri: Azizah, Aku, Jugi, Naila, Layli, Nani, Fariza. FYI, yang motoin Nadia, jadi dia nggak nampang

Dari kiri: Azizah, Nadia, Jugi, Naila, Layli Nani, Fariza. FYI, yang motoin aku, jadi giliran aku yang nggak nampang


Perkemahan Mahabhakti ke 26
Kulon Progo, 23-26 Maret 2013

Selasa, 02 April 2013

Sosok



Dalam gelapnya malam kelam yang tertutup oleh saputan awan hingga tak ada bintang yang terlihat dilangit, wanita paruh baya itu duduk termenung di beranda gubuk sederhanya. Dari sorot matanya yang memandangi langit mendung dimalam hari, aku melihat kepedihan perasaannya saat ini. Dua belas tahun berlalu, ia hidup sendirian di gubuk sederhana.

Aku mungkin bisa disebut orang baru dalam perkampungan ini. Perkampungan yang jauh dari riuhnya kota, yang bahkan hanya sedikit mendapatkan sentuhan aliran listrik. Hanya bangunan-bangunan tertentu saja yang mendapat aliran listrik, seperti balai desa dan masjid kampung. Untuk ke kota saja, penduduk  harus berjalan 4 kilometer untuk sampai distasiun kecil menuju stasiun kota kabupaten.

Lima tahun aku tinggal di kampung pedalaman ini, aku tak pernah berpikiran untuk kembali ke kota. Karna jika aku memutuskan untuk kembali ke kota itu sama artinya dengan aku kembali dengan masa laluku yang kelam.

Sebenarnya aku pergi ke kampung ini bukan memiliki maksud khusus untuk mengabdi misalnya atau apapun. Aku pergi ke kampung ini hanya untul mengikuti tujuan otakku saat itu, ‘pergi dari rumah sejauh-jauhnya’, itu saja. Dan sampailah aku di kampung pedalaman ini, kampung yang bahkan sinyal tidak bisa dijangkau sekalipun kau menaiki bukit dan pegunungan dipucuk hutan sana.

Sebentar itu aku tinggal di kampung ini, aku bisa mulai terbiasa akan keadaan kampung ini. Kampung yang penduduknya ramah dan leluhur-leluhur yang sangat menanamkan arti kebersamaan.

“Uhuk…huk..uhuk..”, tanpa sadar aku telah meminum ampas kopi malam ini yang membuat aku tersedak. Rupanya kopinya sudah habis. Aku kembali memandang gubuk itu, wanita itu ternyata masih ada. Sepertinya sudah lama sekali aku memikirkan masa laluku. Wanita itu tiba-tiba masuk dan suara pintu yang tertutup itu membuyarkan lamunanku.

Aku segera masuk rumah karna udara malam yang semakin dingin menembus pori-pori kulit. Aku merenggangkan tubuhku diatas ranjang dan menutupi badanku dengan kemul kusut. Aku berpikir sesuatu.

Lima tahun silam.
“Aku tidak akan bisa memaafkanmu!”, wanita itu mendorong seorang lelaki ke ambang pintu.
“Kau membunuh darah dagingmu sendiri! Akal sehatmu ditaruh mana hah?! Dimana otak yang kau gunakan untuk bekrja mendapatkan uang? Dimana perasaan yang kau gunakan untuk menyayangi Mona? Apa kau tidak bisa menyayangi Maya? Pergi dari rumah ini!” Wanita itu masih memaki-maki lelaki itu. Dan lelaki itu hanya bisa termangu dalam diam, dan dengan tampang pias menunduk.

“Mengapa kau diam saja? Kau tak berani menjawab? Apa gunanya kau menjadi seorang ayah jika membunuh anakmu sendiri?”, wanita itu besungut-sungut dengan muka merah padam.
“ITU KARNA MAYA BUKAN DARAH DAGINGKU! MAYA ADALAH DARAH DAGING LELAKI LAIN!”, timpal lelaki itu setelah mengumpulkan alasan untuk menjawab.
“Kau… Tutup mulutmu! Tutup harimaumu itu! Maya itu anakku!”, jawab wanita itu sambil terisak.
“Dia anakmu, tapi bukan anakku!”
“Lantas apa artinya janji-janji kau dulu yang ingin menyanyangi anakku?”
“AKU MURKA DENGAN ANAKMU!” jawaban lelaki itu terdengar seperti perasaan amarah yang telah dipendam dalam hatinya sejak lama.

GLEGAAAAAR!!! Suara petir membangunkanku dari mimipi burukku. “Mimpi….itu hanya mimpi.. Mimpi yang berkisah masa laluku.” Adzan subuh berkumandang dari masjid kampung. Aku berusaha bangun dan bergegas mengambil air suci untuk berwudhu. Menuju masjid dengan pikiran yang semrawut. Pikiran tentang masa laluku.

Dalam sujud sholat subuhku, aku merasa kepalaku susah diangkat untuk melakukan atahiyyat akhir. Tapi kepalaku benar-benar sulit digerakkan dan aku tidak sadaran diri. Aku hanya merasa kelam. Gelap. Semua gelap.


Minggu, 10 Maret 2013

Apa Itu Blog?


Halo! Selamat siang, selamat hari Minggu penikmat blog. Oke sapaannya segitu dulu ya.

Ada yang tau internet Pasti tau semua dong, buka blog ini kan juga pake internet. Ya kalo ada yang nggak tau internet, minimal google tau lah. Dijaman modern kayak sekarang ini internet itu udah kaya makanan manusia. Bangun tidur bukannya ngerapihin tempat tidur malah update dulu di twitter.  Lagi galau, update status dulu di facebook. Lagi makan di restoran bukanya dimana tuh makanan tapi malah di foto terus di upload di instagram sampe makanannya basi saking sibuknya ngedit tuh foto makanan. Dan masih banyak lagi hal absurd manusia-manusia gaul bersama internet.

Emang ya, di jaman sekarang ini internet tuh manjain kita banget. Internet itu bisa buat ngeksis, belanja, pencitraan, bahkan buat kerja. Padahal fungsi utama internet menurut ilmu itu untuk media informasi dan komunikasi. Nah, kali ini aku mau bahas aplikasi internet yang bisa buat curhat, promosi, bahkan mencari nafkah.


Ada yang tau gambar diatas gambar apa? Yap, itu gambar lambang blog. Ada yang tau nggak blog itu apa? Nggak tau ya? Yaudah ini juga mau dikasih tau kok. Jadi menurut wikipedia. Iya menurut wikipedia, karna aku juga nggak tau definisi blog secara detail. Oke balik lagi, blog itu singkatan dari web log. Nah blog itu suatu bentuk aplikasi web berupa tulisan-tulisan yang dimuat atau di posting secara berkala pada sebuah halaman web umum oleh pembuatnya. Biasanya blog ini sifatnya terbuka tapi juga bisa kok setting buat blog pribadi. Tapi juga dasarnya blog itu juga website pribadi cuman ada juga blog itu dipake oleh suatu lembaga atau perusahaan.

Oiya, FYI pengertian blog secara teori tuh sebuah conten menegemen sistem  (CMS) mesin pembuat  web yang memudahkan kita membuat webside tanpa harus menguasai bahasa pemrograman HTML, CSS, PHP dan sebagainya. Karena dengan blog kita dimudahkan untuk membangun sebuah Web.

Nah setiap kemunculan sesuatu pasti ada sejarahnya dong. Nah sejarah blog itu pertama kali dipopulerkan oleh Blogger.com, yang punya Blogger.com itu Pyra Labs sebelum akhirnya PyraLab diakusisi oleh Google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak banget aplikasi-aplikasi internet yang sifatnya sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.

Blog itu punya fungsi yang beragam, dari media buat curhat, media sebagai catatan harian atau diary,  media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampe program-program media dan perusahaan-perusahaaan atau juga bisa sebagai media promosi. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sedangkan sebagian lainnya dipelihara sama beberapa penulis. Banyak juga weblog yang punya fasilitas gadget interaksi sama pembaca dan pengunjung blognya, misanya kayak buku tamu dan kolom komentar yang diperkenankan untuk para pengunjung dan pembacanya dengan tujuan meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang diposting sama owner atau juga bisa menyampaikan opini tentang blog tersebut. Jadi kalian para pembaca blogku jangan segan-segan untuk nggak menyampaikan pendapat kalian di comment box atau opinion box. Tapi ada juga yang yang sebaliknya atau sifatnya non-interaktif. Sebenernya kalo blog sifatnya non-interaktif itu nggak seru loh.

Situs-situs web yang terkait berkat weblog atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut blogosphere. Jika sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berkali-kali muncul buat beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka itu tuh sering juga disebut blogstorm atau kalo ada yang nggak ngeti bahasa inggris, bahasa indonesianya itu badai blog.
 Blog itu juga punya jenis-jenis loh tapi pada dasarnya sama sih fungsinya. Ini dia, cekidot.
 
1. Blog Politik: Biasanya sih tentang berita, politik, aktivis, dan semua persoalan berbasis blog juga buat kampanye.
2. Blog Pribadi: Nah, blog saya termasuk jenis ini nih. Yaitu blog sebagai buku harian online yang isinya tentang pengalaman keseharian, keluhan, puisi atau syair, gagasan, perbincangan teman, dan lain-lain.
3. Blog Bertopik: Blog yang kayak gini nih membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan tertentu alis pada satu topik doing. Biasanya yang punya blog kaya gini itu tipe-tipe orang yang konsisten. Duh soktaunya mulai keluar.
4. Blog Kesehatan:  Pastinya blog kayak gini bahasnya lebih spesifik tentang kesehatan. Blog kesehatan kebanyakan berisi tentang keluhan pasien, berita kesehatan terbaru, keterangan-ketarangan tentang kesehatan, dan lain-lainnya.
5. Blog Sastra: Sebenernya aku mau jadiin blog ini sebagai blog sastra, Cuma karena emang terlanjur jadi blog curhatan jadi gagal. Lebih dikenalnya itu sebagai litblog (Literary blog).
6. Blog Perjalanan: Blog kayak gini fokus sama bahasan cerita perjalanan yang menceritakan keterangan-keterangan tentang perjalanan/traveling.
7. Blog Riset: Kalo kayak gini biasanya yang punya itu ilmuwan karena bahasnya tentang persoalan tentang akademis seperti berita riset terbaru.
8. Blog Hukum: Nah kalo kayak gini yang punya para pengacara kali ya. Bahasnya tentang persoalan tentang hukum atau urusan hukum; disebut juga dengan blawgs (Blog Laws).
9. Blog media: Kalo ini emang jenis yang mencakup semua karna kan emang fungsi blog itu berbagi informasi. Cuma mungkin jenis ini itu fokus pada bahasan berbagai macam informasi.
10. Blog agama: Blog macam gini tau dong guys, blog ini biasanya juga bahas tentang agama atau tausiah gitu.
11. Blog Pendidikan: Blog jenis kaya gini itu biasanya ditulis oleh pelajar atau guru. Ini blog yang sangat berguna loh guys.
12. Blog Kebersamaan: Topik blog lebih spesifik dan ditulis oleh kelompok tertentu atau komunitas bahasa gaulnya.
13. Blog Petunjuk (directory): Kalo kaya gini blognya itu sebagai penunjuk arah, isi blognya itu ratusan link halaman website.
14. Blog Bisnis: Udah pada taulah kalo blog kaya gini buat apa. Jelas digunakan oleh pegawai atau wirausahawan untuk kegiatan promosi bisnis mereka lah.
15. Blog Pengejawantahan: Blog macam ini itu fokus tentang objek diluar manusia; seperti hewan, tumbuhan, dll.
16. Blog pengganggu (spam): Ini nih blog yang nyebelin abis. Digunainnya itu buat promosi bisnis affiliate; juga dikenal sebagai splogs (Spam Blog)
17.Blog Virus: Duh blog ini tuh blong ternyebelin. Fungsi dari blog jenis kayak gini tuh merusak. Kurang nyebelin apa coba

Gimana guys, udah tau kan jenis-jenis blog apa aja, ternyata ada banyak. Dalam dunia per-blog-an istilah ngeblog udah familiar dong. Ngeblog adalah suatu kegiatan dimana pemilik blog menulis postingan diblognya dan biasanya dilakukan setiap waktu untuk mengetahui eksistensi pemilik blog. Orang yang suka ngeblog itu disebut blogger. Nah para blogger ini biasanya punya komunitas sesuai daerah misalnya atau kampus atau dari suatu website dan lain-lain. FYI, blogger ini dalam satu sisi adalah sebuah perkerjaan. Iya, seperti yang aku bilang diawal tadi, blog juga bisa jadi sumber cari duit guys. Jadi para blogger ini menjadikan blognya sebagai sumber pemasukan utama melalui program periklanan (misalnya AdSense, posting berbayar, penjualan tautan, atau afiliasi). Sehingga kemudian muncullah istilah blogger profesional, atau problogger, yaitu orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari aktivitas ngeblog karena banyak saluran pendapatan dana, baik berupa dolar maupun rupiah, dari aktivitas ngeblog ini. Tuhkan guys, blog ini emang serba guna banget kan, makanya ayo ngeblog.

Oiya guys, aku juga mau kasih tau hal penting nih. Karena blog sering dipake buat nulis aktivitas sehari-hari yang terjadi pada penulisnya, ataupun merefleksikan pandangan-pandangan si penulis tentang berbagai macam topik yang terjadi dan untuk berbagi informasi. Ternyata blog menjadi sumber informasi bagi para hacker, pencuri identitas, mata-mata, dan lain sebagainya. Banyak berkas-berkas rahasia dan penulisan isu sensitif ditemukan dalam blog-blog. Hal ini berakibat dipecatnya seseorang dari pekerjaannya, diblokir aksesnya, didenda, dan bahkan ditangkap. Jadi yang penting pada hati-hati juga ya kalo ngeblog. Tapi jangan pada takut buat ngeblog, karna ngeblog adalah salah satu cara buat mngekspresikan diri sendiri melalui tulisan kita. Pada dasarnya berbagi itu nggak merugikan kok guys.

Gimana? Pengetahuan kalian bertambah nggak? Pastinya dong. Jadi nggak ada yang salah kalian untuk ngeblog ataupun menjadi blogger. Banyak keuntungannya guys. Sekian dulu ya dari owner cantik ini (Amin). Semoga bermanfaat ya guys. Wasalam :)